Benua Atlantis itu adalah Indonesia
Profesor Stephen Oppenheimer |
Para ilmuwan Barat berspekulasi tentang
keberadaan benua Atlantis yang hilang, merekamengasumsikan bahwa lokasinya
terdapat di belahan bumi Barat, di sekitar laut Atlantik, atau paling jauh
di sekitar Timur Tengah sekarang. Penelitian untuk menemukan sisa Atlantis pun
banyak dilakukan di kawasan-kawasan tersebut. Namun di akhir dasawarsa 1990,
kontroversi tentang letak Atlantis yang hilang mulai muncul berkaitan
dengan pendapat dua orang peneliti, yaitu: Oppenheimer (1999) dan Santos
(2005).
Kontroversi tentang sumber peradaban
dunia muncul sejak diterbitkannya buku Eden in The East (1999) oleh
Profesor Stephen Oppenheimer, Dokter ahli genetik dan DNA dari Universitas Oxford Inggris yang banyak mempelajari sejarah peradaban. Oppenheimer menyatakan : Benua Atlantis yang hilang, terletak di Indonesia. Pernyataannya ini
diungkapkan setelah melakukan penelitian panjang terhadap berbagai aspek yang
menunjukkan tanda-tanda keberadaan Benua Atlantis. Ia
berpendapat bahwa Paparan Sunda (Sundaland) adalah merupakan cikal bakal
peradaban kuno atau dalam bahasa agama sebagai Taman Eden. Istilah ini
diserap dari kata dalam bahasa Ibrani Gan Eden. Dalam bahasa Indonesia
disebut Firdaus yang diserap dari kata Persia "Pairidaeza" yang
arti sebenarnya adalah Taman.
Menurut Oppenheimer, munculnya peradaban di Mesopotamia; Lembah Sungai Indus; dan Cina, justru dipicu oleh kedatangan para migran dari Asia Tenggara. Landasan argumennya adalah etnografi; arkeologi; osenografi; mitologi; analisa DNA; dan linguistik. Ia mengemukakan bahwa di wilayah Sundaland sudah ada peradaban yang menjadi leluhur peradaban Timur Tengah 6000 tahun silam. Suatu ketika datang
banjir besar yang menyebabkan penduduk Sundaland berimigrasi ke barat
yaitu ke Asia, Jepang, serta Pasifik. Mereka adalah leluhur Austronesia.
Rekonstruksi Oppenheimer diawali dari
saat berakhirnya puncak Jaman Es (Last Glacial Maximum) sekitar 20.000
tahun yang lalu. Ketika itu, muka air laut masih sekitar 150 m di bawah muka
air laut sekarang. Kepulauan Indonesia bagian Barat masih bergabung dengan benua Asia menjadi daratan luas yang dikenal sebagai Sundaland. Namun, ketika bumi memanas, timbunan es yang ada di kutub meleleh dan mengakibatkan banjir besar yang melanda dataran rendah di berbagai penjuru dunia. Data geologi dan oseanografi mencatat setidaknya ada 3 banjir besar yang terjadi, yaitu : pada sekitar 14.000; 11.000; dan 8.000 tahun yang lalu. Banjir besar yang terakhir, bahkan menaikkan muka air laut hingga 5 - 10 meter lebih tinggi dari yang sekarang. Wilayah yang paling parah dilanda banjir adalah Paparan Sunda dan Pantai Cina Selatan. Sundaland malah menjadi pulau-pulau yang terpisah, antara lain : Kalimantan; Jawa; Bali; dan Sumatera. Padahal, waktu itu kawasan ini sudah cukup padat dihuni manusia prasejarah yang hidup sebagai petani dan nelayan. Bagi Oppenheimer, kisah 'Banjir Nuh' atau 'Benua Atlantis yang hilang' tidak lain adalah rekaman budaya yang mengabadikan fenomena alam dahsyat ini. Di kawasan Asia Tenggara, kisah atau legenda seperti ini masih tersebar luas diantara masyarakat tradisional, namun belum ada yang meneliti keterkaitan legenda dengan fenomena Taman Eden. Tapi dikesempatan lain ketika dihubungkan dengan dugaan adanya Piramida Garut dengan Atlantis, ia belum berani memestikan. "Saya belum melihat piramida di Garut, saya tidak mengomentarinya, saya belum melihatnya. Tapi mungkin bahwa Indonesia adalah Atlantis yang hilang, tapi saya tidak tahu bukti yang kuat untuk itu," ujar Oppenheimer usai bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di kantor presiden, Jl. Medan Merdeka Utara, Jakarta, Kamis (2/2/2012).
Profesor Arysio Nunes Dos Santos |
Kehebohan lainnya muncul ketika Prof. Arysio Nunes Dos Santos
dari Brazil menerbitkan buku yang menggemparkan : “Atlantis The Lost Continents Finally
Found”. Dimana ditemukannya ? Secara tegas dinyatakannya bahwa lokasi Atlantis
yang hilang sejak kira-kira 11.600 tahun yang lalu itu adalah di Indonesia
(?!). Selama ini, benua yang diceritakan Plato 2.500 tahun yang lalu itu adalah
benua yang dihuni oleh bangsa Atlantis yang memiliki peradaban yang sangat
tinggi dengan alamnya yang sangat kaya, yang kemudian hilang tenggelam ke dasar
laut oleh bencana banjir dan gempa bumi sebagai hukuman dari yang Kuasa. Kisah
Atlantis ini dibahas dari masa ke masa, dan upaya penelusuran terus pula
dilakukan guna menemukan sisa-sisa peradaban tinggi yang telah dicapai oleh
bangsa Atlantis itu. Pencarian dilakukan di Samudera
Atlantik, Laut Tengah, Karibia, sampai ke kutub Utara. Pencarian ini sama
sekali tidak ada hasilnya, sehingga sebagian orang beranggapan bahwa yang
diceritakan Plato itu hanyalah negeri dongeng semata. Profesor Santos
yang ahli Fisika Nuklir ini menyatakan bahwa Atlantis tidak pernah ditemukan
karena dicari di tempat yang salah. Lokasi yang benar secara menyakinkan adalah
Indonesia, katanya. Prof. Santos mengatakan bahwa
dia sudah meneliti kemungkinan lokasi Atlantis selama 29 tahun terakhir ini.
Ilmu yang digunakan Santos dalam menelusur lokasi Atlantis ini adalah ilmu
Geologi, Astronomi, Paleontologi, Archeologi, Linguistik, Ethnologi, dan
Comparative Mythology. Buku Santos sewaktu ditanyakan ke ‘Amazon.com’ seminggu
yang lalu ternyata habis tidak bersisa. Bukunya ini terlink ke 400 buah sites
di Internet, dan websitenya sendiri menurut Santos selama ini telah dikunjungi
sebanyak 2.500.000 visitors. Ini adalah iklan gratis untuk mengenalkan
Indonesia secara efektif ke dunia luar, yang tidak memerlukan dana 1 sen pun
dari Pemerintah RI.
Setelah melakukan penelitian selama
30 tahun, ia menghasilkan buku Atlantis, The Lost Continent Finally Found,
The Definitifve Localization of Plato‘s Lost
Civilization (2005). Santos
menampilkan 33 perbandingan, seperti luas wilayah, cuaca, kekayaan alam,
gunung berapi, dan cara bertani, yang akhirnya menyimpulkan bahwa Atlantis
itu adalah Indonesia. Sistem terasisasi
sawah yang khas Indonesia, menurutnya, ialah
bentuk yang diadopsi oleh Candi Borobudur, Piramida di Mesir, dan bangunan
kuno Aztec di Meksiko. Bukan kebetulan ketika Indonesia
pada tahun 1958, atas gagasan Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja melalui UU
no. 4 Perpu tahun 1960, mencetuskan Deklarasi Djoeanda. Isinya menyatakan
bahwa negara Indonesia dengan perairan
pedalamannya merupakan kesatuan wilayah Nusantara. Fakta itu kemudian diakui
oleh Konvensi Hukum Laut Internasional 1982. Merujuk penelitian Santos,
pada masa puluhan ribu tahun yang lalu wilayah negara Indonesia merupakan
suatu benua yang menyatu. Tidak terpecah-pecah dalam puluhan ribu pulau
seperti halnya sekarang.
Sundaland |
”Para peneliti AS ini menyatakan bahwa
Atlantis is Indonesia,” kata Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI), Prof Umar Anggara Jenny, Jumat (17/6), di sela-sela rencana gelaran
‘International Symposium on The Dispersal of Austronesian and the Ethnogeneses
of the People in Indonesia Archipelago, 28-30 Juni 2005.
Kata Umar, dalam dua dekade terakhir
memang diperoleh banyak temuan penting soal penyebaran dan asal usul manusia.
Salah satu temuan penting ini adalah hipotesa adanya sebuah pulau besar sekali
di Laut Cina Selatan yang tenggelam setelah zaman es.
Hipotesa itu, kata Umar, berdasarkan
pada kajian ilmiah seiring makin mutakhirnya pengetahuan tentang arkeologimolekuler.
Tema ini, lanjutnya, bahkan akan menjadi salah satu hal yang diangkat dalam
simposium internasional di Solo, 28-30 Juni.
Menurut Umar, salah satu pulau penting
yang tersisa dari benua Atlantis — jika memang benar — adalah Pulau Natuna,
Riau. Berdasarkan kajian biomolekuler, penduduk asli Natuna diketahui memiliki
gen yang mirip dengan bangsa Austronesia tertua.
Bangsa Austronesia diyakini memiliki
tingkat kebudayaan tinggi, seperti bayangan tentang bangsa Atlantis yang
disebut-sebut dalam mitos Plato. Ketika zaman es berakhir, yang ditandai
tenggelamnya ‘benua Atlantis’, bangsa Austronesia menyebar ke berbagai penjuru.
Mereka lalu menciptakan keragaman budaya
dan bahasa pada masyarakat lokal yang disinggahinya dalam tempo cepat yakni pada
3.500 sampai 5.000 tahun lampau. Kini rumpun Austronesia menempati separuh muka
bumi.
Dominasi Austronesia Menurut Umar
Anggara Jenny, Austronesia sebagai rumpun bahasa merupakan sebuah fenomena
besar dalam sejarah manusia. Rumpun ini memiliki sebaran yang paling luas,
mencakup lebih dari 1.200 bahasa yang tersebar dari Madagaskar di barat hingga
Pulau Paskah di Timur. Bahasa tersebut kini dituturkan oleh lebih dari 300 juta
orang.
”Pertanyaannya dari mana asal-usul
mereka? Mengapa sebarannya begitu meluas dan cepat yakni dalam 3500-5000 tahun
yang lalu. Bagaimana cara adaptasinya sehingga memiliki keragaman budaya yang
tinggi,” tutur Umar.
Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia
(IAAI), Harry Truman Simanjuntak, mengakui memang ada pendapat dari sebagian
pakar yang menyatakan bahwa benua Atlantis terletak di Indonesia. Namun hal itu
masih debatable –diperdebatkan.
Yang jelas, terang Harry, memang benar
ada sebuah daratan besar yang dahulu kala bernama Sunda Land. Luas daratan itu
kira-kira dua kali negara India. ”Benar, daratan itu hilang. Dan kini tinggal
Sumatera, Jawa atau Kalimantan,” terang Harry. Menurut dia, sah-sah saja para
ilmuwan mengatakan bahwa wilayah yang tenggelam itu adalah benua Atlantis yang
hilang, meski itu masih menjadi perdebatan.
Salah satu teori, menurut Harry Truman,
mengatakan penutur bahasa Austronesia berasal dari Sunda Land yang tenggelam di
akhir zaman es. Populasi yang sudah maju, proto-Austronesia, menyebar hingga ke
Asia daratan hingga ke Mesopotamia, mempengaruhi penduduk lokal dan
mengembangkan peradaban. ”Tapi ini masih diperdebatkan”.
Timaeus dan Critias
Plato dengan Buku Timaeus dan Critias |
Atlantis, Atalantis, atau Atlantika (Pulau Atlas -bahasa Yunani) adalah pulau legendaris yang
pertama kali disebut oleh Plato dalam buku Timaeus dan Critias.
Dalam catatannya, Plato menulis bahwa
Atlantis terhampar "di seberang pilar-pilar Herkules",
dan memiliki angkatan laut
yang menaklukan Eropa Barat dan Afrika 9.000 tahun
sebelum waktu Solon (atau sekitar
tahun 9500 SM). Setelah gagal menyerang Yunani, Atlantis
tenggelam ke dalam samudra "hanya dalam waktu satu hari satu malam".
Dua dialog Plato, Timaeus dan Critias,
yang ditulis pada tahun 360 SM, berisi referensi pertama Atlantis. Plato tidak
pernah menyelesaikan Critias karena alasan yang tidak diketahui; namun,
ahli yang bernama Benjamin Jowett, dan beberapa ahli lain, berpendapat bahwa
Plato awalnya merencanakan untuk membuat catatan ketiga yang berjudul Hermocrates.
John V. Luce mengasumsikan bahwa Plato — setelah mendeskripsikan asal usul
dunia dan manusia dalam Timaeus, dan juga komunitas sempurna Athena kuno
dan keberhasilannya dalam mempertahankan diri dari serangan Atlantis dalam Critias
— akan membahas strategi peradaban Helenik selama konflik mereka dengan bangsa
barbar sebagai subyek diskusi dalam Hermocrates.
Empat tokoh yang muncul dalam kedua
catatan tersebut adalah politikus Critias dan Hermocrates dan juga filsuf
Socrates dan Timaeus, meskipun hanya Critias yang berbicara mengenai Atlantis.
Walaupun semua tokoh tersebut merupakan tokoh bersejarah (hanya tiga tokoh
pertama yang dibawa), catatan tersebut mungkin merupakan karya fiksi Plato.
Dalam karya tertulisnya, Plato menggunakan dialog Socrates untuk mendiskusikan
posisi yang saling berlawanan dalam hubungan prakiraan.
Pada
buku Timaeus, Plato berkisah:
“Di hadapan Selat Mainstay Haigelisi,
ada sebuah pulau yang sangat besar, dari sana kalian dapat pergi ke pulau
lainnya, di depan pulau-pulau itu adalah seluruhnya daratan yang dikelilingi
laut samudera, itu adalah kerajaan Atlantis. Ketika itu Atlantis baru akan
melancarkan perang besar dengan Athena, namun di luar dugaan, Atlantis
tiba-tiba mengalami gempa bumi dan banjir, tidak sampai sehari semalam, tenggelam
sama sekali di dasar laut, negara besar yang melampaui peradaban tinggi, lenyap
dalam semalam”.
Menurut Critias, dewa Helenik membagi
wilayah sehingga tiap dewa dapat memiliki; Poseidon mewarisi
wilayah pulau Atlantis. Pulau ini lebih besar daripada Libya kuno dan Asia
Kecil yang disatukan, tetapi akan tenggelam karena gempa bumi dan menjadi
sejumlah lumpur yang tak dapat dilewati, menghalangi perjalanan menyebrang
samudra. Bangsa Mesir mendeskripsikan Atlantis sebagai pulau yang terletak
kira-kira 700 kilometer, kebanyakan terdiri dari pegunungan di wilayah utara
dan sepanjang pantai, dan melinkungi padang rumput berbentuk bujur di selatan
"terbentang dalam satu arah tiga ribu stadia (sekitar 600 km),
tetapi di tengah sekitar dua ribu stadia (400 km).
Wanita asli Atlantis bernama Cleito
(putri dari Evenor dan Leucippe) tinggal
disini. Poseidon jatuh cinta padanya, lalu memperistri gadis muda itu dan
melahirkan lima pasang anak laki-laki kembar. Poseidon membagi pulau menjadi 10
wilayah yang masing-masing diserahkan pada 10 anak. Anak tertua, Atlas, menjadi
raja atas pulau itu dan samudera disekitarnya (disebut Samudera Atlantik untuk
menghormati Atlas). Nama "Atlantis" juga berasal dari namanya, yang
berarti "Pulau Atlas".
Poseidon mengukir gunung tempat
kekasihnya tinggal menjadi istana dan menutupnya dengan tiga parit bundar yang
lebarnya meningkat, bervariasi dari satu sampai tiga stadia dan terpisah oleh
cincin tanah yang besarnya sebanding. Bangsa Atlantis lalu membangun jembatan
ke arah Utara dari pegunungan, membuat rute menuju sisa pulau. Mereka menggali
kanal besar ke laut, dan di samping jembatan, dibuat gua menuju cincin batu
sehingga kapal dapat lewat dan masuk ke kota di sekitar pegunungan; mereka
membuat dermaga dari tembok batu parit. Setiap jalan masuk ke kota dijaga oleh
gerbang dan menara, dan tembok mengelilingi setiap cincin kota. Tembok
didirikan dari bebatuan merah, putih dan hitam yang berasal dari parit, dan
dilapisi oleh kuningan, timah dan orichalcum (perunggu).
Menurut Critias, 9.000 tahun sebelum
kelahirannya, perang terjadi antara bangsa yang berada di luar Pilar-pilar
Herkules (umumnya diduga Selat Gibraltar), dengan bangsa
yang tinggal di dalam Pilar. Bangsa Atlantis menaklukan Libya sampai sejauh
Mesir dan benua Eropa sampai sejauh Tirenia, dan menjadikan
penduduknya budak. Orang Athena memimpin aliansi melawan kekaisaran Atlantis,
dan sewaktu aliansi dihancurkan, Athena melawan kekaisaran Atlantis sendiri,
membebaskan wilayah yang diduduki. Namun, nantinya, muncul gempa bumi dan
banjir besar di Atlantis, dan hanya dalam satu hari satu malam, pulau Atlantis
tenggelam dan menghilang.
Selain Timaeus dan Critias, tidak
terdapat catatan kuno mengenai Atlantis, yang berarti setiap catatan mengenai
Atlantis lainnya berdasarkan dari catatan Plato. Kata Atlantis juga berasal dari bahasa Sanskrit Atala, yang berarti Surga atau Menara Peninjauan (watch tower), Atalaia (Portugis), Atalaya (Spanyol). Plato menegaskan bahwa wilayah Atlantis pada saat itu merupakan pusat dari peradaban dunia dalam bentuk : budaya; kekayaan alam; ilmu/teknologi; dan lain-lain. Plato menetapkan bahwa letak Atlantis itu di Samudera Atlantik sekarang. Plato bersikukuh bahwa bumi ini datar dan dikelilingi oleh satu ocean (samudera) secara menyeluruh -ocean berasal dari bahasa Sanskrit ashayana, yang berarti mengelilingi secara menyeluruh. Pendapat itu kemudian ditentang oleh ahli-ahli di kemudian hari, seperti : Copernicus; Galilei-Galileo; Einstein; dan Stephen Hawking. Dalam usaha mengemukakan pendapat mendasarkan pada sejarah dunia, nampaknya Plato telah melakukan 2 kekhilafan, Pertama mengenai bentuk/posisi bumi yang katanya datar, Kedua mengenai letak benua Atlantis yang katanya berada di Samudera Atlantik yang ditentang oleh Profesor Santos. Bahkan penelitian militer Amerika Serikat di wilayah Atlantik, terbukti tidak berhasil menemukan bekas-bekas benua yang hilang itu.
Namun, ada beberapa keadaan masa kini
yang antara Plato dan Prof. Santos sependapat. Yakni pertama, bahwa lokasi benua
yang tenggelam itu adalah Atlantis dan oleh Santos dipastikan sebagai
wilayah Republik Indonesia. Kedua, jumlah atau panjangnya mata rantai
gunung berapi di Indonesia. Di antaranya ialah Kerinci, Talang, Krakatoa,
Malabar, Galunggung, Pangrango, Merapi, Merbabu, Semeru, Bromo, Agung,
Rinjani. Sebagian dari gunung itu telah atau sedang aktif kembali. Ketiga,
soal semburan lumpur akibat letusan gunung berapi yang abunya tercampur
air laut menjadi lumpur. Endapan lumpur di laut ini kemudian meresap ke
dalam tanah di daratan. Lumpur panas ini tercampur dengan gas-gas alam
yang merupakan impossible barrier of mud (hambatan lumpur yang tidak bisa
dilalui), atau in navigable (tidak dapat dilalui), tidak bisa ditembus atau
dimasuki. Dalam kasus di Sidoarjo, pernah dilakukan remote sensing, penginderaan
jauh, yang menunjukkan adanya sistim kanalisasi di wilayah tersebut. Ada
kemungkinan kanalisasi itu bekas penyaluran semburan lumpur panas dari
masa yang lampau.
The Bimini Road
Edgar Cayce |
Setiap orang telah mendengar cerita
tentang kota yang hilang Atlantis, tapi bagaimana dengan Bimini Road, apakah
pernah mendengar juga? Benarkah Bimini Road yang terletak di sebelah Utara
Bimini, sebuah pulau di Kepulauan Bahama, adalah bagian dari kota Atlantis yang
tenggelam itu. Tidak ada yang bisa memastikan. Serangkaian tes radio karbon yang
dilakukan antara lain menghasilkan dugaan bahwa Bimini Road ini ada pada 2000
hingga 3000 tahun lalu. Tapi ini pun mendapat sanggahan. Tapi info yang
diberikan Edgar Cayce (18 Maret 1877-3 Januari 1945) seorang paranormal
terkenal pada masanya, menyebut tentang Bimini Road dalam prediksinya.
Edgar Cayce pertama kali menyebut
Atlantis tahun 1923, dan nantinya menjelaskan bahwa lokasi Atlantis berada di
Karibia, dan menyatakan bahwa Atlantis adalah peradaban berevolusi tinggi kuno,
kini telah tenggelam, yang memiliki kapal dan pesawat tempur menggunakan energi
dalam bentuk kristal energi misterius.
Association for Reasearch and Enlightenment (ARE), sebuah
organisasi yang berbasis di Virginia Beach, VA, yang didedikasikan untuk
mempelajari teori Edgar Cayce. Antara 1923 dan 1944, Cayce telah membuat banyak
referensi tentang Atlantis yang hilang melalui wawancara. Wawancara ini
dicatat kata demi kata yang kemudian diterbitkan dalam sebuah buku berjudul Edgar
Cayce on Atlantis, oleh Cayce putra Edgar Cayce. Termasuk prediksi
yang dibuat pada bulan Juni 1940 bahwa Poseidia merupakan bagian pertama
Atlantis yang hilang akan muncul kembali. Menurutnya diperkirakan sakitar
tahun 1968 dan 1969. Dan daerah Bimini road
adalah titik tertinggi tanah Atlantis. Bimini Road ditolak dengan alasan hanya
sebagai batu pantai yang kebetulan telah menghasilkan efek yang tidak biasa.
Berlitz dan Dr. Manson Valentine, arkeolog Amerika dan ahli kelautan
yang menemukan Bimini Road mengatakan bahwa batu pantai tidak membentuk
blok besar yang sesuai secara bersamaan dan memiliki pola yang sama pula.
Apapun
hasil penyelidikan masa depan di sekitar kepulauan Bimini, masih akan ada
orang yang terus mencari bukti meyakinkan untuk mengidentifikasi ucapan Plato
dengan peradaban kuno Minoan dari Aegean.
Kisah benua "Kumari Kandam" yang hilang
di India telah
menginspirasi beberapa orang untuk menggambarkannya secara paralel dengan
Atlantis. Menurut Ignatius
L. Donnelly
dalam bukunya, Atlantis: The
Antediluvian World, terdapat hubungan antara Atlantis dan Aztlan (tempat tinggal
nenek moyang suku Aztek). Ia mengklaim bahwa suku Aztek menunjuk ke timur
Karibia sebagai bekas lokasi Aztlan.
Lokasi
yang diduga sebagai lokasi Atlantis adalah:
Al-Andalus
Kreta dan Santorini
Turki
Di
dekat Siprus
Timur
Tengah
Malta
Sardinia
Troya
|
Antarktika
Australia
Kepulauan
Azores
Tepi
Bahama dan Karibia
Bolivia
Laut
Hitam
Inggris
Irlandia
|
Kepulauan
Canary dan Tanjung
Verde
Denmark
Finlandia
Indonesia
Isla de la Juventud dekat Kuba
Meksiko
Laut
Utara
Estremadura, Portugal
Swedia
|
Apa yang membuat perdebatan peradaban
Atlantis dan Atlantis yang hilang tetap hidup? Mungkin
hanya sebuah legenda Atlantis yang hilang dan dongeng untuk meyakinkan kita
bahwa manusia benar-benar menghuni surga.
Bahwa Indonesia
adalah wilayah yang dianggap sebagai ahli waris Atlantis, tentu harus
membuat kita bersyukur. Membuat kita tidak rendah diri di dalam pergaulan
internasional, sebab Atlantis pada masanya ialah pusat peradaban dunia.
Namun sebagai wilayah yang rawan bencana, sebagaimana telah dialami oleh
Atlantis itu, sudah saatnya kita belajar dari sejarah dan memanfaatkan
perkembangan ilmu pengetahuan mutakhir untuk dapat mengatasinya.
Mugia aya manfaatna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar