Selasa, 23 Juni 2015

Uang Kulit Kayu



Bukan suatu kebetulan bila percetakan; pembuatan kertas; dan uang kertas, mula-mula muncul di Cina. Pada abad pertama atau kedua Masehi, Ts’ai Lun konon membuat kertas pertama dari “kulit kayu pohon murbei” yang daunnya digunakan sebagai pakan ulat untuk industri sutera Cina yang menguntungkan. Penemuan dan penyebaran uang kertas di Cina, menandai langkah besar ke depan dalam kontrol pemerintah atas persedian uang. Sebuah perkembangan yang hanya bisa ditemukan dalam sebuah imperium besar dengan penguasa yang kuat untuk memberlakukan kehendak negara atas perekonomian, bahkan hingga tingkatan menghukum mati warga negara yang berani menentang kebijakan moneternya. Penggunaan uang kertas di Cina, disebut-sebut sudah dilakukan pada masa Dinasti T’ang. Meski beberapa ilustrasi mengenai hal itu masih bisa dijumpai, namun contoh-contoh dari era itu tidak ditemukan.
Uang kertas "Kwan" dengan segel merah menyala milik kaisar

Uang Token
Dalam sebagian besar sejarah Cina, pemerintahan kaisar menerbitkan token –uang tanda sederhana –biasanya dikenal sebagai kas dan terbuat dari kuningan atau tembaga. Token ini mempunyai lubang segi empat di tengahnya, sehingga bisa direnteng menjadi satu sampai sebanyak seratus token. Karena kas itu terlalu berat –dan bagaimanapun juga cuma “simbolis”, maka hanya perlu langkah kecil untuk membuat gambar kas pada secarik kertas. Gambar itu bisa mewakili seribu atau bahkan sepuluh ribu koin.
Tidak seperti teknologi logam, penemuan kertas dan penyebaran teknologi pembuatan kertas datang relatif terlambat dan menyebar dengan lambat pula. Bangsa kuno Mediterania, menggunakan perkamen –yang dibuat dari kulit domba untuk mencatat informasi. Untuk beberapa saat –selama era Hellenistik dan zaman imperium Romawi, papirus diekspor dari Mesir yang digunakan sebagai bahan sederhana tulis-menulis. Namun, papirus tidak cukup tahan lama untuk digunakan sebagai uang kertas.
Dengan menggunakan uang kertas dan token kuningan/tembaga –bukannya koin emas/perak, pihak berwenang Cina tidak mengenal kecemasan soal kemurnian koin-koin mereka. Di sini jelas terdapat perbedaan mendasar, antara sistem moneter Cina dengan yang berkembang di Mediterania. Pemberlakuan uang kertas di Cina dimaksudkan agar pemerintah bisa memonopoli emas dan perak, sedangkan di Mediterania dirancang untuk meningkatkan aliran barang. Di Cina, uang kertas mengalir dari ibukota ke provinsi-provinsi. Sementara, emas dan perak mengalir ke arah sebaliknya. Uang kertas berfungsi sebagai bagian dari sistem upeti, dan mengontrol perkembangan perdagangan yang sehat.

Uang Murbei
Dari semua adat kebiasaan asing yang dijumpai Marco Polo sepanjang perjalanannya ke Asia pada abad XIII, tak ada apapun yang lebih mencengangkannya daripada kekuasaan negara untuk memproduksi uang kertas dan memaksakan pemberlakuannya di seluruh imperium. Para-birokrat Cina membuat uang kertas dari kulit kayu pohon murbei, setelah dicap dengan segel merah menyala milik kaisar, maka kertas-kertas itu menyandang nilai penuh emas atau perak. Uang kertas Cina itu, lebarnya sama dengan “serbet”. Selembar uang kertas –senilai dengan seribu koin, berukuran 9 x 13 inci. Meski bukan main besar ukurannya, namun uang kertas itu sangat ringan –dan karena itu, merupakan kemajuan luar biasa ketimbang koin yang seribu kepingnya saja sudah berbobot kurang lebih delapan pon.
Penggunaan uang kertas di Cina, mencapai puncak pada masa pemerintahan kaisar-kaisar Mongol. Mereka memandang kertas sebagai aset yang sangat berharga, dan sebagai uang, membuat pemungutan pajak menjadi lebih mudah –karena mengurangi kebutuhan mengangkut koin-koin yang berat dalam jumlah banyak.
Pada tahun 1273, Kubilai Khan menerbitkan serangkaian uang kertas baru, yang ditopang dan dikendalikan oleh negara. Untuk memaksakan berlakunya, ia menggunakan metode yang pada hakikatnya sama dengan yang harus dipakai oleh semua pemerintahan, yakni: ia hanya melakukan pembayaran dalam bentuk uang kertas dan mewajibkan siapa saja untuk menerimanya sebagai pembayaran dengan ancaman hukuman berat kalau menolak. Untuk memastikan pemakaian uang kertas dalam lingkaran yang lebih luas, pemerintah Cina menyita seluruh emas dan perak parawarga dan memberi mereka uang kertas sebagai gantinya. Tidak hanya itu, parasaudagar yang tiba dari luar negeri pun harus menyerahkan emasnya –termasuk perak; permata; dan mutiara mereka kepada pemerintah dengan nilai yang ditetapkan oleh sebuah dewan birokrat saudagar. Parasaudagar itu kemudian menerima uang kertas keluaran pemerintah, sebagai gantinya.
Marco Polo melihat dengan jelas bahwa sistem uang kertas ini hanya bisa berjalan, bila ada sebuah pemerintah pusat yang kuat dan mampu “memaksakan kehendaknya” terhadap siapa saja yang berada di wilayahnya. Pengamatan serupa tentang kekuasaan pemerintah atas uang kertas, juga disampaikan oleh musafir Maroko bernama: Muhammad ibn Batutah –yang mengunjungi Cina tahun 1345. Ia melaporkan, betapa mustahilnya membayar dengan koin emas atau perak di pasar-pasar Cina. Ia juga menuturkan, bahwa setiap saudagar luar negeri yang berdagang di Cina, diharuskan menyimpan semua uangnya kepada seorang pejabat. Di akhir masa tinggal si saudagar, pejabat tadi mengembalikan uang yang menjadi hak si saudagar saat ia bertolak meninggalkan Cina. Ibn Batutah menggambarkan Cina sebagai negara yang “paling aman” di dunia, bagi parapedagang. Tidak peduli betapa jauh parapedagang bepergian atau berapa pun banyaknya uang kertas yang mereka bawa, mereka hampir tidak pernah dibegal. Untuk menciptakan tingkat keamanan seperti itu, pemerintah Cina mengoperasikan kepolisian negara layaknya polisi modern. Parabirokrat membuat sketsa detail potret semua pedagang asing, sehingga gambar mereka bisa diedarkan dengan cepat.
Saat ini, tidak ada salinan uang kertas Mongol yang bisa ditemukan. Tetapi, berbagai museum memamerkan sisa-sisa uang kertas “Kwan” yang diterbitkan oleh parapengganti penguasa Mongol, Dinasti Ming, antara tahun 1368 hingga 1399. Orang Cina, kemudian meninggalkan sistem uang kertas mereka. Sistem ini, tidak mucul lagi sebelum fajar abad ke-20 dan kolonisasi perekonomian Cina oleh berbagai imperium Eropa.


***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar