Senin, 16 Juli 2012

Komoditas Unggulan Garut


Lokal tapi Global
Sejarah One Village One Product (OVOP) bermula dari sebuah kota kecil di Jepang yang bernama Oita –sekitar tahun 2001, yang diterjemahkan sebagai “Paling Sedikit Satu Kecamatan Menghasilkan Satu Produk Unggulan”. Konsep ini menyebar ke Thailand dengan istilah One Tambon One Product (OTOP) yang oleh pemerintah Thailand dimaksudkan untuk mengurangi kemiskinan. Cina juga mengadopsi konsep ini dengan nama lain yaitu One Factory One Product (OFOP), di Philipina dikenal dengan istilah One Barangay One Product (OBOP), di Malaysia di kenal dengan nama Satu Kampung Satu Product Movement (SKSPM).
Di Indonesia sendiri, program pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah dengan pendekatan OVOP baru dimulai sejak keluarnya Inpres Nomor 6 Tahun 2007 –yang menugaskan Kementerian Koperasi dan  Usaha Kecil dan Menengah (UKM)  untuk mengembangan sektor ini melalui pendekatan OVOP.  Bahkan pada tanggal 14 November 2009 bertempat di Nusa Dua Bali, Wakil Presiden Budiono, mencanangkan OVOP sebagai Gerakan Nasional. 
Pendekatan One Village One Product atau satu desa satu produk, merupakan pendekatan pengembangan potensi daerah di satu wilayah untuk menghasilkan satu produk kelas global yang unik (khas daerah) dengan memanfaatkan sumberdaya lokal. Atau dengan kata lain, pendekatan ini merupakan salah satu pendekatan menuju clusterisasi produk-produk unggulan yang berskala mikro; kecil; dan menengah agar dapat berkembang dan mengakses pasar secara lebih luas, baik lokal; domestik; dan luar negeri.
Langkah Kemenkop dan UKM tahun 2011-2012 meliputi: (1) Peningkatan nilai tambah produk unggulan melalui industri pengolahan dengan dukungan sarana prosesing; (2) Peningkatan akses pasar produk yang dihasilkan melalui temu usaha (business matching) serta desain, packing dan promosi produk lokal, nasional maupun internasional; (3) Peningkatan suplai chain product unggulan OVOP melalui produk dan pemasaran; serta (4) Pengembangan kapasitas SDM melalui pendampingan, penyuluhan, pelatihan dan studi banding.
Peran tersebut mendorong keberhasilan Koperasi Mitra Tani Parahyangan Cianjur dengan komoditas sayur-mayur dan beras Cianjur. Kemudian disusul Koperasi Unit Desa Cisurupan Garut dengan komoditas hortikultura unggulan (paprika, tomat cherry dan lain-lain). Hal yang sama diraih Koperasi Tani Methana di Badung Bali dengan komoditas hortikultura (sayur-mayur dan buah-buahan dataran tinggi).
Kemenkop dan UKM telah menerima data produk unggulan dari 22 Kabupaten dan Kota di 14 provinsi:
1.        Provinsi Sumatera Barat:
a.    Bordir Kerancang (Kota Bukittinggi)
b.    Tenun Pandai Sikek (Kabupaten Tanah Datar)
2.        Provinsi Sumatera Selatan: Nanas (Kota Prabumulih)
3.        Provinsi Bengkulu: Jeruk Kalamansi (Kota Bengkulu)
4.        Provinsi Bangka Belitung:
a. Kerupuk Kemplang (Bangka)
b. Tenun Cual (Bangka Barat)
5.        Provinsi Lampung: Kopi (Lampung Barat)
6.        Provinsi Jawa Barat:
a. Bordir (Tasikmalaya)
b. Strawberry (Bandung)
c. Jamur (Karawang)
7.        Provinsi Jawa Timur: Batik (Pacitan)
8.        Provinsi Bali:
a.    Rebung Tabah (Gianyar)
b.    Keramik/Gerabah (Tabanan)
c.    Tenun Cagcag  (Klungkung)
9.        Provinsi Kalimantan Tengah: Sarang Burung Walet (Kota Waringin Timur)
10.    Provinsi Sulawesi Selatan:
a.     Kopi (Tana Toraja)
b.    Tenun Marendeng (Tana Toraja Utara)
c.     Coklat (Palopo)
11.    Provinsi Sulawesi Tenggara: Rumput Laut (Wakatobi)
12.    Provinsi Sulawesi Tengah: Bawang Goreng (Kota Palu)
13.    Provinsi Maluku: Minyak Kayu Putih (Buru)
14.    Provinsi Papua Barat: Gaharu dan Minyak Astiri (Teluk Bintuni)
Sebanyak 13 wilayah yang sedang dikaji karena potensial untuk pengembangan OVOP adalah:
1.        Kota Batu Malang, dengan Produk Apelnya
2.        Palu, dengan Bawang Goreng
3.        Wonosobo, dengan Olahan Carica
4.        Wonosobo, dengan Kentang
5.        Sulawesi Selatan, dengan Markisa
6.        Kuningan, dengan Jeruk Nipis
7.        Kuningan, dengan Olahan Ubi Jalar
8.        Lampung, dengan Olahan Singkong
9.        Bukittinggi, dengan Kerupuk Sanjay Balado
10.    Bandung, dengan Olahan Strawberry
11.    Palembang, dengan Kerupuk Kemplang dan Pempek
12.    Pontianak, dengan Olahan Lidah Buaya
13.    Sumbawa, dengan Rumput Laut.
Kementerian Koperasi dan UKM juga telah merintis proyek percontohan OVOP di beberapa wilayah yakni:
1.    Warungkondang Cianjur dan Garut Jawa Barat untuk Agribisnis Hortikultura, serta
2.    Bangli Bali untuk Buah-buahan.

Potensi Agribisnis Kabupaten Garut
Karateristik topografi Kabupaten Garut sebelah Utara terdiri dari dataran tinggi dan pegunungan, sedangkan bagian selatan sebagian besar permukaannnya memiliki tingkat kecuraman yang terjal dan di beberapa tempat labil. Kabupaten Garut mempunyai ketinggian tempat yang bervariasi antara wilayah yang paling rendah –sejajar dengan permukaan laut, hingga wilayah tertinggi di puncak gunung. Wilayah yang berada pada ketinggian 500-100 m dpl terdapat di Kecamatan Pakenjeng dan Pamulihan dan wilayah yang berada pada ketinggian 100-1500 m dpl terdapat di kecamatan Cikajang, Pakenjeng-Pamulihan, Cisurupan dan Cisewu. Wilayah yang terletak pada ketinggian 100-500 m dpl terdapat di Kecamatan Cibalong, Cisompet, Cisewu, Cikelet dan Bungbulang serta wilayah yang terletak di dataran rendah pada ketinggian kurang dari 100 m dpl terdapat di Kecamatan Cibalong dan Pameungpeuk. Secara umum iklim di wilayah Kabupaten Garut dapat di katagorikan sebagai daerah beriklim tropis basah (humid tropical climate) karena termasuk tipe Af sampai Am dari klasifikasi iklim Koppen. Berdasarkan jenis tanah dan medan topografi di Kabupaten Garut, penggunaan lahan secara umum di Garut Utara digunakan untuk persawahan dan Garut Selatan didominasi oleh perkebunan dan hutan. Sesuai dengan karakteristik wilayah Kabupaten Garut tersebut, peran sektor pertanian (tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan) masih merupakan sektor andalan. Wakil Menteri Pertanian RI, Dr. Rusman Heriawan mengatakan, kawasan Cikajang di Kabupaten Garut merupakan dataran tinggi yang intensitas pertaniannya sangat signifikan. Tak heran jika Kabupaten Garut sanggup menyumbangkan produk holti sekitar 50% bagi Jawa Barat, dan sekitar 6% hingga 7% bagi nasional. Pernyataan Wamen itu diungkapkan usai membuka Jambore Varietas Hortikultura Dataran Tinggi tingkat Nasional 2012 di Desa Cikandang, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Rabu (6 – 9 Juni 2012). Jambore varietas Hortikultura tersebut bertujuan untuk mempertemukan antara petani dengan pengusaha atau lembaga lainnya sebagai penghasil varietas unggulan.
1)   Taman Pangan Unggulan
Secara nasional, Kabupaten Garut belum menjadi salah satu sentra produksi pangan, tetapi untuk lingkup Jawa Barat berpotensi kuat menjadi sentra produksi padi, jagung, dan kedelai. Khusus mengenai produksi padi, Garut memiliki komoditas spesifik lokal yaitu padi Sarinah yang menjadi unggulan khas daerah. Benih padi varietas unggul nasional yang dominan digunakan ialah IR 64, Ciherang, Membramo, Way Apo Buru, dan Cisadane. Namun sejak Tahun 1995, varietas lokal Sarinah mulai dikenal luas di Garut. Secara umum, Padi Sarinah dikembangkan di Kecamatan Cilawu, Samarang, Tarogong Kaler, Karang Pawitan, Wanaraja, Sukawening, Leuwigoong, Kadungora, dan Bayongbong. Selain memiliki iklim yang sangat cocok untuk menunjang pertanian, Kabupaten Garut juga sangat potensial untuk menghasilkan varietas baru –salah  satunya, bibit kentang jenis Fik-Ri. Varietas ini tidak diragukan lagi keunggulannya karena produksinya yang sangat berlimpah, yakni mencapai 35 ton per hektar, atau lebih tinggi 10 ton di atas produk nasional yang hanya mencapai 25 ton per hektar. Varietas Fik-Ri merupakan produk penangkar melalui Koperasi Penangkar Benih Kentang (KPBK) kabupaten Garut bekerjasama dengan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) Lembang Bandung. Kentang tersebut dikembangkan khusus untuk pengganti nasi.
Panen Kentang yang dilaksanakan Wakil Menteri Pertanian Dr. Rusman Heriawan bersama Bupati Kabupaten Garut, dan para tamu undangan dalam rangka kegiatan Jambore Varietas Hortikultura Dataran Tinggi tingkat Nasional Tahun 2012 di Desa Cikandang Kecamatan Cikajang Garut.
Peluang agribisnis jagung di Jawa Barat dan khususnya di Kabupaten Garut masih cukup menjanjikan. Beberapa daerah yang menjadi sentra produksi jagung di Kabupaten Garut adalah Kecamatan Wanaraja, Karangpawitan, Peundeuy, Caringin, Pamulihan, Cikajang, Banyuresmi, Cibalong, Samarang, dan Leuwigoong. Penanaman jagung di Garut sebagian besar menggunakan lahan sawah dan lahan kering dengan sistem rotasi tanaman yang mengikuti pola tanam padi-padi-jagung (dilahan sawah) dan jagung-kedelai-kacang tanah atau kacang tanah-jagung-bera atau jagung-jagung-bera (di lahan kering). Keragaman pola tanam tersebut memberikan peluang bagi pengembangan jagung secara berkelanjutan. Kabupaten Garut mengkontribusi sebesar 40,44% bagi Provinsi Jawa Barat dan kontribusi terhadap Nasional sebesar 29% jagung hibrida. Dengan peningkatan produksi yang besar setiap tahunya, Garut layak menjadi Kabupaten Jagung. Dan pada hari Sabtu tanggal 25 Februari 2012, Kabupaten Garut melaksanakan Panen Perdana Jagung Hibrida yang diselenggarakan di Desa Dangdeur, Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut. Acara panen perdana jagung dibuka oleh Menteri Pertanian RI, DR. Ir. Suswono, MMA.
Menteri Pertanian Suswono bersama Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dan Bupati Garut Aceng HM Fikri, saat Panen Perdana Jagung Hibrida di Kampung Dangdeur, Desa Dangdeur, Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut, Sabtu (25/2/2012).
Beberapa kecamatan yang potensial untuk dijadikan sebagai sentra produksi kedelai di Kabupaten Garut adalah Talegong, Pamulihan, Cikelet, Cibalong, Cisompet, Peundeuy, Bayongbong, Wanaraja, Tarogong Kidul, Cibatu, dan Karang Tengah. Secara ekonomis, peluang pengembangan kedelai di Kabupaten Garut semakin terbuka apabila dapat disinergikan dengan usaha peternakan dan atau penggemukan ternak (khususnya domba). Untuk itu, agroindustri tempe dan tahu sebagai tahapan peningkatan nilai tambah kedelai perlu ditumbuhkembangkan. Dengan demikian, pasar kedelai semakin kompetitif dan usaha taninya semakin intensif. Secara umum, pola tanam kedelai di Kabupaten Garut adalah padi-padi-kedelai (di lahan sawah) dan jagung-kedelai-kacang hijau-kacang tanah (di lahan kering). Berdasarkan pola tanam tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengembangan komoditas kedelai di Kabupaten Garut membutuhkan upaya yang intensif, khususnya dalam mengantisipasi kekosongan produksi pada musim tanam pertama; ketepatan dan kesesuaian masa tanam; serta kesesuaian agroklimat –yang merupakan constraint bagi pengembangan kedelai di daerah tersebut.
2)   Tanaman Sayuran Unggulan
Sebagian besar sayuran yang dibudidayakan oleh petani di Kabupaten Garut adalah sayuran dataran tinggi yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi. Beberapa sayuran yang teridentifikasi sebagai komoditas unggulan prioritas pertama adalah kentang, cabe merah, dan tomat. Sedangkan komoditas sayuran lainnya masuk kedalam kelompok unggulan prioritas kedua, namun sangat memungkinkan untuk dikembangkan. Beberapa daerah sentra produksi utama tanaman sayuran adalah Kecamatan Cikajang, Bayongbong, Samarang, Cisurupan, dan Wanaraja. Dataran tinggi ini tersebar di beberapa kecamatan, diantaranya Kecamatan Pamulihan, Cikajang, Bayongbong, Cisurupan, Samarang, Wanaraja dan Pasirwangi sangat potensial untuk pengembangan kentang. Komoditas cabe merah yang sering diusahakan oleh petani di Garut terdiri dari berbagai jenis, dari jenis lokal hingga benih hasil hibrida. Tomat merupakan komoditas yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga dan pemenuhan bahan baku industri makanan. Industri makanan yang banyak memerlukan tomat terutama industri pembuatan saus tomat yang dikemas dalam berbagai kemasan. Selain industri pembuatan saus, komoditas tomat juga banyak diperlukan oleh pedagang minumam buah olahan yang disajikan dalam bentuk jus tomat.
Cagarit, sebuah nama cabe rawit khas Garut, yang berasal sinonim Cabe Garut Rawit. Nama tersebut secara spontan diberikan oleh Wakil Gubernur Jawa Barat Dede M. Yusuf Effendi, dihadapan 350 petani hortikultura, dalam kemasan acara Jambore PHT (Pengendalian Hama Terpadu) Hortikultura Kabupaten Garut 2010, di halaman TPA (Tempat Petirahan Anak) Kecamatan Cisurupan Garut, Rabu 24 November 2010. Bahkan dengan diperkenalkannya cabe rawit khas Garut –Cagarit, wagub berharap dapat mengangkat citra petani hortikultura.
Wagub Jawa Barat, Dede M. Yusuf Effendi didampingi (Mantan) Wabup Garut, R. Dicky Chandra, sedang memperhatikan Cabe Garut Rawit (Cagarit).
3)   Tanaman Buah-buahan Unggulan
Garut mempunyai potensi keragaman agro-klimat yang sesuai untuk pengembangan berbagai jenis komoditas hortikultura, salah satu diantaranya adalah tanaman jeruk siam garut (citrus nobilis var. Micocarpa) dan keprok garut (citrus nobilis var. Chrysocarpa). Selain itu masih ada jenis lain yang dikembangkan yakni konde (Citrus nobilis var. Raticula) serta jeruk manis (Citrusnobilis var. sinensis). Dari beberapa jenis jeruk tersebut, keprok Garut merupakan terbaik di Indonesia, dan dilihat dari aspek ekonomi, jenis ini paling tinggi nilainya jika dibandingkan dengan jeruk lainnya. Jeruk dapat tumbuh baik hampir di setiap jenis tanah kecuali pada lahan-lahan yang tergenang. Jeruk sebaiknya dibudidayakan pada tanah-tanah gembur berpasir hingga lempung berliat dengan pH tanah optimum antara 4,5 – 8,0. Kesesuaian agro-klimat ini dapat ditemui di Kabupaten Garut, diantarany atanaman jeruk Garut terdapat di Kecamatan Pasirwangi, Samarang, Cilawu, Cisurupan dan Karangpawitan. Tujuan pasar untuk buah jeruk di Garut ditujukan untuk konsumen di wilayah Garut dan sekitar wilayah Jawa Barat serta Jakarta.
Pada acara Jambore Pengendalian Hama Terpadu Hortikultura Kabupaten Garut 2010 dengan mengambil tema: “Dengan Jambore PHT Hortikultura, Kita Tingkatkan Kemandirian Petani Melalui Peningkatan Peran Agroklinik untuk Mewujudkan Pertanian Berkelanjutan dan Ramah Lingkungan”, di halaman Tempat Petirahan Anak Kecamatan Cisurupan Garut, Rabu 24 November 2010. Juga, telah diperkenalkan varietas alpukat khas garut Sindangreret yang diharapkan akan semakin mengangkat citra Jawa Barat sebagai Daerah Agrokultur, sehingga akan semakin kuat ikon Jawa Barat sebagai penghasil pertanian di Indonesia.
4)   Tanaman Perkebunan Unggulan
Akar wangi (Vetiveria zizanoides Stapt) sudah diekspor dalam bentuk akar sejak Tahun 1918. Seiring dengan berkembangnya agroindustri penyulingan akar wangi, maka ekspor pun bergeser ke minyak akar wangi. Secara riil, perkembangan ekspor dan nilai minyak akar wangi Indonesia masih fluktuatif, hal ini bukan disebabkan oleh fluktuasi permintaan pasar dunia, tetapi lebih disebabkan oleh fluktuasi produksi akar wangi dan kualitas minyak akar wangi di dalam negeri. Secara ekologis, Kabupaten Garut dengan karakteristik agroekosistemnya sangat potensial bagi pengembangan agribisnis akar wangi. Karena akar wangi tumbuh dan akan menghasilkan minyak yang baik pada ketinggian di atas 700 m (600-1500 m) di atas permukaan laut, dengan suhu optimal 170C-270C dan curah hujan antara 200-2000 mm per tahun. Tanah yang baik untuk pertumbuhan akar wangi adalah tanah yang gembur atau tanah yang berpasir, seperti tanah yang mengandung abu vulkanis. Secara agroekologis, kecamatan Samarang (615 ha), Leles (750 ha), Bayongbong (170 ha), dan Cilawu (150 ha) merupakan kecamatan-kecamatan basis bagi pengembangan akar wangi di kabupaten Garut. Kemampuan teknis budidaya para petani akar wangi di Kabupaten Garut sudah baik dan teruji secara layak, baik secara teori maupun atas dasar pengalaman yang cukup lama dalam budidaya akar wangi. Di Kabupaten Garut terdapat sekitar 24 unit usaha penyulingan akar wangi –namun pada umumnya unit usaha tersebut belum mengetahui standar; teknis produksi; dan kualitas produk yang sesuai dengan permintaan pasar dunia. Apalagi sampai pada kriteria spesifik, seperti untuk industri obat-obatan dan produk kosmetika.
Kabupaten Garut yang sebagian besar wilayahnya baik di sebelah utara, timur, barat, maupun selatan berupa lahan kering yang berbukit, lereng, dan bergunung sangat potensial bagi pengembangan komoditas aren. Hingga kini, aren belum dibudidayakan secara intensif oleh masyarakat, bahkan kedudukannya pun masih dipandang sebagai salah satu hasil hutan bukan kayu yang tumbuh secara liar. Padahal komoditas yang berbasis pada sumberdaya lokal tersebut sangat potensial memberi peluang secara ekonomi, bahkan melalui ekspor dapat menjadi sumber devisa yang diperhitungkan di masa yang akan datang. Hampir semua bagian fisik pohon ini dapat dimanfaatkan, misalnya: akar (untuk obat tradisional guna menghilangkan pegal-pegal di badan), batang untuk berbagai macam peralatan dan bahan bangunan, daun muda atau janur untuk pembungkus atau pengganti kertas rokok yang disebut daun kawung, ijuknya dimanfaatkan untuk sapu, dan tulang daun aren digunakan untuk sapu lidi. Hasil produksinya juga dapat dimanfaatkan misalnya buah aren muda untuk pembuatan kolang-kaling, air nira bahan pembuat gula merah, gula semut, cuka, pati atau tepung dalam batang untuk bahan pembuatan berbagai macam makanan atau minuman.
Kabupaten Garut merupakan salah satu sentra produksi teh andalan Jawa Barat, terutama di Kecamatan Cikajang, Singajaya, Banjarwangi, Cisurupan, Cilawu dan Pakenjeng. Tanaman teh merupakan salah satu komoditas perkebunan yang penting di Indonesia.
Usaha tani tembakau (Nicotiana tabacum L) sudah dilaksanakan sejak lama oleh para petani di Kabupaten Garut. Tembakau merupakan suatu komoditas yang merupakan pilihan sebagian besar petani di Kabupaten Garut. Sentra produksi tembakau di Kabupaten Garut berada di Kecamatan Tarogong Kaler, Wanaraja, Leles, Cibiuk dan Kadungora. Jumlah varietas tembakau rakyat yang diusahakan para petani di Kabupaten Garut cukup banyak diantaranya Kedu Omas, Kedu Hejo, Kedu Jonas, Kedu Rancing, Palumbon, Gambung, Cere, Virginia Garut dan lainnya. Beberapa varietas tersebut menghasilkan tembakau mole yang memiliki aroma serta cita rasa khas tembakau Garut sehingga tembakau mole Garut memiliki keunggulan dan prospek pasar yang sangat cerah karena memiliki kelas kualitas tersendiri sebagai sumber bahan baku beberapa perusahaan pabrik rokok dalam negeri.
5)   Peternakan Unggulan
Jenis ternak ruminansia besar yang penting bagi kehidupan masyarakat Kabupaten Garut, khususnya untuk masyarakat Kecamatan Cilawu, Bayongbong, Cisurupan, Cikajang serta sebagian kecil Samarang dan Pamulihan adalah sapi perah yang mampu memberikan manfaat ganda bagi pengadaan pangan, yaitu sebagai penghasil susu, serta penghasil daging. Sebagian besar sebaran ternak sapi perah berada di Kecamatan Cilawu, Bayongbong, Cisurupan dan Cikajang, sedangkan sebagian kecil berada di Kecamatan Pamulihan, Samarang, Banjarwangi, Pasirwangi, Karangpawitan dan Wanaraja. Ternak unggulan lain untuk ruminansia besar ini adalah sapi potong. Sapi potong, selain sebagai penghasil daging, juga memberikan kontribusi besar bagi penyedia tenaga kerja di sawah bersama dengan ternak kerbau, khususnya sawah dengan kontur berbukit yang tidak mungkin diolah menggunakan traktor. Fungsi ganda dari kerbau dan sapi potong menjadi alasan mengapa petani menganggap penting untuk memelihara ternak ini. Daerah dengan konsentrasi ternak sapi potong yang tinggi adalah Kecamatan Pameungpeuk. Penyebaran sapi potong secara geografis menyebar di utara dan selatan, hanya jenis ternaknya berbeda. Di wilayah utara berkembang penggemukan sapi FH jantan, terkonsentrasi di beberapa daerah sekitar daerah sapi perah, seperti Kecamatan Leles, Garut Kota, Wanaraja, Karangpawitan dan daerah lainnya. Adanya beberapa kecamatan yang mengembangkan sapi FH jantan, menunjukkan bahwa pengembangan ternak potong sudah memperhatikan aspek-aspek keterkaitan antar daerah sumber bibit dan daerah penggemukan yang cenderung mendekati potensi limbah industri (ampas tahu sebagai pakan ternak) serta mendekati konsumen. Sapi potong lokal dan persilangannya terkonsentrasi di wilayah selatan, khususnya Kecamatan Pameungpeuk, Cikelet, Cibalong, Cisompet dan Bungbulang. Khusus untuk pengembangan peternakan sapi potong di Kecamatan Bungbulang, pengembangan sapi potong memperoleh perhatian yang sangat besar dari Pemerintah Jawa Barat, terkait dengan pengembangan kawasan Agribisnis Cipamatuh.
Kabupaten Garut juga merupakan salah satu sentra produksi domba di Jawa Barat setelah Kabupaten Bandung. Domba menyebar secara merata di seluruh wilayah. Beberapa kecamatan dengan populasi domba dan terbanyak berada di Kecamatan Cikajang, Cilawu, Bayongbong, Cisurupan, Bungbulang, Cibalong, Singajaya, Samarang, Wanaraja, dan Malangbong. Di beberapa kecamatan seperti Cikajang, Cilawu, Bayongbong, Samarang dan Cisurupan, ternak domba berkembang dalam lokasi yang sama dengan peternakan sapi perah. Sebelum peternakan sapi perah berkembang di daerah ini, domba merupakan komoditas andalan yang dipelihara masyarakat. Di daerah ini, dikenal sebagai pusat pembiakan/pembibitan Domba Garut atau Domba Priangan. Pola pemeliharaan domba yang umum dilakukan masyarakat di wilayah utara adalah pola intensif, dimana sepanjang hari domba dikandangkan, pakan diberikan dengan cara cut and carry. Dalam pemeliharaan intensif, memungkinkan limbah kandang dimanfatkan sepenuhnya untuk pupuk pertanian. Dengan demikian limbah kandang –disamping domba sebagai output utama, dapat memberikan kontribusi penghasilan bagi peternak. Secara umum domba-domba yang dipelihara di wilayah selatan berbeda dengan domba yang dipelihara di wilayah utara. Daerah Cibalong, Bungbulang, Singajaya sebagian besar jenis domba yang dipelihara adalah domba lokal, dengan performa badan yang lebih kecil dari domba Garut. Di daerah selatan –karena lahan yang relatif luas, pola pemeliharaan domba dilakukan dengan cara diangon (ekstensif) atau semi intensif. Dari semua kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Garut, hanya wilayah kecamatan Cikajang, Bayongbong dan Cisurupan yang hampir semua pakan hijauannya sudah termanfaatkan. Cikajang, Bayongbong dan Cisurupan merupakan daerah budidaya sapi perah. Ketiga wilayah kecamatan tersebut sangat kecil peluangnya untuk menambah lagi ternak ruminansia besar terutama apabila tidak usaha membuka lahan baru untuk penanaman rumput unggul. Dengan kata lain ketiga kecamatan tersebut sudah jenuh untuk penambahan populasi ternak ruminansia. Wilayah kecamatan yang masih terbuka untuk pengembangan ternak ruminansia (sapi, kerbau, domba maupun kambing) adalah kecamatan Caringin, Bungbulang, Pakejeng, Cikelet, Cisompet, Peundeuy, Banjarwangi, Karangpawitan, Wanaraja, Banyuresmi, Leuwigoong, Balubur Limbangan dan Selaawi. Tujuan akhir dari pengembangan produksi peternakan adalah untuk memenuhi penyediaan pangan produk peternakan bagi masyarakat dalam takaran yang cukup sesuai dengan norma kebutuhan gizi. Pangan produk peternakan yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah daging, telur dan susu. Disamping untuk memenuhi kebutuhan gizi, produk peternakan memberikan kontribusi nyata bagi kegiatan industri, yaitu produksi kulit sapi dan kerbau serta kulit domba dan kambing.
6)   Perikanan Unggulan
Komoditas unggulan perikanan laut didominasi oleh ikan layur, kemudian diikuti oleh ikan tongkol dan kakap yang merupakan hasil tangkapan dengan alat pancing dan jaring. Produksi ikan dari Kabupaten Garut sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Garut. Tingginya jumlah ikan segar yang masuk Kabupaten Garut merupakan tantangan dan peluang pasar dalam hal peningkatan produksi ikan di Kabupaten Garut. Pengembangan komoditas perikanan darat dapat ditempuh melalui usaha penerapan teknologi tepat guna. Pemanfaatan sawah untuk areal mina padi perlu terus ditingkatkan. Begitu juga dengan pemanfaatan perairan umum, baik melalui usaha budidaya ikan dengan sistem karamba, karamba jaring apung, sistem pagar atau hampang merupakan alternatif yang dapat dikembangkan mengingat Kabupaten Garut mempunyai potensi kolam dan sungai yang cukup besar. Komoditas yang bisa dikembangkan dengan sistem ini adalah ikan mas, nilem dan nila. Tampaknya pengembangan budidaya ikan dengan kolam air deras untuk memelihara ikan mas, akan tersisih oleh sistem budidaya dengan karamba jaring apung, karena selain keunggulan pertumbuhannya juga biaya produksinya yang relatif lebih rendah. Kegiatan restocking di perairan umum perlu terus ditingkatkan dengan melibatkan masyarakat sekitar situ (kolam) atau sungai sebagai pengelola dan pengawas, sehingga dapat diatur musim penangkapannya, dan alat yang boleh dioperasikan. Budidaya udang tambak merupakan prospek yang cukup bagus untuk dikembangkan dipantai selatan Garut, hal ini didukung oleh kondisi perairan yang belum tercemar bila dibandingkan dengan perairan pantai utara Jawa. Kegiatan perikanan laut nampaknya perlu mendapat perhatian dalam rangka meningkatkan tingkat pemanfaatan dari potensi lestari ikan laut di Kabupaten Garut. Berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan potensi perikanan laut yang cukup besar ini adalah dengan pemberdayaan nelayan, peningkatan sarana dan prasarana, bantuan modal dan bimbingan. Serta penetapan kawasan pantai Garut Selatan sebagai daerah pengembangan agribisnis berbasis usaha perikanan. Komoditas unik perikanan darat dari Kabupaten Garut yang bisa dikembangkan adalah ikan nilem (Osteochilus hasselti). Kabupaten Garut merupakan sentra penghasil ikan nilem yang cukup potensial di Jawa Barat, dengan daerah Tarogong sebagai sentranya. Ikan nilem ini mempunyai beberapa keunggulan yang bisa dijadikan ikan khas Kabupaten Garut, yaitu rasanya yang gurih, potensi telurnya cukup tinggi sehingga bisa diolah menjadi berbagai produks yang mempunyai nilai jual cukup tinggi selain olahan tradisional ”pindang” yang sudah biasa dikembangkan seperti: ”Presto ikan nilem”, ”babby fish”, ”Caviar (telur) ikan nilem”. Di pesisir perairan Kabupaten Garut banyak nelayan yang mengambil rumput laut (makroalga) dari alam terutama dari genus Eucheuma, Gracillaria, Sargassum dan Gelidium. Makroalga tersebut umumnya dijual ke para bakul, sebagai bahan baku pembuat makanan, misalnya untuk agar-agar dan dodol agar. Rumput laut ini juga merupakan bahan baku untuk industri minuman, makanan dan farmasi. Sehingga komoditas rumput laut ini merupakan komoditas unggulan yang dapat dikembangkan di pesisir selatan Garut. Sampai saat ini, pengolah rumput laut terdapat di Kecamatan Cikelet sedangkan “bakul” atau pengumpul rumput laut tersebar di seluruh desa pantai mulai dari Cikelet, Cibalong, Pakenjeng, Mekarmukti dan Caringin. Metode budidaya untuk rumput laut juga, bukanlah hal yang sulit, karena berbagai teknik bisa dilakukan seperti teknik lepas dasar, long line juga budidaya rumput laut di tambak. Dengan demikian kegiatan perikanan laut yang bisa dikembangkan di pantai selatan Garut adalah kegiatan budidaya rumput laut, budidaya tambak udang dan perikanan tangkap. Kegiatan ini bisa dikembangkan di seluruh wilayah kecamatan pantai dengan sentra pengembangan adalah Kecamatan Cikelet, karena dukungan adanya Pangkalan Pendaratan Ikan Cilauteureun, alat dan armada penangkapan yang cukup besar, serta pelaku pengolahan dan pemasaran hasil.

Penutup
Sekadar catatan, hasil kerja keras pemerintah dan masyarakat serta pemangku kepentingan pada sektor pertanian, Kabupaten Garut telah meraih berbagai peghargaan sebagai prasasti keberhasilan sektor pertanian, antara lain berupa: Penghargaan Ketahanan Pangan dari Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono yang diterima Kelompok Tani “Mukti Tani” Desa Dangdeur Kecamatan Banyuresmi, Kelompok Tani “Strawbery GMT” Desa Barudua Kecamatan Malangbong, serta penghargaan “Adhikarya Pangan Nusantara” yang diraih Kelompok Tani “Desa Mandiri Pangan” Desa Cigadog Kecamatan Cikelet. Selain itu, konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) yang digagas oleh Badan Litbang Pertanian telah diimplementasikan di Desa Cimuncang Kecamatan Garut Kota. Tiga puluh rumah di Desa Cimucang dijadikan percontohan KRPL. Pekarangan rumah tersebut telah ditanami aneka sayuran, baik yang ditanaman dalam polybag secara vertikultur maupun yang ditanam di bedengan. Menteri Pertanian  DR. Ir. Suswono, MMA menilai bahwa keberadaan KRPL di Desa Cimuncang, Kabupaten Garut merupakan kelanjutan dari program KRPL Nasional yang telah di launching Presiden RI pada 13 Januari 2012 yang lalu  di Pacitan Jawa Timur.
Ayo… Garut Bangkit, Garut Berprestasi !



2 komentar: