Jumat, 05 Oktober 2012

Aksara Indung


“Peso pangot ninggang lontar, daluang katinggang mangsi”
Aksara Swara
Aksara Sunda seueurna aya 32 huruf, diwangun ku 7 aksara swara (a, é, i, o, u, e, eu); 23 aksara ngalagena (ka-ga-nga, ca-ja-nya, ta-da-na, pa-ba-ma, ya-ra-la, wa-sa-ha, fa-va-qa-xa-za,).
Aksara Ngalagena
Peryogi kauninga dina sistim tata tulis aksara Sunda Kuno, jumlah aksara ngalagena saleresna mah aya 18 huruf. Tambihan 5 lambang aksara kana sistim tata tulis aksara Sunda Baku, nyaéta: lambang aksara fa sareng va (tina aksara pa); lambang aksara qa sareng xa (tina aksara ka); teras lambang aksara za (tina aksara ja).
Angka
Di sagigireun éta, dipikawanoh ogé lambang-lambang bilangan mangrupa angka dasar anu ngabogaan ajén itungan ti mimiti enol dugi ka salapan.
Rarangkén
Lambang rarangkén aksara Sunda diwangun ku 13 rarangkén, anu cara nulisna:
·      Anu ditulis “di luhureun” lambang aksara dasar. Jumlahna 5 rarangkén, nyaéta: panghulu /i/; pamepet /e/; paneuleung /eu/; panglayar /+r/; dan panyecek /+ng/.
·      Anu ditulis “di handapeun” lambang aksara dasar. Jumlahna 3 rarangkén, nyaéta: panyuku /u/; panyakra /+ra/; panyiku /+la/.
·      Anu ditulis “sajajar” jeung aksara dasar. Jumlahna 5 rarangkén, nyaéta: panéléng /é/; panolong /o/; pamingkal /+ya/; pangwisad /+h/; pamaeh.




Hapunten upami lepat.

Senin, 01 Oktober 2012

Epigrafi

(Epigrafi, ilmu yang mempelajari tulisan kuno yang dipahatkan pada batu dan logam)

Sebelum manusia mengenal tulisan, pewarisan nilai-nilai tradisi dari generasi ke generasi dilakukan secara lisan –dengan bercerita. Namun metode bercerita ini punya kelemahan, karena tak banyak orang mampu mengingat apa yang dikatakan padanya –inilah yang mendorong manusia untuk menulis. Selama berabad-abad, terbukti tulisan sangat efektif digunakan manusia untuk menyampaikan dan menyimpan pesan. Budaya menulis muncul dari kebutuhan akuntansi. Pada milenium ke-4 SM, kegiatan perdagangan dan administrasi semakin rumit hingga membutuhkan pencatatan, dan tulisan akhirnya menjadi salah satu metode perekaman pesan terpercaya. Tulisan terus berkembang dan masih terus digunakan manusia hingga kini. Sejarah pun dimulai karena adanya rekaman tulisan –hingga bangsa Mesir kuno akhirnya menemukan kertas yang terbuat dari tanaman papirus serta kemudian bangsa Tiongkok memberi kontribusi yang penting untuk dicatat yaitu pada tahun 105, dengan hadirnya Ts’ai Lun seorang ahli pembuat kertas.

Huruf Paku (Kuneiform)
Huruf Baji (Paku) Sumeria Klasik
Kuneiform adalah salah satu jenis tulisan kuno berbentuk paku yang dituliskan di atas lempengan tanah liat; lilin; batu; dan logam. Pada umumnya arah penulisan mereka berjalan dari atas ke bawah. Garis-garis yang dibulatkan dibagi menjadi garis-garis pendek, yang lambat-laun mengambil bentuk paku. Semula huruf ini mereka buat tanda-tanda lukisan kata (berupa gambar bejana, binatang dan lain-lain) dan tanda-tanda pralambang untuk menandai seluruh kata, tetapi segera setelah itu orang beralih dari nilai pengertian sebuah kata pada tanda-tanda yang mengandung nilai ungkapan suara (suku kata). Untuk menghindarkan adanya percampuran yang sama, orang lalu menggunakan berbagai macam tanda pembedaan kelompok (tanda penentu). Akhirnya ketiga unsur tulisan itu: tanda lukisan kata, suku kata dan tanda penentu membentuk sebuah makna. Alat tulisnya berupa batang kayu atau logam yang penampangnya berbentuk segitiga. Kata "kuneiform" berasal dari bahasa Latin, cuneus yang berarti 'baji' atau 'paku' dan forma yang berarti "bentuk". Dengan demikian, kuneiform merupakan sebuah tulisan kuno yang menggunakan "huruf Paku". Tulisan ini tergolong sebagai tulisan yang rumit dan diduga hanya digunakan oleh orang-orang tertentu. Sebuah tanda pada huruf Paku merupakan satu kata, jadi untuk membentuk kata lain maka mereka menggunakan tanda yang berbeda atau menggabungkan tanda-tanda yang ada –mereka mengenal lebih dari 600 tanda. Kuneiform berkembang di daerah Sumeria (nama kuno untuk Mesopotamia selatan yang sekarang berada di Irak selatan, dekat Teluk Persia dan merupakan daerah subur diantara aliran sungai Eufrat dan sungai Tigris). Diduga, tulisan ini telah digunakan oleh orang-orang Sumeria sekitar 3.000 tahun Sebelum Masehi –hampir sejaman dengan Hieroglif yang berkembang di Mesir. Pada prakteknya yang paling awal, kuneiform diduga digunakan untuk pembukuan di istana atau kuil di daerah Sumeria. Selain itu, tulisan ini juga digunakan juga untuk aktivitas perdagangan. Dari Sumeria, kuneiform kemudian berkembang ke Akkadia –daerah di sebelah utara Sumeria. Dari sinilah, kuneiform berkembang dalam bahasa Akkadia dan digunakan secara luas di daerah Timur Tengah Kuno. Akkadia mengambil-alih huruf Paku-nya orang-orang Sumeria di dalam menulis bahasa Semit mereka sendiri –sekitar 2.350 SM. Bagi suara-suara tertentu, yang asing di dalam bahasa Sumeria, dicarikan nilai-nilai suara yang baru dalam bahasa Akkadia dengan mengambil contoh-contoh yang ada. Jumlah tanda-tanda itu lalu diperkecil lagi menjadi 325 macam dan bentuk-bentuk lukisan berubah jauh di dalam 10 abad berikutnya. Model tulisan Paku Akkadia adalah tulisan Asyur muda dari kantor pemerintahan raja Asurbanipal. Tulisan Paku Akkadia yang elastis ini kemudian dipakai untuk menulis bahasa-bahasa asing lainnya –seperti bahasa Elam, Het, dan Hurri. Kepandaian menulis bangsa Sumeria ini selain oleh bangsa Akkadia lantas ditiru oleh bangsa lain, seperti: Persia (tulisan Paku Persia kuno yang merupakan buah ciptaan hasil pikiran Darius. Menggunakan ke-41 tanda-tanda itu tidak hanya berlaku sebagai tanda suku kata, melainkan sekaligus menjadi huruf abjad); Syria; Mesir; Hittite; dan Vannic. Dan pada perkembangan selanjutnya, huruf Paku ini akan melahirkan huruf Phoenician –berasal dari kebudayaan Phoenica kuno yang tumbuh di wilayah Libanon, Syria dan Israel.
Tablet Sumeria Berhuruf Baji (Paku)

Huruf Hieroglif
Huruf Hieroglif pada Batu Mawar (Rosetta Stone)
Huruf Hieroglif dikembangkan oleh masyarakat yang mendiami Lembah Sungai Nil. Huruf ini merupakan sistem tulisan formal yang terdiri dari kombinasi elemen logograf dan alfabet dengan 700 gambar dan lambang dalam bentuk manusia; hewan; benda serta lambang tulisan yang menyerupai gambar paku yang bersifat rahasia atau teka-teki yang sukar dibaca dan dipahami maknanya. Dengan demikian, bangsa Mesir kuno di Lembah Sungai Nil ini telah mengembangkan cara menulis dengan menggunakan gambar. Sekitar tahun 2.700 SM orang Mesir kuno sudah membuat 22 bentuk Hieroglif sebagai bentuk konsonan, dan yang ke-23 nya adalah huruf vokalnya. Gambar-gambar itu disebut huruf Meroitik. Karena bentuknya yang indah, huruf itu juga digunakan sebagai hiasan. Tulisan ini disebut Hieroglif –Hieroglyph berasal dari bahasa Yunani: hieros = keramat/suci dan glyphos= ukiran/pahatan, dengan demikian Hieroglif artinya: tulisan “ukiran keramat” atau “ukiran suci”. Masyarakat Mesir kuno menggunakan Hieroglif Kursif –sistem menulis cepat Hieroglif untuk menulis sastra keagamaan pada papirus (batang tanaman air) dan kayu, tetapi kemudian Hieroglif berkembang menjadi Hieratik (digunakan oleh kalangan pendeta Mesir kuno) dan Demotik (bentuknya lebih sederhana dan digunakan oleh orang biasa). Variasi formal tulisan yang lebih kecil ini (Hieratik dan Demotik), secara teknis bukanlah merupakan Hieroglif. Pada abad ke-2, istilah Hieratik pertama kali digunakan oleh Santo Klemens dari Alexandria. Hieratik berasal dari ungkapan Yunani hieratika; arti harfiahnya "pendeta menulis", karena pada waktu itu Hieratik digunakan hanya untuk teks agama seperti yang telah terjadi untuk seribu tahun sebelumnya.
Hieroglif sudah muncul dari sebelum kesusastraan tradisi artistik Mesir kuno. Contohnya, simbol pada tembikar Gerzean dari tahun 4.000 SM menyerupai penulisan Hieroglif. Selama beberapa tahun, prasasti Hieroglif yang pertama kali diketahui adalah Narmer Palette yang ditemukan dalam penggalian di Hierakonpolis –sekarang Kawm al-Ahmar pada tahun 1890-an yang diperkirakan dibuat tahun 3.200 SM. Pada tahun 1998, tim arkeologis Jerman di bawah pimpinan Günter Dreyer pada penggalian di Abydos sekarang Umm el-Qa'ab menemukan sebuah makam dari seorang penguasa Predynastic dan menemukan 300 pahatan nama dari tanah liat dengan Proto-Hieroglyphs tertanggal pada masa Naqada IIIA dari abad ke-33 Sebelum Masehi. Kalimat pertama yang tertulis penuh dengan Hieroglif –sejauh yang ditemukan adalah kesan segel yang ditemukan di makam Seth-Peribsen yang terletak di Umm el-Qa'ab tertanggal dari dinasti kedua. Di zaman Kerajaan Tua, Kerajaan Tengah, dan Kerajaan Baru, terdapat sekitar 800 Hieroglif. Saat zaman Greco-Roman, mereka menomori lebih dari 5.000 Hieroglif. Pada abad keempat, beberapa orang Mesir akhirnya dapat membaca Hieroglif. Penggunaan Hieroglif kemudian berhenti setelah penutupan seluruh gereja non-Kristen pada tahun 391 Masehi oleh Kaisar Romawi, Theodosius I –yang tertulis dalam prasasti terakhir dari Philae sebagai The Graffito of Esmet-Akhom, tahun 396 Masehi. Penemuan Hieroglif yang paling menggemparkan dalam sejarah modern adalah penemuan Batu Rosetta pada sekitar tahun 1799 oleh seorang prajurit Napoleon Bonaparte dari Perancis. Orang yang mendapatkan kehormatan untuk menafsirkan tulisan tersebut adalah Jean Francois Champollion.

Huruf Semitik
Perbandingan Huruf Latin dengan Semitik Ibrani
Dipengaruhi penggunaan huruf Paku dari bangsa Sumeria (kemudian diadopsi oleh bangsa Babilonia) dan huruf Hieroglif dari bangsa Mesir kuno maka bangsa yang tinggal di Palestina (Kanaan) dan Semenanjung Arab mulai mengembangkan tulisan baru yang disebut huruf Semitik –jumlahnya sekitar 30 huruf dan menjadi dasar terbentuknya huruf Ibrani kuno; Yunani kuno; Sirilik; Roman; dan Arab. Pada mulanya huruf Semitik hanya terdiri atas konsonan, tetapi kemudian ditambahkan tanda baca untuk membentuk bunyi vokal. Huruf Semitik mulai digunakan sekitar tahun 1.700 – 1.500 Sebelum Masehi. Berlainan dengan huruf Paku maupun huruf Hieroglif; Hiratik; dan Demotik, huruf Semitik adalah lambang bunyi. Jadi untuk membentuk satu kata, mereka merangkai lambang-lambang bunyi –ketika digunakan oleh orang-orang Kanaan, huruf Semitik sudah berbentuk huruf yang disebut huruf Proto-Kanaan. Salah satu bahasa Semitik kuno yang masih serumpun dengan bahasa Ibrani adalah bahasa yang digunakan oleh orang Aram. Namun, seraya waktu berlalu, bahasa ini memiliki berbagai dialek (beberapa diantaranya dianggap sebagai bahasa yang berbeda) dan digunakan secara luas, terutama di Asia Barat Daya. Bahasa Aram digunakan khususnya dari milenium kedua SM sampai kira-kira tahun 500 M. Bahasa Aram –yang dahulunya disebut bahasa Khaldea, termasuk dalam keluarga bahasa Semitik Barat Laut. Walaupun jauh berbeda dengan bahasa Ibrani, bahasa Aram yang berkerabat ini mempunyai huruf-huruf yang sama namanya dengan huruf-huruf dalam bahasa Ibrani. Seperti bahasa Ibrani, bahasa Aram ditulis dari kanan ke kiri, dan pada mulanya tulisan bahasa Aram bersifat konsonantal –hanya memiliki konsonan. Bahasa Aram terpengaruh karena kontaknya dengan bahasa-bahasa lain. Dalam bahasa Aram terdapat berbagai nama tempat dan nama diri yang berasal dari bahasa Ibrani, bahasa Akkadia, dan bahasa Persia –pengaruh bahasa Ibrani dalam istilah keagamaan, pengaruh bahasa Akkadia dalam istilah politik dan finansial, dan pengaruh bahasa Persia dalam istilah yang berkaitan dengan urusan politik dan hukum membuat kosa-kata dalam bahasa Aram menjadi lebih kaya.
Selain tulisannya sama, infleksi verba, nomina, dan pronomina bahasa Aram mirip dengan bahasa Ibrani. Kata kerjanya mempunyai dua keadaan, imperfektum –menunjukkan perbuatan yang belum selesai dan perfektum –menunjukkan perbuatan yang sudah selesai. Bahasa Aram menggunakan kata benda dalam bentuk tunggal, dualis, serta jamak dan dalam dua jenis –maskulin dan feminin. Bahasa ini berbeda dengan bahasa-bahasa Semitik lain karena banyak menggunakan bunyi vokal a, dan karena hal-hal lain juga, seperti banyak menggunakan konsonan-konsonan tertentu, misalnya d daripada z dan t daripada sh.
Bahasa Aram secara umum dibagi menjadi kelompok Barat dan Timur. Namun, dari segi sejarah, orang mengakui adanya empat kelompok: Aram Kuno, Aram Resmi, Aram Levant, dan Aram Timur. Ada pendapat bahwa kemungkinan besar berbagai dialek bahasa Aram digunakan di sekitar dan di daerah Bulan Sabit Subur serta Mesopotamia selama milenium kedua SM. Aram Kuno adalah nama yang diberikan kepada bahasa pada inskripsi-inskripsi yang ditemukan di Syria bagian utara dan yang konon berasal dari abad kesepuluh sampai kedelapan SM. Namun, secara bertahap sebuah dialek baru bahasa Aram menjadi lingua franca atau bahasa internasional tambahan selama zaman Imperium Asyria, menggantikan bahasa Akkadia untuk korespondensi resmi pemerintah dengan daerah-daerah yang jauh di imperium tersebut. Mengingat penggunaannya, bentuk bahasa Aram standar ini disebut bahasa Aram Resmi. Bahasa ini terus digunakan selama masa Babilonia menjadi Penguasa Dunia (625-539 SM) dan setelah itu, selama masa Imperium Persia (538-331 SM). Terutama pada waktu itulah bahasa tersebut digunakan secara luas, karena menjadi bahasa resmi dalam pemerintahan dan bisnis di wilayah yang luas, sebagaimana diteguhkan oleh temuan-temuan arkeologis. Bahasa itu muncul dalam ringkasan-ringkasan dokumen pada lempeng-lempeng berhuruf paku; pada ostraka –pecahan tembikar berinskripsi, papirus, meterai, uang logam; pada prasasti, dan lain-lain. Artifak-artifak ini ditemukan di negeri-negeri seperti Mesopotamia, Persia, Mesir, Anatolia, Arab Utara; bahkan di daerah-daerah di sebelah utara sampai ke Pegunungan Ural; dan di sebelah timur sampai sejauh Afghanistan dan Kurdistan. Bahasa Aram Resmi masih digunakan selama periode Helenistik (323-30 SM).

Huruf Yunani
Huruf ini boleh dikatakan sebagai awal mula dari alphabet kita –kata alphabet berasal dari huruf pertama dan kedua Yunani (alpha dan beta), bangsa Ibrani menyebutnya alef dan beth, sementara bangsa Arab menyebutnya alif dan ba’. Sistem Alphabet inilah yang kemudian disempurnakan lagi oleh Bangsa Romawi untuk melahirkan Alphabet Latin –yaitu susunan huruf sempurna seperti yang kita kenal saat ini. Bentuk huruf Yunani yang sederhana dan mudah ditiru menyebabkan huruf tersebut sangat disukai. Bangsa Yunani menyusun abjadnya sendiri –terdiri dari 24 huruf dengan merombak abjad Phoenician ke dalam bentuk yang lebih teratur. Masyarakat Yunani menyempurnakannya dengan menambahkan huruf hidup seperti A/Alpha, E/Epsilon, I/Iota, O/Omicron, dan Y/Upsilon. Sekaligus memperkenalkan cara baca dari kiri ke kanan. 
Huruf Aleph (A) dan Beth (B)
Yang menarik dari sejarah Alphabet ini adalah bagaimana sebuah gambar bisa menjelma menjadi bentuk huruf. Dari gambar orang Mesir yang begitu beragam, disederhanakan hingga akhirnya si gambar hanya mewakili satu suku kata pertama dari nama benda yang digambar. Contohnya adalah huruf “A” yang kita kenal saat ini, huruf ini asalnya berupa gambar kepala banteng yang dalam bahasa Phoenicia disebut Aleph dan dalam abjad Yunani huruf ini berubah menjadi Alphajika diperhatikan, huruf A sekilas mengingatkan kita pada kepala banteng yang digambar terbalik. Huruf “B” mulanya adalah gambar bentuk rumah yang dalam bahasa Phoenicia disebut Beth, kemudian berkembang menjadi Beta dalam abjad Yunani –kalau diperhatikan, bentuk huruf B memang seperti rumah. Adanya sejarah di balik terciptanya abjad dan Alphabet ini menunjukkan bahwa terdapat begitu banyak makna yang bisa terkandung di dalam satu huruf. Huruf Yunani telah digunakan sejak akhir abad ke-9 SM atau awal abad ke-8 SM. Huruf-huruf ini juga digunakan untuk mewakili angka Yunani (nomor) sejak abad ke-2 SM.

Urutan
Huruf
Pengucapan
Huruf ke-1
Α α
Alfa
Huruf ke-2
Β β
Beta
Huruf ke-3
Γ γ
Gamma
Huruf ke-4
Δ δ
Delta
Huruf ke-5
Ε ε
Epsilon
Huruf ke-6
Ζ ζ
Zeta
Huruf ke-7
Η η
Eta
Huruf ke-8
Θ θ
Theta
Huruf ke-9
Ι ι
Iota
Huruf ke-10
Κ κ
Kappa
Huruf ke-11
Λ λ
Lamda
Huruf ke-12
Μ μ
Mu
Huruf ke-13
Ν ν
Nu
Huruf ke-14
Ξ ξ
Xi
Huruf ke-15
Ο ο
Omikron
Huruf ke-16
Π π
Pi
Huruf ke-17
Ρ ρ
Ro
Huruf ke-18
Σ σ
Sigma
Huruf ke-19
Τ τ
Tau
Huruf ke-20
Υ υ
Upsilon
Huruf ke-21
Φ φ
Phi/Phi
Huruf ke-22
Χ χ
Khi
Huruf ke-23
Ψ ψ
Psi
Huruf ke-24
Ω ω
Omega

Huruf Roman (Romawi) atau yang sering kita sebut sebagai huruf Latin memiliki jumlah 26 huruf yang diterapkan sejak abad pertengahan dan digunakan sebagai alfabet dalam bahasa Inggris kontemporer.
Huruf Latin Klasik

Huruf Kiril/Sirilik/Azbuka
Huruf Cyrillic Awal
Pada tahun 860 Masehi, seorang misionaris Yunani dari Konstantinopel yang bernama pendeta Cyrillus (santo Cyril) dan Methodius (saudaranya) mengembangkan huruf baru yang kemudian dikenal sebagai huruf Kiril/Sirilik (Cyrillic). Sepintas huruf ini ada kemiripan dengan huruf Yunani –konon mereka menciptakan huruf Kiril ketika menyebarkan agama Kristen di antara bangsa Slavia (Belarusia; Bulgaria; Makedonia; Rusia; Serbia; dan Ukraina).








Huruf Han/Hanji
Huruf Han Cina
Sejak 3.000 tahun yang lalu, masyarakat Han di Lembah Sungai Kuning Tiongkok telah mengembangkan huruf Han/Hanji atau dalam bahasa Jepang disebut Kanji. Huruf Hanji sesungguhnya berupa gambar (piktograf/logograf) dan lambang (ideograf), gabungan dua atau lebih piktograf atau ideograf dipakai untuk membentuk Hanji baru dan makna baru. Penggunaan Hanji menyebar dari Tiongkok ke Tibet; Korea; dan Jepang yang kemudian ke Vietnam dan Thailand. Bangsa Korea kemudian mengembangkan sistem penulisan sendiri yang disebut Han-Gul yang bentuknya berbeda dari Hanji. Sementara di Jepang, dikembangkan menjadi Kanji; Hiragana; dan Katakana –Hiragana dan Katakana adalah penyederhanaan Kanji.









Huruf Kanji (atas); Hiragana (bawah); Katakana (kanan) Jepang

Huruf Dewanagari
Huruf Dewanagari
Huruf Dewanagari –dari bahasa Sanskerta Devanāgarī yang bermakna: kota dewa adalah sebuah jenis huruf yang berasal dari India bagian utara. Aksara ini muncul dari huruf Brahmi dan mulai dipergunakan pada abad ke-11. Aksara ini terutama dipergunakan untuk menuliskan bahasa Hindi dan Bahasa Sanskerta –namun bahasa Sanskerta tidak mutlak ditulis menggunakan aksara ini, dapat juga ditulis dengan banyak aksara lainnya, antara lain aksara-aksara Nusantara. Di Indonesia banyak ditemukan prasasti yang berhuruf Dewanagari dan Pallawa. Kedua aksara ini berasal dari India. Pengaruh India memang begitu kuat di Indonesia pada awal abad Masehi.
Huruf Pallawa
Huruf Pegon (Arab Gundul) dan Cacarakan Hanacaraka Jawa
Aksara Sunda Kuna merupakan huruf yang berkembang di daerah Jawa Barat ada abad XIV – XVIII yang pada awalnya digunakan untuk menuliskan bahasa Sunda Kuna. Aksara Sunda Kuna merupakan perkembangan dari huruf Pallawa yang mencapai taraf modifikasi bentuk khasnya sebagaimana yang digunakan naskah-naskah lontar pada abad XVI. Penggunaan Aksara Sunda Kuna dalam bentuk paling awal antara lain dijumpai pada prasasti-prasasti yang terdapat di Astanagede Kabupaten Ciamis dan Prasasti Kebantenan yang terdapat di Kabupaten Bekasi. Keberadaan Aksara Sunda Kuna sudah begitu lama tergeser karena adanya ekspansi Kesultanan Mataram ke wilayah Priangan –kecuali Cirebon dan Banten. Pada waktu itu para menak Sunda lebih banyak menjadikan budaya Jawa sebagai anutan dan tipe ideal. Akibatnya, kebudayaan Sunda tergeser oleh kebudayaan Jawa. Bahkan banyak para penulis dan budayawan Sunda yang memakai tulisan dan ikon-ikon Jawa. Bahkan VOC pun membuat surat keputusan, bahwa aksara resmi di daerah Jawa Barat hanya meliputi: aksara Latin; aksara Pegon (Arab Gundul); dan aksara Jawa (Cacarakan) –keputusan itu ditetapkan pada tanggal 3 November 1705. Para penguasa Cirebon juga menerbitkan surat keputusan serupa pada tanggal 9 Februari 1706. Sejak saat itulah Aksara Sunda Kuno terlupakan selama berabad-abad. Masyarakat Sunda tidak lagi mengenal aksaranya –kalaupun masih diajarkan di sekolah sampai penghujung tahun 1950-an, ternyata rupanya salah kaprah. Pasalnya, yang dipelajari saat itu bukanlah Aksara Sunda Kuna, melainkan Aksara Jawa yang diadopsi dari Mataram dan disebut dengan Cacarakan.
Pada akhir Abad XIX sampai pertengahan Abad XX, para peneliti berkebangsaan asing (misalnya K. F. Holle dan C. M. Pleyte) dan bumiputra (misalnya Atja dan E. S. Ekadjati) mulai meneliti keberadaan prasasti-prasasti dan naskah-naskah tua yang menggunakan Aksara Sunda Kuna. Berdasarkan atas penelitian-penelitian sebelumnya, pada akhir Abad XX mulai timbul kesadaran akan adanya sebuah Aksara Sunda yang merupakan identitas khas masyarakat Sunda. Oleh karena itu Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat menetapkan Perda No. 6 tahun 1996 tentang Pelestarian, Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Sastra, dan Aksara Sunda yang kelak digantikan oleh Perda No. 5 tahun 2003 tentang Pemeliharaan Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah. Pada tanggal 21 Oktober 1997 diadakan Lokakarya Aksara Sunda di Kampus Unpad Jatinangor yang diselenggarakan atas kerjasama Pemda Tk. I Jawa Barat dengan Fakultas Sastra Unpad. Kemudian hasil rumusan lokakarya tersebut dikaji oleh Tim Pengkajian Aksara Sunda. Dan akhirnya pada tanggal 16 Juni 1999 keluar Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 343/SK.614-Dis.PK/99 yang menetapkan bahwa hasil lokakarya serta pengkajian tim tersebut diputuskan sebagai Aksara Sunda Baku.
Huruf Brahmi
Pada awal tahun 2000-an pada umumnya masyarakat Jawa Barat hanya mengenal adanya satu jenis aksara daerah Jawa Barat yang disebut sebagai Aksara Sunda. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa setidaknya ada empat jenis aksara yang menyandang nama Aksara Sunda, yaitu Aksara Sunda Kuna, Aksara Sunda Cacarakan, Aksara Sunda Pegon, dan Aksara Sunda Baku. Dari empat jenis Aksara Sunda ini, Aksara Sunda Kuna dan Aksara Sunda Baku dapat disebut serupa tapi tak sama. 
Aksara Sunda Baku merupakan modifikasi Aksara Sunda Kuna yang telah disesuaikan sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk menuliskan bahasa Sunda kontemporer. Penyesuaian itu antara lain didasarkan atas pedoman sebagai berikut:
·      Bentuknya mengacu pada Aksara Sunda Kuna sehingga keasliannya dapat terjaga;
·      Bentuknya sederhana agar mudah dituliskan;
·      Sistem penulisannya berdasarkan pemisahan kata demi kata;
·      Ejaannya mengacu pada bahasa Sunda mutakhir agar mudah dibaca.

Huruf Ngalagena; Angka; dan Huruf Swara Sunda
Modifikasi tersebut meliputi penambahan huruf (misalnya huruf va dan fa), pengurangan huruf (misalnya huruf re pepet dan le pepet), dan perubahan bentuk huruf (misalnya huruf na dan ma).
Saat ini Aksara Sunda Baku mulai diperkenalkan kepada umum antara lain melalui beberapa acara kebudayaan daerah yang diadakan di Bandung. Selain itu, Aksara Sunda Baku juga digunakan pada papan nama Museum Sri Baduga, Kampus Yayasan Atikan Sunda dan Kantor Dinas Pariwisata Daerah Kota Bandung. Langkah lain juga diambil oleh Pemkot Tasikmalaya yang menggunakan Aksara Sunda Baku pada papan nama jalan-jalan utama di kota tersebut.
Namun demikian, setidaknya hingga akhir tahun 2007 Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Jawa Barat belum juga mewajibkan para siswa untuk mempelajari Aksara Sunda Baku sebagaimana para siswa tersebut diwajibkan untuk mempelajari Bahasa Sunda. Langkah memperkenalkan aksara daerah mungkin akan dapat lebih mencapai sasaran jika Aksara Sunda Baku dipelajari bersamaan dengan Bahasa Sunda. Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Lampung dan Provinsi Jateng telah jauh-jauh hari menyadari hal ini dengan mewajibkan para siswa Sekolah Dasar yang mempelajari bahasa daerah untuk juga mempelajari aksara daerah.
Rarangken



Mugia aya manfaatna.