Minggu, 20 April 2014

Pledoi Indonesia Menggugat 2


Sel Nomor 5 Penjara Banceuy, Bandung.

Merupakan bagian kedua dari 6


Balapan cari jajahan di zaman imperialisme-modern
Dan tatkala kapitalisme-modern beranak imperialisme-modern, maka kita menjadi saksi atas “balapan cari jajahan” yang seolah-olah tiada berhingga! Kini orang Inggris sudah bisa mengusir bangsa Prancis dan Portugis dan Belanda dari India. Tiada musuh besar-besar lagi yang menghalang-halangi menjalarnya imperialismenya, tiada hingganya lagi bendera Inggris ditanam di mana-mana, tidak puas-puasnya kehausan kapitalisme Inggris mencari dan meminum sumber-sumber kekayaan di luar pagar dari “the Empire” sendiri, tiada suatu benua yang tak mendengar dengungnya pekik perjuangan imperialisme Inggris:
“Tatkala Inggris demi sabda Gusti, Menjelma dari samudera biru, Itu memanglah haknya negeri, Dan bidadari menyanyikan lagu: Perintahlah, Inggris, Perintahlah ombak! Bangsa Inggris tak kan menjadi budak!”
India takluk, Singapur dan Malaka diduduki, Tiongkok direbut haknya menetapkan beya dan hak-hak exterritorial, dan dibikin “daerah pengaruh” dengan jalan keras dan jalan “halus”, Mesir “dilindungi”, Mesopotamia “dimandati”, –Hongkong, kepulauan Fiji, India Barat, kepulauan Falkland, Gibraltar, Malta, Cyprus, Afrika. . . Imperialisme Inggris seolah-olah tidak puas-puasnya! Dan negeri-negeri lain? Negeri-negeri lain pun ikut dalam balapan ini: Prancis menjejakkan kakinya di Afrika Utara, di Indo-China, di Martinique, di Guadeloupe, di Reunion, di Guyana, di Somali, di Nieuw Caledonia, –Amerika merebut Cuba, Portoriko, Filipina, Hawaii, dll., –Jerman melancar-lancarkan tangan imperialisme ke pulau Marshall, ke Afrika Barat-Timur, ke Togo, ke Kamerun, kepulau-pulau Karolina, ke Kiautsjau, ke kepulauan Mariana, geerperkara Marokko dll., –Italia sibuk memperusahakan daerah pendudukannya Assab dekat selat Bab El Mandeb, mengatur kekuasaannya di Afrika Utara, mengambil Kossala, mencoba menaklukkan Abessinia, mengaut-ngaut di Tripoli dll. pula. Bahwasanya, balapan mencari jajahan yang ktia alami dalam zaman kapitalisme-modern itu, yang mengaut-ngaut ke kiri dan ke kanan dan memasang mulut serta mengulur-ngulur kukunya sebagai Maha-Kala yang angkara murka,–balapan mencari jajahan ini tidak ada bandingannya di seluruh riwayat manusia.
Jepang
Dan di Asia sendiripun, imperialisme-modern itu membuktikan asal-turunannya: asal-turunan dari kehausan-kehausan ekonomi, anak dari kapitalisme, yang di dalam lingkungan rumah tangga sendiri kekurangan lapang usaha. Di atas sudah kami katakan, bahwa imperialisme itu bukan tabeat bangsa kulit putih saja, bukan “kejahatan hati” kulit putih saja: –Bukan saja imperialisme-modern, tapi juga imperialisme-tua kita dapati pada bangsa manapun juga. Kita ingat akan imperialisme bangsa Tartar yang di dalam abad ke-13 dan ke-14 sebagai “angin simun” menaklukkan sebagian besar benua Asia; kita ingat akan imperialisme bangsa-bangsa Aria, Machmud Gazni dan Barber yang memasuki negeri India; kita ingat akan imperialisme Sriwijaya yang menaklukkan pulau-pulau sekelilingnya; kita ingat akan imperialisme Majapahit, yang menguasai hampir semua kepulauan Indonesia beserta Malaka. Tetapi imperialisme-modern Asia baru kita lihat pada negeri Jepang tempo akhir-akhir ini; imperialisme-modern di Asia adalah suatu “barang baru”, suatu unicum, suatu nieuwigheid; memang hanya negeri Jepang saja dari negeri-negeri Asia yang sudah masuk kedalam kapitalisme-modern itu. Kapitalisme-modern Jepang yang butuh akan minyak tanah dan arang batu, kapitalisme-modern Jepang yang juga membangkitkan tambahnya penduduk yang deras sekali sehingga melahirkan nafsu mencari negeri-negeri emigrasi, –kapitalisme-modern Jepang itu membikin rakyat Jepang lupa akan kesatriaannya dan menanamkan kuku-kuku cengkramannya di semenanjung Sachlin dan Korea dan Mancuria. Nama “kampiunnya bangsa-bangsa Asia yang diperbudak”, nama itu adalah suatu barang bohong, suatu barang dusta, suatu impian kosong bagi nasionalis-nasionalis kolot, yang mengira bahwa Jepanglah yang akan membentak imperialisme Barat dengan dengungan suara: “Berhenti!”—Bukan membentak “Berhenti!”, tetapi dia sendirilah ikut menjadi belorong imperialisme yang angkara murka! Dia sendirilah yang ikut menjadi hantu yang mengancam keselamatan negeri Tiongkok, dia sendirilah yang nanti di dalam pergaulan mahahebat dengan belorong-belorong imperialisme Amerika dan Inggris ikut membahayakan keamanan dan keselamatan negeri-negeri sekeliling Lautan Teduh, dia sendirilah salah satu belorong yang nanti akan perang tanding di dalam perang Pasifik!

Wujud balapan sekarang
“Wujud cari jajahan” di dalam bagian kedua dari abad ke-19, mula-mula adalah suatu balapan antara negeri-negeri Eropa saja. Tetapi sesudah di dalam balapan ini negeri Inggris menjadi yang paling depan, susudah kapitaisme Inggris di dalam imperialismenya bisa membelakangkan sekalian musuh-musuhnya, sesudah John Bull boleh berjanji “Perintahlah, Inggris, perintahlah ombak”, sesudah itu masuklah dua kampiun baru di dalam gelanggang imperialisme dan menjadilah balapan ini di dalam abad ke-20 suatu balapan baru antara Inggris, Amerika dan Jepang, suatu balapan baru untuk mengejar kekuasaan di atas negeri mahakaya yang sampai sekarang belum bisa “terbuka” seluas-luasnya itu, yakni negeri Tiongkok! Perebutan kekuasaan di Tiongkok inilah kini menjadi nyawa persaingan antara belorong-belorong imperialisme yang tiga itu, perebutan kekuasaan di Tiongkok kini menjadi pokok politik luar negeri Jepang, Amerika dan Inggris. Siapa kuasa di Tiongkok, dialah akan kuasa pula seluruh daerah Pasifik. Siapa yang menggenggam rumah tangga Tiongkok, dialah yang akan menggenggam pula segala urusan rumah tangga seluruh dunia Timur, baik tentang ekonomi maupun tentang militer. Oleh karena itu, Tuan-tuan Hakim, negeri Tiongkok itu akan diperebutkan mati-matian oleh belorong-belorong tadi, diperjuangkan mati-matian di peperangan Lautan Teduh! Tentang propaganda kami berhubung dengan bahaya perang Lautan Teduh itu, akan kami uraikan lebih lebar di lain tempat.

Imperialisme-tua dalam hakekatnya tak beda
Begitulah artinya imperialisme-modern.
Dan artinya imperialisme-tua?
Imperialisme-tua, sebagai yang kita alami dalam abad-abad sebelum bagian kedua abad ke-19, imperialisme-tua dalam hakekatnya adalah sama dengan imperialisme-modern: nafsu, keinginan, cita-usaha, kecenderungan, sistem untuk menguasai atau mempengaruhi rumah tangga negeri lain atau bangsa lain, nafsu untuk melancarkan tangan keluar pagar negeri sendiri. Sifatnya lain, azas-azasnya lain, penglahirannya lain, –tapi hakekatnya sama! Di dalam abad-abad yang pertama atau di dalam abad ke-19, didalam abad ke-16 atau ke-20,–kedua-duanya adalah imperialisme! Imperialisme, –begitulah kami katakan tadi–, terdapat pada semua zaman! Ya, sebagai Prof. Jos. Schumpeter katakan:
“sama tuanya dengan dunia,–nafsu yang tiada berhingga dari suatu negara untuk meluaskan daerahnya dengan kekerasan keluar batas-batasnya menurut alam”.
Imperialisme mana juga yang kita ambil, imperialisme-tua atau imperialisme-modern,–bagaimana juga kita bulak-balikkan, darimana juga kita pandang,–imperialisme tetap suatu faham, suatu nafsu, sesuatu sistem,–dan bukan amtenar B.B., bukan pemerintahan, bukan gezag, bukan bangsa Belanda, bukan bangsa asing manapun juga,–pendek kata bukan badan, bukan manusia, bukan benda atau materi!

Azas imperialisme itu urusan rezeki
Nafsu, kecenderungan, keinginan atau sistem ini sejak zaman purbakala sudah menimbulkan politik luar negeri, menimbulkan perseteruan dengan negeri lain, menimbulkan perlengkapan senjata darat dan senjata armada, menimbulkan perampasan-perampasan negeri asing, menimbulkan jajahan-jajahan yang mengambil rezekinya,–dalam di dalam zaman modern ia menimbulkan “Bezugländer”, yakni tempat mengambil bekal industri, menimbulkan daerah-daerah pasaran bagi hasil-hasil industri itu, menimbulkan lapangan bergerak bagi modal yang tertimbun-timbun…, menimbulkan “daerah pengaruh”, menimbulkan “protektorat-protektorat”, menimbulkan “negeri-negeri mandat” dan “tanah jajahan” dan bermacam-macam “lapangan usaha” yang lain, sehingga imperialisme adalah juga bahaya bagi negeri-negeri yang merdeka. Baik “daerah-daerah pengaruh”, maupun “negeri-negeri mandat”, baik “protektorat” maupun “tanah jajahan”,–semua terjadinya begitu, sebagai ternyata pula dari dalil-dalil kami tadi, untuk mencari rezeki atau untuk menjaga penarikan rezeki, semuanya ialah hasil keharusan-keharusan ekonomi. Partai Nasional Indonesia menolak semua teori yang mengatakan bahwa asal-asal penjajahan dalam hakekatnya bukan pencarian rezeki, menolak semua teori yang mengajarkan, bahwa sebab-sebab rakyat Eropa dan Amerika mengembara di seluruh dunia dan mengadakan tanah-tanah jajahan di mana-mana itu, ialah oleh keinginan mencari kemashuran, atau oleh keinginan kepada segala yang asing, atau oleh keinginan menyebarkan kemajuan dan kesopanan. Teori Gustav Klemm yang mengajarkan, bahwa menyebarnya “bangsa menang” ke mana-mana itu selain oleh nafsumencari kekayaan ialah didorong pula oleh “nafsu mencarikemashuran”, “nafsu mencari keakuran”, “nafsu melihat negeri asing”, “nafsu mengembara merdeka”, atau teori Prof. Thomas Moon yang mengatakan, bahwa imperialisme itu selain berazas ekonomi juga adalah berazas nasionalisme dll., sebagai diutarakan dalam bukunya “Imperialism and World-politics”,–teori-teori itu buat sebagian besar kami tolak sama sekali. Tidak! Bagi Partai Nasional Indonesia penjajahan itu asal-asalnya yang dalam dan azasi, ialah nafsu mencari benda, nafsu mencari rezeki belaka.
“Asal penjajahan yang pertama-tama hampir selalu ialah tambah sempitnya keadaan penghidupan di negeri sendiri”, begitu Prof. Dietrich Schäfer menulis, dan Dernburg, Kolonial Direktor negeri Jerman sebelum perang, dengan terus terang mengakui pula:
“Penjajahan ialah usaha mengolah tanah, mengolah harta-harta di dalam tanah, mengolah tanam-tanaman, mengolah hewan-hewan dan terutama mengolah penduduk, untuk keuntungan keperluan ekonomi dari bangsa yang menjajah”…..
O… memang, Tuan-tuan Hakim, penjajahan membawa pengetahuan, penjajahan membawa kemajuan, penjajahan mebawa kesopanan. Tetapi yang sedalam-dalamnya ialah urusan rezeki, atau sebagai Dr. Abraham Kuyper menulis dalam bukunya “Antirevolutionaire staatkunde”:–“suatu urusan perdagangan”, “een mercantiele betrekking”!
“Jajahan-jajahan dengan tiada pembentukan keluarga sendiri yang menetap, memberi kesempatan menyuburkan penghasilan negeri bumi putera, menggali tambang-tambang, menjualkan barang kita di situ dan sebaliknya mencarikan pasar di negeri-negeri kita buat barang-barang dari tanah jajahan itu, tapi perhubungan adalah tetap perhubungan ekonomi. Yang dipentingkan ialah pembukaan tambang-tambang, pembikinan barang-barang, perhubungan pasar dan perdagangan seberang lautan, tapi bahkan dalam hal bahasa dan adat istiadat, dan terutama dalam hal agama, bangsa yang menjajah itu bisa mengasingkan diri sama sekali dari rakyat yang dijajahnya. Perhubungan adalah perhubungan perdagangan dan tetap demikian sifatnya, yang mengayakan negeri yang menjajah dan tidak jarang membikin miskin negeri yang dijajah”.
Dan Brailsford di dalam bukunya yang paling baru berkata:
“Imperialisme itu telah memahatkan sejarahnya yang indah tentang keberanian dan kehebatannya dalam hal organisasi di dalam kulit bumi sendiri, dari Siberia yang ditutupi es sampai ke gurun-gurun pasir di Afrika-Selatan.
Tapi hadiah-hadiah pendidikan, rangsang-rangsang kecendikiaan dan pemerintahan yang lebih berperikemanusiaan yang turut dibawanya, senantiasa hanyalah barang-barang sisa dari kegiatannya yang angkara murka. Menganugerahkan hadian-hadiah ini, jarang-jarang, barangkali juga tidak pernah, menjadi alasan pioner-pionernya yang kuat-kuat itu. Kalaupun mereka itu mempunyai sesuatu alasan, yang agak luhur dari keuntungan kebendaan, maka alasan itu ialah untuk kemuliaan dan kebesaran negeri induk. Tapi nafsu yang mendorong mereka pergi ke “tempat-tempat yang bermandikan cahaya matahari” itu, biasanya ialah keinginan untuk memonopoli suatu pasar bahan-bahan mentah, atau perhitungan yang lebih rendah lagi, bahwa di situ banyak terdapat tenaga buruh yang murah dan tidak tersusun dalam organisasi, sedia untuk dipergunakan. Kalau bukan semua ini yang menjadi alasan, maka yang menjadi alasan ialah perhitungan yang bersumber kepada saling pengaruh antara kepentingan kebendaan dan keadaan-keadaan ilmu bumi. . . . Kesopanan menghasilkan suatu keenakan, yang jelas sekali mengabdi kepada maksud-maksud kita sendiri”. Tidakkah karena itu, benar sekali kalau Prof. Anton Menger menulis:
“Tujuan penjajahan yang sesungguhnya iala memeras keuntungan dari suatu bangsa, yang lebih rendah tingkat kemajuannya; di masa orang rajin beramal ibadat tujuan ini dibungkus dengan perkataan untuk “Agama Kristen” dan di zaman kemajuan dengan perkataan untuk “kesopanan” orang Inlander”, atau kalau Friedrich Engels bersenda gurau: “Bangsa Inggris selamanya mengatakan Agama Kristen, tapi maksudnya ialah kapas”?
Nafsu akan rezeki. Tuan-tuan Hakim, nafsu akan rezekilah yang menjadi pendorong Colombus menempuh samudera Atlantik yang luas itu; nafsu akan rezekilah yang menyuruh Bartholomeus Diaz dan Vasco da Gama menentang hebatnya gelombang samudera Hindia; pencarian rezekilah yang menjadi “noordster” dan “kompas”nya Admiraal Drake, Magelhaens, Heemskerck atau Cornelis de Houtman. Nafsu akan rezekilah yang menjadi nyawanya kompeni di dalam abad ke-17 dan ke-18; nafsu akan rezekilah pula yang menjadi sendi-sendinya balapan cari jajahan dalam abad ke-19, yakni sesudah kapitalisme-modern menjelma di Eropa dan Amerika.

Lapangan imperialisme-tua
Sebelum zaman kapitalisme-modern itu, bahasa Inggris sudah menguasai sebagian dari Amerika, sebagian dari India, sebagian dari Australia dan lain-lain, yakni sudah menaruh sendi-sendi “British Empire” nantinya, –sudahlah bangsa Prancis menguasai sebagian pula dari Amerika dan sebagian juga dari India,–sudahlah bangsa Portugis mengibarkan benderanya di Amerika Selatan dan dibeberapa tempat di seluruh Asia,–sudahlah bangsa Spanyol menguasai Amerika Tengah dan kepulauan Filipina,–sudahlah bangsa Belanda menduduki Afrika Selatan, beberapa bagian kepulauan Indonesia, terutama Maluku, Jawa, Sulawesi Selatan dan Sumatera. Sudahlah di zaman itu kita melihat hebatnya tenaga berusaha dari nafsu mencari rezeki tadi, yakni tenaga berbuat yang kuat dari imperialisme-tua!


***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar