Gunung Sadahurip Garut |
Berbentuk mengerucut mirip piramida,
Gunung Sadahurip yang dapat ditempuh melalui Desa Sukahurip Kecamatan Pangatikan
Kabupaten Garut, banyak didatangi peneliti dalam maupun luar negeri. Gunung tersebut
dikenal warga sebagai gunung keramat dan digunakan sebagai tempat bercocok
tanam untuk kehidupan masyarakat sehari-hari. Letak Gunung Sadahurip di sebelah Timur Kampung Cicapar, Desa Sukahurip Kecamatan Pangatikan Garut, dan sebelah Barat Kampung Sindang Galih Desa Sindang Galih Kecamatan Karangtengah. Gunung
tersebut juga dikenal dengan sebutan Gunung Putri yang memiliki bentuk piramida
dengan empat sisi dan sudut lancip yang terbentuk jelas. Menurut Sekertaris Desa
Sukahurip Sarif Hidayat, Gunung Sadahurip tersebut sudah berkali-kali diteliti,
namun belum ada paparan terkait hasil penelitian berupa peninggalan bersejarah.
“Sudah berbagai pihak yang datang untuk meneliti, termasuk dari tim luar
negeri. Tapi, belum tahu hasilnya,” ujarnya. Penelitian Gunung Sadahurip yang
bentuknya terlihat mengerucut atau seperti Piramida dari daerah manapun, sudah
mulai diteliti sejak tahun 2008. Sekitar sebulan lalu, tim peneliti dari LIPI
melakukan penyelidikan selama lima hari namun pihak desa belum mendapatkan hasil laporan dari
penelitian tersebut. Tim peneliti dari Jakarta juga sempat datang untuk
meneliti lempengan gunung tersebut meski belum diketahui hasilnya.
Pada bagian puncak gunung kini terdapat
dua lubang tanah menganga kedalaman 2 meter dengan diameter 1,5 meter yang
digali oleh para peneliti. “Kami tidak tahu untuk apa lubang tanah tersebut,”
ujarnya.
Perbandingan Gunung Sadahurip dengan Piramida Giza di Mesir |
Disebutkan, Gunung Sadahurip yang
menyerupai piramida tersebut sudah dilakukan uji geolistrik dan uji karbon oleh
BPPT dan PVMBG. Di dalam bukit diyakini terdapat batuan piramida dengan susunan
tanah penutup setebal 5 meter dan tertutup batuan. Batu penyusun didalamnya
terlihat berongga, mempunyai 4 sisi dan 4 sudut bujursangkar. Karena mirip
piramida, ujung atas gunung sangat lancip.
Gunung Sadahurip pernah diteliti
Komunitas Turangga Seta, bersamaan dengan penelitian di Gunung Lalakon di
Kabupaten Bandung. Salah satu tim sejarah Komunitas Turangga Seta Dani Subrata,
mengatakan, semula penelitian terkait piramida di Sadahurip sudah sempat
dilakukan oleh pihaknya.
“Kalau untuk Gunung Lalakon, kami sudah akan
mulai gali sambil menunggu izin dari Pemkab Bandung. Sedangkan, Sadahurip kami
lepas karena ada tim dari Staff Khusus Kepresidenan RI yang ingin meneliti
lebih lanjut,” katanya.
Dari petunjuk dan koordinat yang dimiliki
Komunitas Turangga Seta, lanjut Dani, diyakini pada perut Gunung Sadahurip
terdapat piramida. “Tidak perlu ada penelitian ilmiah juga kami sudah bisa
pastikan Gunung Sadahurip itu piramida. Tapi, kami disuruh melepasnya,”
ucapnya.
Dengan membuktikan kehadiran piramida di
Indonesia, menurut Dani, maka dapat mencatat sejarah baru dalam kehidupan.
“Adanya piramida di nusantara menunjukkan bangsa Indonesia sebagai awalnya
dunia,” ujarnya.
Sekitar Gunung Sadahurip yang disebut
sebagai Gunung “Piramida” diduga terdapat peninggalan bersejarah di kawasan
Kecamatan Pangatikan dan Karangtengah, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Namun sejauh ini tidak
pernah ditemukan situs sebagai indikator yang dapat membuktikan telah terjadi peradaban
manusia di masa lampau.
“Kalau ada situs saja itu bisa dikembangkan
tapi sampai sekarang belum pernah ditemukan situs-situs bersejarah,” kata
Kepala Bidang Kebudayaan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten
Garut, Warjita.
Apabila ditemukan situs atau peninggalan
bersejarah atau benda lainnya yang digunakan orang terdahulu, Disbudpar
Kabupaten Garut tentu akan berupaya untuk mengembangkannya, katanya.
Ia mencontohkan seperti menemukan
prasasti, batu lumpang atau benda kerajaan tentu daerah tersebut pernah ada
kehidupan manusia zaman kerajaan atau zaman prasejarah.
“Kalau di Gunung Sadahurip itu ditemukan
situs atau prasasti atau benda bersejarah lainnya, pasti di sana itu ada unsur
budaya,” katanya.
Namun dugaan di Gunung Sadahurip yang
dikabarkan oleh peneliti terdapat bangunan mirip Piramida seperti di
Mesir, Disbudpar Kabupaten Garut belum mengetahuinya, katanya.
Sementara sejumlah tim peneliti yang
dikabarkan masyarakat setempat pernah melakukan penelitian di Gunung Sadahurip,
Disbudpar tidak pernah mendapatkan laporan atau koordinasi dalam melakukan
penelitian.
“Tidak ada peneliti khusus yang
berkoordinasi dengan kami (Disbudpar) kalau memang ada dari Arkeolog Bandung
itu selalu koordinasi, tapi kalau peneliti lain, kami tidak tahu,” katanya.
Sementara itu ia berharap tim peneliti
yang sudah melakukan penelitian di Gunung Sadahurip dan menyatakan ada bangunan
piramid yang terkubur di gunung tersebut sebaiknya memberitahukan terlebih
dahulu kepada Disbudpar Kabupaten Garut. “Saya tidak tahu, dari peneliti mana,
saya hanya tahu dari para jurnalis,” katanya.
Sementara itu Kepala Dusun Cicaparpasir,
Desa Sukahurip, Kecamatan Pangatikan atau sekitar kaki Gunung Sadahurip,
Nahrudin membenarkan disekitar gunung tidak pernah ditemukan situs peninggalan
bersejarah.
Namun di kawasan Gunung tersebut,
dipercaya warga terdapat unsur mistis yang kuat, seperti keberadaan makam di
sekitar puncak gunung yang dikeramatkan warga terkadang dapat dilihat oleh
orang tertentu.
“Di sana di gunung itu ada makam tapi
seperti yang saya bilang tadi kadang terlihat kadang tidak, hanya bisa dilihat
oleh orang tertentu secara kebetulan saja,” katanya.
Namun di Desa Sukahurip jauh dari
kawasan puncak Gunung Sadahurip, terdapat makam keramat bernama
Kiancandra atau sering disebut warga mbah Dalem.
“Sejarahnya bagaimana tentang makam
keramat yang ada di sini, para orang terdahulu tidak mau menjelaskannya, tapi
katanya ada sejarahnya tertulis di Pamijahan (wisata religi di Kabupaten
Tasikmalaya),” jelas Nahrudin yang dibenarkan sejumlah aparat Desa Sukahurip.
Peta Lokasi Gunung Sadahurip Garut |
Upaya Penelitian Awal
Gunung Sadahurip di Desa Sadahurip,
Kecamatan Pangatikan, Kabupaten Garut, Jawa Barat mendadak jadi buah bibir
lantaran dugaan piramida yang terkubur di bawahnya. Tak kurang, warga desa
setempat pun ikut ramai membicarakan.
“Sekarang kami jadi banyak membahas
Gunung Sadahurip. Apa benar itu merupakan piramida terbesar di dunia,” ujar
Slamet (54) warga Kampung Sadahurip, Sukawening, Rabu (23/11). Tim Katastropik Purba menduga ada bangunan berbentuk piramida di Desa
Sadahurip dekat Wanaraja Garut, Jawa Barat. Dari hasil penelitian intensif dan
uji karbon dipastikan umur bangunan yang terpendam dalam gunung tersebut lebih
tua dari Piramida Giza. Meski demikian, warga desa selama ini hanya mengenal
gunung tersebut hanya sebatas gunung biasa. “Ya, sebenarnya sih namanya Gunung
Putri, tapi warga di sini mengenal gunung itu Gunung Sadahurip,”
lanjutnya. Warga semula mengira bentuk lancip di puncak Gunung Sadahurip (720
m dpl), merupakan ciri khas biasa sebuah gunung. Tetapi, setelah ramai muncul di
media atas pernyataan dari Tim Katastropik Purba yang menduga Gunung Sadahurip
merupakan piramida terbesar di dunia, kini warga mulai geger. Menurut Slamet,
puncak Gunung Sadahurip yang berbentuk lancip memiliki tiga garis membentang ke
arah lereng gunung sehingga secara sepintas terlihat jelas gunung tersebut
seperti piramida. “Memang sejak saya lahir, mungkin warga lainnya pun baru
sadar sekarang ternyata gunung itu mirip piramida,” pungkasnya. Kalangan peneliti maupun arkeolog dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) termasuk staf akhli Presiden RI, mengaku melayangkan surat kegiatan penelitian Piramida Gunung Sadahurip, mereka juga berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Garut.
Berlokasi di Kecamatan Sukawening, menyusul postur gunung tersebut
menyerupai segitiga maupun Piramid, diteliti LIPI dan ITB sejak 29 Nopember
lalu, ungkap Staf Akhir Presiden RI, Ir Tanuarius Nunuhitu.
Sedangkan lama penelitiannya, masih belum terdapat batasannya, menyusul
gunung berbentuk Piramid tersebut, diduga sudah ada sejak 2500 SM berketinggian 200
meter, katanya.
Dipastikan kegiatan
penelitian tidak mengganggu kegiatan masyarakat bercocok tanam, menyusul para
peneliti hanya melakukan penggalian pada bagian puncaknya.
Anggota tim,
Iwan Sumule mengatakan, semua proses ilmiah dan berbagai metode yang
dimungkinkan dan disyaratkan telah dilakukan di sana. Termasuk georadar dan geolistrik,
juga pengujian dengan carbon dating. Hasilnya, "ini bukan alami,
melainkan man made". Tim, dia menambahkan, juga menggunakan metode Interferometric
Syntetic Aperture Radar (IFSAR). "Dihasilkan gambar yang benar-benar
telanjang. Bisa dilihat, (dari gambar) yang berwarna kuning adalah batu.
Sementara warna biru adalah air," jelas Iwan. Jika disinari, batu akan memantulkan cahaya. Itulah yang
ditangkap IFSAR. Apakah sudah pernah dilakukan penggalian tanah hingga lapisan
batuannya? "Sudah, cuma beberapa meter saja. Batu itu yang kami gunakan
untuk tes carbon dating," kata Iwan. Yang
menarik, dari hasil IFSAR bisa dilihat, tak hanya sekedar bentuk piramid. Di
sekelilingnya juga nampak batuan, lebih pendek. "Bisa jadi itu piramida
yang lebih kecil, atau Spinx seperti yang ada di Mesir." Namun, apa persisnya bentuk bangunan dan peradaban mana
yang membangunnya, tim belum bisa memastikan. "Kami belum melakukan
eskavasi, kalau sudah, bisa bercerita banyak hal. Soal asal muasal, mengapa ada
di situ, dan siapa yang membangunnya. Ada historisnya," kata Iwan.
Iwan menjelaskan, saat ini pihaknya
masih melakukan komunikasi intensif dengan instansi terkait, para Muspida,
serta Kepala Desa dan Masyarakat Garut. "Bahwa ada temuan fenomenal di
lokasi yang dikeramatkan oleh penduduk lokal. Kami sedang mencoba membongkar
pikiran itu, bisa dirasionalkan," kata dia. Salah satunya, Iwan
menjelaskan, beberapa waktu lalu di sebuah media televisi, Kepala Desa
Sukahurip -- tempat gunung berada -- menceritakan, ada banyak kilatan petir dan
sinar di sekitar gunung. "Menurut kami, itu masuk akal, karena mengambil
sampel di Mesir, piramida tak hanya sekedar kuburan Firaun, tapi ada teknologi
di dalamnya," kata dia. Teknologi yang maju -- bahkan untuk ukuran masa
kini misalnya, teknologi hidro, pembangkit listrik, dan ada medan magnet. Ada
juga literatur yang menyebut piramid dibangun untuk mengantisipasi air bah.
Iwan menambahkan, tak hanya masyarakat
yang skeptis terhadap temuan tim. Juga beberapa instansi terkait. "Mereka
kurang peduli. Antara percaya tidak percaya. Padahal semua metode penelitian
sudah kami lakukan, ini temuan yang sangat fenomenal," kata dia.
"Harusnya kita sadar dan sangat bangga, ada peradaban besar dan tua
yang berada di bumi nusantara."
Mugia aya manfaatna.
kapan akan gi gali biar kita bangga punya piramid sendiri....
BalasHapusentahlah... biasanya suka terbentur dengan masalah pembiayaan.
BalasHapus