PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN
NASIONAL
NOMOR 63 TAHUN 2009
TENTANG
SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
Menimbang : a. bahwa pendidikan nasional menjadi tanggung
jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dan oleh
karena itu penjaminan mutu pendidikan menjadi tanggung jawab bersama ketiga
unsur tersebut;
b. bahwa penjaminan mutu pendidikan perlu terus
didorong dengan perangkat peraturan perundang-undangan yang memberikan arah
dalam pelaksanaannya;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
2.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
3.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);
4.
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4774);
5.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4916);
6.
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 10, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4965);
7.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5038);
8.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);
9.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun
2008 tentang Wajib Belajar (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4863);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun
2008 tentang Pendanaan Pendidikan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4864);
12. Peraturan Pemerintah 74 Tahun 2008
tentang Guru (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 194, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4941);
13. Peraturan Pemerintah 37 Tahun 2009
tentang Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 76, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5007);
14. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara
Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2008;
15. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai
Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu, sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 77/P Tahun 2007;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG SISTEM PENJAMINAN MUTU
PENDIDIKAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Batasan Istilah
Pasal 1
Dalam peraturan menteri ini yang dimaksud dengan:
1.
Mutu pendidikan adalah
tingkat kecerdasan kehidupan bangsa yang dapat diraih dari penerapan Sistem
Pendidikan Nasional.
2.
Penjaminan mutu pendidikan
adalah kegiatan sistemik dan terpadu oleh satuan atau program pendidikan,
penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah daerah, Pemerintah,
dan masyarakat untuk menaikkan tingkat kecerdasan kehidupan bangsa melalui
pendidikan.
3.
Sistem Penjaminan Mutu
Pendidikan yang selanjutnya disebut SPMP adalah subsistem dari Sistem
Pendidikan Nasional yang fungsi utamanya meningkatkan mutu pendidikan.
4.
Standar Pelayanan Minimal
bidang pendidikan yang selanjutnya disebut SPM adalah jenis dan tingkat
pelayanan pendidikan minimal yang harus disediakan oleh satuan atau program
pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten atau
kota sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi,
dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
5.
Standar Nasional Pendidikan yang selanjutnya disebut SNP adalah
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan dan peraturan perundangan lain yang relevan.
6.
Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan yang selanjutnya disebut LPMP adalah unit pelaksana teknis
Departemen Pendidikan Nasional sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 7 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 66 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan Sumatera Barat, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Jawa Tengah, dan
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Sulawesi Selatan.
7.
Balai Pengembangan Pendidikan
Nonformal dan Informal yang selanjutnya disebut BPPNFI adalah unit pelaksana
teknis Departemen Pendidikan Nasional sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal.
8.
Pusat Pengembangan
Pendidikan Nonformal dan Informal yang selanjutnya P2PNFI adalah unit pelaksana
teknis Departemen Pendidikan Nasional sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Pusat Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal.
9.
Badan Standar Nasional
Pendidikan yang selanjutnya disebut BSNP
adalah sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
10.
Badan Akreditasi Nasional
Perguruan Tinggi yang selanjutnya
disebut BAN-PT adalah sebagaimana
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
11.
Badan Akreditasi Nasional
Sekolah/Madrasah yang selanjutnya
disebut BAN-S/M adalah sebagaimana
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
12.
Badan Akreditasi Nasional
Pendidikan Nonformal yang
selanjutnya disebut BAN-PNF adalah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan.
13.
Badan akreditasi provinsi yang selanjutnya disebut BAP adalah
sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
14.
Departemen adalah
departemen yang menangani urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.
15.
Menteri adalah menteri yang
menangani urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.
Bagian Kedua
Tujuan Penjaminan Mutu Pendidikan
Pasal 2
(1)
Tujuan akhir penjaminan
mutu pendidikan adalah tingginya kecerdasan kehidupan manusia dan bangsa
sebagaimana dicita-citakan oleh Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang dicapai melalui penerapan SPMP.
(2)
Tujuan antara penjaminan mutu pendidikan adalah
terbangunnya SPMP termasuk:
a. terbangunnya budaya mutu pendidikan formal, nonformal, dan/atau
informal;
b. pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas dan proporsional
dalam penjaminan mutu pendidikan formal dan/atau nonformal pada satuan atau
program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah kabupaten atau kota, pemerintah provinsi, dan Pemerintah;
c. ditetapkannya secara nasional acuan mutu dalam penjaminan mutu
pendidikan formal dan/atau nonformal;
d. terpetakannya secara nasional mutu pendidikan formal dan
nonformal yang dirinci menurut provinsi, kabupaten atau kota, dan satuan atau program pendidikan;
e. terbangunnya sistem informasi mutu pendidikan formal dan
nonformal berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang andal, terpadu, dan
tersambung yang menghubungkan satuan atau program pendidikan, penyelenggara
satuan atau program pendidikan, pemerintah
kabupaten atau kota, pemerintah
provinsi, dan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Paradigma dan Prinsip Penjaminan Mutu Pendidikan
Pasal 3
(1)
Penjaminan mutu pendidikan menganut paradigma:
a.
pendidikan untuk semua yang bersifat inklusif dan
tidak mendiskriminasi peserta didik atas dasar latar belakang apa pun;
b.
pembelajaran sepanjang hayat berpusat pada peserta
didik yang memperlakukan, memfasilitasi, dan mendorong peserta didik menjadi
insan pembelajar mandiri yang kreatif, inovatif, dan berkewirausahaan; dan
c.
pendidikan untuk perkembangan, pengembangan,
dan/atau pembangunan berkelanjutan (education
for sustainable development), yaitu pendidikan yang mampu mengembangkan
peserta didik menjadi rahmat bagi sekalian alam.
(2)
Penjaminan mutu pendidikan
dilakukan atas dasar prinsip:
a. keberlanjutan;
b. terencana dan sistematis, dengan kerangka waktu dan
target-target capaian mutu yang jelas dan terukur dalam penjaminan mutu
pendidikan formal dan nonformal;
c. menghormati otonomi satuan pendidikan formal dan nonformal;
d. memfasilitasi pembelajaran informal masyarakat berkelanjutan
dengan regulasi negara yang seminimal
mungkin;
e. SPMP merupakan sistem terbuka yang terus disempurnakan secara
berkelanjutan.
Bagian Keempat
Cakupan Penjaminan Mutu Pendidikan
Pasal 4
(1)
Tingginya kecerdasan
kehidupan manusia dan bangsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
mengacu pada mutu kehidupan manusia dan bangsa Indonesia yang komprehensif dan
seimbang yang mencakup sekurang-kurangnya:
a.
mutu keimanan, ketakwaan,
akhlak, budi pekerti, dan kepribadian;
b.
kompetensi intelektual, estetik, psikomotorik,
kinestetik, vokasional, serta kompetensi kemanusiaan lainnya sesuai dengan
bakat, potensi, dan minat masing-masing;
c.
muatan dan tingkat kecanggihan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni yang mewarnai dan memfasilitasi kehidupan;
d.
kreativitas dan inovasi
dalam menjalani kehidupan;
e.
tingkat kemandirian serta daya saing, dan
f.
kemampuan untuk menjamin keberlanjutan diri dan
lingkungannya.
(2)
Penjaminan mutu pendidikan
meliputi:
a.
penjaminan mutu pendidikan
formal;
b.
penjaminan mutu pendidikan
nonformal; dan
c.
penjaminan mutu pendidikan
informal.
Bagian Kelima
Pembagian Peran dalam Penjaminan Mutu Pendidikan
Pasal 5
Penjaminan mutu pendidikan formal dan nonformal dilaksanakan oleh satuan atau program pendidikan.
Pasal 6
(1)
Penyelenggara satuan atau program pendidikan wajib
menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk terlaksananya penjaminan mutu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
(2)
Penyelenggara satuan atau program pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
penyelenggara satuan atau program pendidikan
masyarakat;
b.
pemerintah kabupaten atau kota;
c.
pemerintah provinsi;
d.
Pemerintah.
(3)
Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf d terdiri dari: Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, dan
kementerian/lembaga pemerintah lainnya penyelenggara satuan pendidikan.
Pasal 7
(1)
Penyelenggara satuan atau program pendidikan
mensupervisi, mengawasi, dan dapat
memberi fasilitasi, saran, arahan, dan/atau bimbingan kepada satuan atau
program pendidikan dalam penjaminan mutu pendidikan.
(2)
Pemerintah kabupaten atau kota mensupervisi,
mengawasi, mengevaluasi, dan dapat memberi bantuan, fasilitasi, saran, arahan,
dan/atau bimbingan kepada satuan
atau program pendidikan sesuai
kewenangannya dalam penjaminan mutu pendidikan.
(3)
Pemerintah provinsi mensupervisi, mengawasi,
mengevaluasi, dan dapat memberi bantuan, fasilitasi, saran, arahan, dan/atau
bimbingan kepada satuan atau program pendidikan sesuai kewenangannya dalam penjaminan mutu
pendidikan.
(4)
Pemerintah mensupervisi, mengawasi, mengevaluasi,
dan dapat memberi bantuan, fasilitasi, saran, arahan, dan/atau bimbingan kepada
satuan atau program pendidikan sesuai kewenangannya dalam penjaminan mutu pendidikan.
Pasal 8
(1)
Pemerintah kabupaten atau kota wajib mensupervisi,
mengawasi, dan mengevaluasi, serta dapat memberi fasilitasi, saran, arahan,
dan/atau bimbingan kepada penyelenggara satuan pendidikan sesuai kewenangannya
berkaitan dengan penjaminan mutu satuan pendidikan.
(2)
Pemerintah provinsi wajib mensupervisi, mengawasi,
dan mengevaluasi, serta dapat memberi fasilitasi, saran, arahan, dan/atau
bimbingan kepada pemerintah kabupaten atau kota dan/atau penyelenggara satuan
pendidikan sesuai kewenangannya berkaitan dengan penjaminan mutu satuan
pendidikan.
(3)
Pemerintah wajib mensupervisi, mengawasi, dan
mengevaluasi, serta dapat memberi fasilitasi, saran, arahan, dan/atau bimbingan
kepada pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten atau kota, dan/atau
penyelenggara satuan pendidikan sesuai kewenangannya berkaitan dengan
penjaminan mutu satuan pendidikan.
BAB II
PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN INFORMAL
Pasal 9
(1)
Penjaminan mutu pendidikan informal dilaksanakan
oleh masyarakat baik secara perseorangan, kelompok, maupun kelembagaan.
(2)
Penjaminan mutu pendidikan informal oleh
masyarakat dapat dibantu dan/atau diberi kemudahan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah.
(3)
Bantuan dan/atau kemudahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat berbentuk:
a.
pendirian perpustakaan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
b.
penyediaan bahan pustaka pada Perpustakaan
Nasional, perpustakaan daerah provinsi, perpustakaan daerah kabupaten atau
kota, perpustakaan kecamatan, perpustakaan desa, dan/atau taman bacaan
masyarakat (TBM);
c.
pemberian bantuan dan/atau kemudahan pendirian
dan/atau pengoperasian perpustakaan milik masyarakat seperti perpustakaan di
tempat ibadah;
d.
pemberian kemudahan akses ke sumber belajar multi
media di perpustakaan bukan satuan pendidikan formal dan nonformal.
e.
pemberian bantuan dan/atau kemudahan pendirian
dan/atau pengoperasian toko buku kategori usaha kecil milik masyarakat di
daerah yang belum memiliki toko buku atau jumlah toko bukunya belum mencukupi
kebutuhan;
f.
kebijakan perbukuan nonteks yang mendorong harga
buku nonteks terjangkau oleh rakyat banyak;
g.
pemberian subsidi atau penghargaan kepada penulis
buku nonteks dan nonjurnal-ilmiah yang berprestasi dalam pendidikan informal;
h.
pemberian penghargaan kepada media masa yang
berprestasi dalam menyiarkan atau mempublikasikan materi pembelajaran informal
kepada masyarakat;
i.
pemberian penghargaan kepada anggota masyarakat
yang berprestasi atau kreatif dalam menghasilkan film hiburan yang sarat
pembelajaran informal;
j.
pemberian penghargaan kepada tokoh masyarakat yang
berprestasi atau kreatif dalam pembelajaran informal masyarakat ;
k.
pemberian penghargaan kepada anggota masyarakat
yang sukses melakukan pembelajaran informal secara otodidaktif;
l.
pemberian layanan ujian kesetaraan sesuai
peraturan perundang-undangan; serta
m.
kegiatan lain yang membantu
dan/atau mempermudah pembelajaran informal oleh masyarakat.
BAB III
PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN FORMAL DAN NONFORMAL
Bagian Kesatu
Acuan Mutu Dalam Penjaminan Mutu Pendidikan
Pasal 10
(1)
Penjaminan mutu pendidikan
oleh satuan atau program pendidikan ditujukan untuk memenuhi tiga tingkatan
acuan mutu, yaitu:
a. SPM;
b. SNP; dan
c. Standar mutu pendidikan di atas SNP.
(2)
Standar mutu pendidikan di atas SNP sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a.
Standar mutu di atas SNP yang berbasis keunggulan
lokal
b. Standar mutu di atas SNP yang mengadopsi dan/atau mengadaptasi
standar internasional tertentu.
Pasal 11
(1)
SPM berlaku untuk:
a. satuan atau program pendidikan;
b. penyelenggara satuan atau program pendidikan;
c. pemerintah kabupaten
atau kota;
dan
d. pemerintah provinsi.
(2)
SNP berlaku bagi satuan
atau program pendidikan.
(3)
Standar mutu di atas SNP
berlaku bagi satuan atau program pendidikan yang telah memenuhi SPM dan SNP.
(4)
Standar mutu di atas SNP
yang berbasis keunggulan lokal dapat dirintis pemenuhannya oleh satuan
pendidikan yang telah memenuhi SPM dan sedang dalam proses memenuhi SNP.
Pasal 12
(1)
SPM ditetapkan oleh
Menteri.
(2)
SNP ditetapkan oleh
Menteri.
(3)
Standar mutu di atas SNP
dipilih oleh satuan atau program pendidikan sesuai prinsip otonomi satuan pendidikan.
Pasal 13
(1)
SNP bagi satuan atau
program pendidikan nonformal dirumuskan sedemikian rupa sehingga tidak
menghilangkan atau mengurangi keluwesan dan kelenturan pendidikan nonformal
dalam melayani pembelajaran peserta didik sesuai dengan3 kebutuhan, kondisi,
dan problematika yang dihadapi masing-masing peserta didik.
(2)
Acuan mutu satuan atau
program pendidikan formal adalah:
a. SPM;
b. SNP; dan
c. Standar mutu
di atas SNP yang dipilih satuan atau program pendidikan formal.
(3)
Acuan mutu satuan atau
program pendidikan nonformal yang lulusannya ditujukan untuk mendapatkan
kesetaraan dengan pendidikan formal adalah:
a. SPM;
b. Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Kompetensi Lulusan
dalam SNP yang berlaku bagi satuan atau program pendidikan formal yang
sederajat; dan
c. Standar mutu di atas SNP
sebagaimana dimaksud pada huruf b.
(4)
Acuan mutu satuan atau
program pendidikan nonformal yang lulusannya tidak ditujukan untuk mendapatkan
kesetaraan dengan pendidikan formal adalah:
a. SPM;
b. SNP yang berlaku bagi satuan atau program studi pendidikan
nonformal masing-masing; dan
c. Standar mutu di atas
SNP sebagaimana dimaksud pada huruf
b.
Bagian Kedua
Kerangka Waktu Penjaminan Mutu Pendidikan
Pasal 14
(1)
SPM harus dipenuhi oleh penyelenggara satuan pendidikan dalam rangka
memperoleh izin definitif pendirian satuan pendidikan atau pembukaan
program pendidikan.
(2)
SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipenuhi oleh penyelenggara satuan
atau program pendidikan paling
lambat 2 (dua) tahun setelah satuan atau program pendidikan memperoleh izin prinsip untuk berdiri dan
beroperasi.
Pasal 15
(1)
SPM yang berlaku bagi penyelenggara satuan pendidikan dipenuhi
oleh penyelenggara satuan pendidikan
dalam waktu paling lama 5
(lima) tahun sejak ditetapkannya SPM yang bersangkutan.
(2)
SPM yang berlaku bagi pemerintah kabupaten atau kota
dipenuhi oleh pemerintah kabupaten atau kota
dalam waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak ditetapkannya SPM yang bersangkutan.
(3)
SPM yang berlaku bagi pemerintah provinsi dipenuhi oleh pemerintah provinsi dalam waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak ditetapkannya SPM yang bersangkutan.
Pasal 16
(1)
SNP dipenuhi oleh satuan
atau program pendidikan dan penyelenggara satuan atau program pendidikan secara
sistematis dan bertahap dalam kerangka jangka menengah yang ditetapkan dalam
rencana strategis satuan atau program pendidikan.
(2)
Standar mutu di atas SNP
dipenuhi oleh satuan atau program pendidikan dan penyelenggara satuan atau
program pendidikan secara sistematis dan bertahap dalam kerangka waktu yang
ditetapkan dalam rencana strategis satuan atau program pendidikan.
(3)
Rencana Strategis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menetapkan target-target
terukur capaian mutu secara tahunan.
Bagian Ketiga
Tanggung Jawab dan Koordinasi Pemenuhan Standar
Mutu Pendidikan
Pasal 17
Pemenuhan SPM menjadi tanggung jawab:
a.
satuan atau program
pendidikan formal atau nonformal;
b.
penyelenggara satuan atau
program pendidikan formal atau nonformal;
c.
pemerintah kabupaten atau kota; dan
d.
pemerintah provinsi.
Pasal 18
(1)
Pemenuhan Standar Isi,
Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar
Pembiayaan, dan Standar Penilaian Pendidikan,
masing-masing dalam SNP dan standar mutu di atas SNP, menjadi tanggung
jawab satuan pendidikan formal.
(2)
Pemenuhan Standar Isi,
Standar Proses, dan Standar Kompetensi Lulusan dalam SNP dan standar mutu di
atas SNP menjadi tanggung jawab satuan atau program pendidikan nonformal yang
lulusannya ditujukan untuk mendapatkan kesetaraan dengan pendidikan formal.
(3)
Pemenuhan SNP dan standar
mutu di atas SNP menjadi tanggung jawab satuan atau program pendidikan
nonformal yang lulusannya tidak ditujukan untuk mendapatkan kesetaraan dengan
pendidikan formal.
(4)
Penyediaan sumber daya
untuk pemenuhan Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3), menjadi tanggung jawab penyelenggara satuan atau program pendidikan.
Pasal 19
(1)
Program koordinasi penjaminan mutu pendidikan
secara nasional dituangkan dalam Rencana Strategis Pendidikan Nasional yang
menetapkan target-target terukur capaian mutu pendidikan secara tahunan.
(2)
Program koordinasi penjaminan mutu pendidikan pada tingkat provinsi dituangkan dalam rencana
strategis pendidikan provinsi
yang menetapkan target-target terukur capaian mutu pendidikan secara tahunan
dan sejalan dengan Rencana Strategis Pendidikan Nasional.
(3)
Program koordinasi penjaminan mutu pendidikan pada tingkat kabupaten atau kota dituangkan
dalam rencana strategis pendidikan kabupaten
atau kota yang
menetapkan target-target terukur capaian mutu pendidikan secara tahunan dan
sejalan dengan Rencana Strategis Pendidikan Provinsi dan Rencana Strategis Pendidikan Nasional.
(4)
Program koordinasi penjaminan mutu pendidikan pada tingkat penyelenggara satuan
atau program pendidikan dituangkan dalam rencana strategis penyelenggara satuan
atau program pendidikan yang menetapkan target-target terukur capaian mutu
pendidikan secara tahunan dan sejalan dengan Rencana Strategis Pendidikan
Kabupaten atau Kota
yang bersangkutan, Rencana Strategis Pendidikan Provinsi yang bersangkutan ,
dan Rencana Strategis Pendidikan Nasional.
(5)
Program penjaminan mutu
pendidikan oleh satuan atau program pendidikan dituangkan dalam rencana
strategis satuan atau program pendidikan yang menetapkan target-target terukur
capaian mutu pendidikan secara tahunan dan sejalan dengan Rencana Strategis
Pendidikan Penyelenggara satuan atau program pendidikan yang bersangkutan, Rencana
Strategis Pendidikan Kabupaten atau Kota yang bersangkutan, Rencana Strategis
Pendidikan Provinsi yang bersangkutan, dan Rencana Strategis Pendidikan
Nasional.
Bagian Keempat
Jenis Kegiatan Penjaminan Mutu Pendidikan
Pasal 20
(1)
Kegiatan penjaminan mutu pendidikan formal dan
nonformal terdiri atas:
a.
penetapan regulasi penjaminan mutu pendidikan oleh
Pemerintah, pemerintah provinsi, dan
pemerintah kabupaten atau kota berdasarkan peraturan perundang-undangan;
b.
penetapan SPM;
c.
penetapan SNP;
d. penetapan prosedur operasional standar (POS) penjaminan mutu
pendidikan oleh penyelenggara satuan pendidikan atau penyelenggara
program pendidikan;
e. penetapan prosedur operasional standar (POS) penjaminan mutu tingkat satuan pendidikan oleh
satuan atau program pendidikan;
f. pemenuhan standar mutu acuan oleh satuan atau program
pendidikan;
g.
penyusunan kurikulum oleh satuan pendidikan sesuai
dengan acuan mutu;
h.
penyediaan sumber daya oleh penyelenggara satuan atau program pendidikan;
i.
pemberian bantuan, fasilitasi, saran, arahan, dan/atau bimbingan oleh Pemerintah;
j.
pemberian bantuan, fasilitasi, saran, arahan, dan/atau bimbingan oleh pemerintah provinsi;
k.
pemberian bantuan, fasilitasi, saran, arahan, dan/atau bimbingan oleh pemerintah kabupaten atau kota;
l.
pemberian bantuan, fasilitasi, saran, arahan, dan/atau bimbingan oleh penyelenggara satuan atau program pendidikan;
m.
pemberian bantuan dan/atau saran oleh masyarakat;
n. supervisi dan/atau pengawasan oleh Pemerintah;
o. supervisi dan/atau pengawasan oleh pemerintah provinsi;
p. supervisi dan/atau pengawasan oleh pemerintah kabupaten atau kota;
q. supervisi dan/atau pengawasan oleh penyelenggara satuan atau program pendidikan;
r.
pengawasan oleh masyarakat
;
s.
pengukuran ketercapaian standar mutu acuan; dan
t.
evaluasi dan pemetaan mutu satuan atau program pendidikan oleh
Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten atau kota.
(2)
Pengukuran ketercapaian standar mutu acuan
dilakukan melalui:
a. audit kinerja;
b. akreditasi;
c. sertifikasi; atau
d.
bentuk lain pengukuran capaian mutu pendidikan.
Bagian Kelima
Tanggung Jawab Menteri Dalam Penjaminan Mutu
Pendidikan
Pasal 21
(1)
Menteri menetapkan regulasi
nasional penjaminan mutu pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
(2)
Menteri menetapkan SPM yang
berlaku bagi satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program
pendidikan, pemerintah kabupaten atau kota, dan pemerintah provinsi;
(3)
Menteri menetapkan SNP yang
berlaku bagi satuan atau program pendidikan.
(4)
Menteri menetapkan program koordinasi penjaminan mutu
pendidikan secara nasional dalam
Rencana Strategis Pendidikan Nasional.
(5)
Menteri melakukan evaluasi pelaksanaan penjaminan
mutu pendidikan secara nasional dan dampaknya pada peningkatan kecerdasan
kehidupan bangsa.
Pasal 22
(1)
Menteri memetakan secara
nasional pemenuhan SPM oleh satuan pendidikan, penyelenggara satuan atau
program pendidikan, pemerintah kabupaten atau kota, dan pemerintah provinsi
melalui Badan Penelitian dan Pengembangan
Departemen.
(2)
Dalam pemetaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang menyangkut satuan pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, Badan Penelitian dan Pengembangan
Departemen bekerjasama dengan LPMP, P2PNFI, BPPNFI, Departemen Agama, dan Kementerian/Lembaga
pemerintah lainnya penyelenggara satuan pendidikan.
Pasal 23
(1)
Menteri memetakan secara
nasional pemenuhan SNP oleh satuan atau program pendidikan melalui Badan
Penelitian dan Pengembangan Departemen.
(2)
Dalam pemetaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang menyangkut satuan pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, Badan Penelitian dan Pengembangan
Departemen bekerjasama dengan LPMP, P2PNFI, BPPNFI, dan Departemen Agama, dan Kementerian/Lembaga
pemerintah lainnya penyelenggara satuan pendidikan.
Pasal 24
(1)
Menteri menyelenggarakan
Ujian Nasional pendidikan dasar dan pendidikan menengah melalui BSNP sesuai
dengan peraturan perundang-undangan untuk mengukur ketercapaian Standar
Kompetensi Lulusan pendidikan formal dan nonformal kesetaraan.
(2)
Menteri melalui Badan
Penelitian dan Pengembangan Departemen, memetakan capaian nilai Ujian Nasional
dan tingkat kejujuran pelaksanaan ujian nasional menurut:
a. satuan pendidikan;
b. kabupaten atau kota;
c. provinsi; dan
d. nasional.
Pasal 25
(1)
Menteri mengakreditasi
satuan atau program pendidikan melalui BAN-S/M, BAN-PT, dan BAN-PNF.
(2)
Atas dasar akreditasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan peta sebagaimana dimaksud dalam Pasal
22, Pasal 23, dan Pasal 24, Menteri melalui Badan Penelitian dan Pengembangan
Departemen memetakan secara nasional dan komprehensif mutu satuan atau program
pendidikan formal dan nonformal menurut:
a. satuan atau program pendidikan;
b. kabupaten atau kota;
dan
c. provinsi;
(3)
Peta sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dikembangkan sedemikian rupa sehingga merefleksikan:
a. capaian mutu pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4; dan
b.
kualitas pelaksanaan pendidikan untuk
perkembangan, pengembangan, dan/atau pembangunan berkelanjutan.
Bagian Keenam
Tanggung Jawab Departemen, Departemen Agama, dan
Kementerian/Lembaga Pemerintah Lainnya
Penyelenggara Satuan Pendidikan Formal Dalam Penjaminan Mutu Pendidikan
Pasal 26
(1)
Departemen, Departemen
Agama, dan kementerian/lembaga pemerintah lainnya penyelenggara satuan pendidikan menetapkan regulasi teknis penjaminan mutu pendidikan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kewenangan masing-masing.
(2)
Keterlibatan Departemen, Departemen Agama,
dan kementerian/lembaga pemerintah lainnya penyelenggara satuan pendidikan dalam penjaminan mutu satuan pendidikan menjunjung tinggi prinsip
otonomi satuan pendidikan.
Pasal 27
(1)
Supervisi, pengawasan, evaluasi, dan pemberian
fasilitasi, saran, arahan, bimbingan, dan/atau bantuan oleh Departemen kepada satuan atau program
pendidikan dilaksanakan oleh unit kerja terkait sesuai peraturan
perundang-undangan.
(2)
Inspektorat Jenderal Departemen melakukan audit kinerja terhadap:
a.
Kantor Pusat Unit Utama Departemen;
b. LPMP;
c. P2PNFI;
d. BPPNFI;
e. BSNP;
f. BAN-PT;
g. BAN-S/M; dan
h. BAN-PNF,
terkait keterlibatan masing-masing dalam penjaminan mutu pendidikan.
(3)
Departemen mengembangkan sistem informasi nasional
mutu pendidikan formal dan nonformal berbasis teknologi informasi dan
komunikasi yang andal, terpadu, dan dalam jejaring yang menghubungkan:
a. satuan atau program pendidikan;
b. pemerintah kabupaten atau kota;
c. pemerintah provinsi;
d. Departemen Agama; dan
e.
kementerian/lembaga pemerintah lain penyelenggara
satuan pendidikan.
(4)
Untuk menjamin interoperabilitas sistem informasi,
Menteri menetapkan standar sistem informasi mutu pendidikan yang mengikat semua
satuan atau program pendidikan,
penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah kabupaten atau
kota, pemerintah provinsi, Departemen, Departemen Agama, dan
kementerian/lembaga pemerintah lain penyelenggara satuan pendidikan.
Pasal 28
(1)
Supervisi, pengawasan, evaluasi, serta pemberian bantuan, fasilitasi, saran,
arahan, dan/atau bimbingan oleh Departemen Agama kepada satuan atau program
pendidikan dilaksanakan oleh unit kerja terkait sesuai peraturan
perundang-undangan.
(2)
Inspektorat Jenderal Departemen Agama melakukan audit
kinerja terhadap :
a.
unit kerja di Departemen Agama yang terkait dengan penjaminan mutu pendidikan;
b.
kantor wilayah Departemen Agama; dan
c.
kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kota.
terkait keterlibatan masing-masing dalam penjaminan mutu pendidikan.
(3)
Departemen Agama mengembangkan sistem informasi
nasional mutu pendidikan formal dan nonformal agama dan keagamaan berbasis
teknologi informasi dan komunikasi yang andal, terpadu, dan dalam jejaring yang menghubungkan:
a. satuan atau program pendidikan; dan
b. Departemen.
(4)
Sistem informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
kompatibel dan memiliki interoperabilitas dengan sistem informasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dan ayat (4).
Pasal 29
(1)
Supervisi, pengawasan, evaluasi, serta pemberian bantuan, fasilitasi, saran,
arahan, dan/atau bimbingan oleh kementerian/lembaga lain penyelenggara
satuan pendidikan kepada satuan atau
program pendidikan dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan.
(2)
Inspektorat Jenderal atau Inspektorat Utama
kementerian/lembaga pemerintah
lainnya penyelenggara satuan pendidikan melakukan audit kinerja terhadap
unit kerjanya yang terlibat dalam penjaminan mutu pendidikan.
(3)
Kementerian/lembaga lain
penyelenggara satuan pendidikan formal mengembangkan sistem informasi mutu
satuan pendidikan berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang andal,
terpadu, dan dalam jejaring yang menghubungkan:
a.
satuan pendidikan; dan
b.
Departemen.
(4)
Sistem informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
kompatibel dan memiliki interoperabilitas dengan sistem informasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dan ayat (4).
Pasal 30
Departemen, Departemen Agama, dan
kementerian/lembaga pemerintah lainnya
penyelenggara satuan pendidikan menyediakan biaya akreditasi satuan atau program
pendidikan formal atau nonformal sesuai kewenangannya masing-masing.
Pasal 31
Departemen, Departemen Agama, dan kementerian/lembaga pemerintah lainnya
penyelenggara satuan pendidikan berkewajiban mendukung sepenuhnya pemetaan mutu
satuan atau program pendidikan yang dilakukan oleh Menteri.
Bagian Ketujuh
Tanggung Jawab Pemerintah Provinsi Dalam
Penjaminan Mutu Pendidikan
Pasal 32
(1)
Pemerintah provinsi menetapkan regulasi penjaminan
mutu pendidikan sesuai dengan kewenangannya dan peraturan perundang-undangan.
(2)
Keterlibatan pemerintah provinsi dalam penjaminan
mutu satuan atau program pendidikan menjunjung tinggi prinsip otonomi satuan pendidikan.
Pasal 33
(1)
Supervisi, pengawasan, evaluasi, serta pemberian bantuan, fasilitasi, saran,
arahan, dan/atau bimbingan oleh pemerintah provinsi kepada satuan atau program
pendidikan formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dilakukan bekerjasama dan
berkoordinasi dengan LPMP.
(2)
Supervisi, pengawasan, evaluasi, serta pemberian bantuan, fasilitasi, saran,
arahan, dan/atau bimbingan oleh pemerintah provinsi kepada satuan atau program
pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dilakukan bekerjasama dan
berkoordinasi dengan P2PNFI atau
BPPNFI.
(3)
Supervisi, pengawasan, evaluasi, serta pemberian bantuan, fasilitasi, saran,
arahan, dan/atau bimbingan oleh pemerintah provinsi kepada satuan atau program
pendidikan memperhatikan pertimbangan dari dewan pendidikan provinsi, BAN-S/M, dan/atau BAN-PNF.
(4)
Inspektorat provinsi melakukan audit
kinerja terhadap unit pelaksana
teknis daerah yang terlibat
dalam penjaminan mutu pendidikan.
(5)
Pemerintah provinsi melalui BAP membantu BAN-S/M dalam pelaksanakan akreditasi satuan pendidikan formal di provinsi
yang bersangkutan.
(6)
Pemerintah provinsi membantu BSNP dalam
pelaksanakan Ujian Nasional di wilayahnya dengan penuh kejujuran sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(7)
Pemerintah provinsi mengembangkan sistem informasi
mutu pendidikan formal dan nonformal berbasis teknologi informasi dan
komunikasi yang andal, terpadu, dan dalam jejaring yang menghubungkan:
a.
satuan atau program
pendidikan;
b.
pemerintah kabupaten atau kota; dan
c.
Departemen.
(8)
Sistem informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
kompatibel dan memiliki interoperabilitas dengan sistem informasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dan ayat (4).
(9)
Dalam pengembangan sistem
informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) pemerintah provinsi dapat bekerjasama dengan LPMP dan P2PNFI,
atau BPPNFI.
Pasal 34
Pemerintah provinsi berkewajiban
mendukung sepenuhnya pemetaan mutu satuan atau program pendidikan yang
dilakukan oleh Menteri.
Bagian Kedelapan
Tanggung Jawab Pemerintah Kabupaten atau Kota
Dalam Penjaminan Mutu Pendidikan
Pasal 35
(1)
Pemerintah kabupaten atau kota
menetapkan regulasi penjaminan mutu pendidikan sesuai dengan kewenangannya dan
peraturan perundang-undangan.
(2)
Keterlibatan pemerintah kabupaten atau kota dalam
penjaminan mutu satuan atau program pendidikan menjunjung tinggi prinsip otonomi satuan
pendidikan
Pasal 36
(1)
Supervisi, pengawasan, evaluasi, serta pemberian bantuan, fasilitasi, saran,
arahan, dan/atau bimbingan oleh pemerintah kabupaten atau kota kepada satuan
atau program pendidikan formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dilakukan dengan mengikuti arahan dan
binaan pemerintah provinsi dan LPMP.
(2)
Supervisi, pengawasan, evaluasi, serta pemberian bantuan, fasilitasi, saran,
arahan, dan/atau bimbingan oleh pemerintah kabupaten atau kota kepada satuan
atau program pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dilakukan dengan mengikuti arahan
dan binaan pemerintah provinsi dan P2PNFI atau BPPNFI.
(3)
Supervisi, pengawasan, evaluasi, serta pemberian bantuan, fasilitasi, saran,
arahan, dan/atau bimbingan oleh pemerintah kabupaten atau kota kepada satuan
atau program pendidikan memperhatikan pertimbangan dari dewan pendidikan
kabupaten atau kota.
(4)
Inspektorat kabupaten atau kota melakukan audit kinerja
terhadap unit pelaksana teknis
daerah yang terlibat dalam penjaminan mutu pendidikan.
(5)
Pemerintah kabupaten atau kota membantu BSNP dalam
pelaksanakan Ujian Nasional di wilayahnya dengan penuh kejujuran sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(6)
Pemerintah kabupaten atau kota mengembangkan sistem informasi
mutu pendidikan formal dan nonformal berbasis teknologi informasi dan
komunikasi yang andal, terpadu, dan dalam jejaring yang menghubungkan:
a. satuan atau program pendidikan;
b. pemerintah provinsi;
dan
c. Departemen.
(7)
Sistem informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
kompatibel dan memiliki interoperabilitas dengan sistem informasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dan ayat (4).
(8)
Dalam pengembangan sistem
informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) pemerintah kabupaten
atau kota dapat bekerjasama dengan LPMP dan P2PNFI atau BPPNFI.
Pasal 37
Pemerintah kabupaten atau kota
berkewajiban mendukung sepenuhnya pemetaan mutu satuan atau program pendidikan
yang dilakukan oleh Menteri.
Bagian Kesembilan
Tanggung Jawab Penyelenggara Satuan Pendidikan atau Program Pendidikan Dalam Penjaminan Mutu Pendidikan
Pasal 38
(1)
Supervisi, pengawasan, evaluasi, serta pemberian bantuan, fasilitasi, saran,
arahan, dan/atau bimbingan oleh penyelenggara satuan pendidikan kepada satuan pendidikan menjunjung
tinggi prinsip otonomi satuan pendidikan.
(2)
Penyelenggara satuan atau program pendidikan
menetapkan prosedur operasional standar (POS) untuk memenuhi Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan,
dan Standar Pembiayaan yang ditetapkan Menteri dalam SNP.
(3)
Penyelenggara satuan atau program pendidikan yang telah memenuhi SPM dan SNP menetapkan
prosedur operasional standar (POS) untuk
memenuhi Standar Sarana dan Prasarana,
Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, dan Standar Pembiayaan di atas SNP yang dipilih oleh satuan atau program pendidikan
yang diselenggarakannya.
Pasal 39
Penyelenggara satuan atau program pendidikan formal menyediakan sumberdaya
yang diperlukan satuan pendidikan yang diselenggarakannya untuk memenuhi Standar
Sarana dan Prasarana, Standar Pendidik
dan Tenaga Kependidikan, dan Standar Pembiayaan.
Bagian Kesepuluh
Penjaminan Mutu
Pendidikan Oleh Satuan Pendidikan atau
Program Pendidikan
Pasal 40
(1)
Penjaminan mutu oleh satuan atau program
pendidikan menjadi tanggung jawab satuan atau program pendidikan dan wajib didukung oleh seluruh pemangku kepentingan satuan atau program
pendidikan.
(2)
Penjaminan mutu oleh satuan atau program
pendidikan dipimpin oleh pemimpin satuan atau program
pendidikan.
(3)
Komite sekolah/madrasah memberi bantuan
sumberdaya, pertimbangan,
arahan, dan mengawasi sesuai kewenangannya terhadap penjaminan mutu oleh satuan pendidikan.
(4)
Penjaminan mutu oleh satuan pendidikan
dilaksanakan sesuai prinsip otonomi satuan pendidikan untuk mendorong tumbuhnya
budaya kreativitas, inovasi, kemandirian, kewirausahaan, dan akuntabilitas.
(5)
Penjaminan mutu oleh satuan pendidikan tinggi
dilaksanakan sesuai prinsip otonomi keilmuan.
(6)
Satuan atau program
pendidikan menetapkan prosedur operasional standar (POS) penjaminan mutu satuan
atau program pendidikan.
Pasal 41
Penjaminan mutu oleh satuan atau program pendidikan ditujukan untuk:
a.
memenuhi SPM dalam waktu paling lambat 2 (dua)
tahun sejak ditetapkannya
izin prinsip pendirian/pembukaan dan operasi satuan atau program pendidikan;
b.
secara bertahap dalam kerangka jangka menengah
yang ditetapkan dalam rencana strategis satuan atau program pendidikan memenuhi SNP;
c.
secara bertahap satuan atau program pendidikan yang telah memenuhi SPM dan SNP dalam kerangka jangka menengah yang ditetapkan
dalam rencana strategis satuan pendidikan memenuhi
standar mutu di atas SNP yang dipilihnya.
Pasal 42
Semua satuan atau program pendidikan wajib melayani audit kinerja
penjaminan mutu yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, dan
pemerintah kabupaten atau kota sesuai kewenangannya.
Pasal 43
Semua satuan atau program pendidikan wajib mengikuti akreditasi yang
diselenggarakan oleh BAN-S/M, BAN-PT, atau BAN-PNF sesuai kewenangan
masing-masing.
Pasal 44
Satuan atau program pendidikan dapat mengikuti sertifikasi mutu pendidikan
untuk:
a.
lembaganya;
b.
pendidik atau tenaga
kependidikannya; dan/atau
c.
peserta didiknya.
Pasal 45
(1)
Satuan atau program
pendidikan mengembangkan sistem informasi mutu pendidikan berbasis teknologi
informasi dan komunikasi yang andal, terpadu, dan dalam jejaring yang
menghubungkan:
a. penyelenggara satuan pendidikan;
b.
pemerintah kabupaten atau kota yang bersangkutan;
c. pemerintah provinsi yang bersangkutan;
d. Departemen Agama, bagi satuan atau program pendidikan agama dan
keagamaan;
e. kementerian/lembaga lain penyelenggara satuan atau program
pendidikan; dan
f. Departemen.
(2)
Sistem informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kompatibel dan memiliki interoperabilitas dengan sistem informasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat
(3) dan ayat (4).
Pasal 46
Satuan atau program pendidikan
berkewajiban mendukung sepenuhnya pemetaan mutu satuan atau program pendidikan
yang dilakukan oleh Menteri.
BAB IV
SANKSI
Pasal 47
(1)
Pimpinan satuan atau program pendidikan yang
melanggar peraturan ini disanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)
Pejabat atau fungsionaris penyelenggara satuan
atau program pendidikan yang melanggar peraturan ini disanksi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 48
Semua peraturan yang terkait dengan penjaminan mutu pendidikan dinyatakan
masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan
Peraturan Menteri ini.
Pasal 49
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 September 2009
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
TTD.
BAMBANG SUDIBYO
Salinan sesuai
dengan aslinya.
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
Departemen Pendidikan Nasional,
Dr. A. Pangerang
Moenta, S.H.,M.H.,DFM.
NIP.
196108281987031003