“Perekonomian Indonesia disusun
sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.”
Demikian bunyi Pasal 33 ayat (1) UUD
1945, selanjutnya penjelasan Pasal 33 antara lain menyatakan bahwa kemakmuran
masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang dan bangun
perusahaan yang sesuai dengan itu ialah Koperasi. Penjelasan ini menempatkan
Koperasi dalam dua kedudukan yang penting, baik dalam kedudukan sebagai
Sokoguru Perekonomian Nasional maupun sebagai bagian Integral Tata Perekonomian
Nasional.
Dengan memperhatikan kedudukan Koperasi
seperti tersebut di atas, maka peran Koperasi sangatlah penting dalam menumbuhkembangkan
Potensi Ekonomi Rakyat serta dalam mewujudkan Kehidupan Demokrasi Ekonomi.
Dalam kehidupan ekonomi seperti itu, Koperasi seharusnya memiliki ruang gerak
dan kesempatan usaha yang luas yang menyangkut kepentingan ekonomi rakyat. Tata
hubungan usaha yang serasi dan saling menguntungkan antara Koperasi dengan
badan usaha lainnya, merupakan faktor yang penting dalam rangka mewujudkan
Sistem Perekonomian Nasional yang berdasarkan Demokrasi Ekonomi. Dalam hubungan ini, kerjasama tersebut haruslah
merupakan hubungan yang saling membutuhkan dan menguntungkan.
Napak Tilas
R. Aria Wiria Atmaja |
Pada tahun 1896 seorang Pamong Praja di Purwokerto
(Banyumas) Patih R. Aria Wiria Atmaja mendirikan sebuah Bank untuk para pegawai
negeri –priyayi. Maksud Patih tersebut untuk mendirikan Koperasi Kredit model
seperti di Jerman –model koperasi kredit Raiffeisen, terdorong oleh
keinginannya untuk menolong para pegawai yang makin menderita karena terjerat
oleh lintah darat yang memberikan pinjaman dengan bunga yang tinggi. Beliau dengan
bantuan E. Sieberg –Asisten Residen Purwokerto, mendirikan Hulp-en
Spaar Bank. Cita-citanya ini juga mendapat dukungan dari De Wolff
van Westerrode –pengganti Sieberg. Cita-cita dan semangat
tersebut selanjutnya diteruskan oleh De Wolffvan Westerrode. Sewaktu cuti, ia
berhasil mengunjungi Jerman dan menganjurkan mengubah Bank Pertolongan Tabungan
yang sudah ada menjadi Hulp – Spaar en Landbouwcrediet (Bank Bank
Pertolongan, Tabungan dan Pertanian). Selain pegawai negeri, para petani juga perlu
dibantu karena mereka makin menderita akibat tekanan para pengijon. Westerrode juga
menganjurkan mengubah Bank tersebut menjadi Koperasi. Di samping itu, ia pun
mendirikan lumbung-lumbung desa dan menganjurkan para petani menyimpan padinya pada
musim panen serta memberikan pertolongan pinjaman padi pada musim paceklik. Ia
pun berusaha menjadikan lumbung-lumbung itu menjadi Koperasi Kredit Padi.
Tetapi, Pemerintah Belanda pada waktu itu berpendirian lain. Bank Pertolongan,
Tabungan dan Pertanian serta Lumbung Desa tidak dijadikan Koperasi tetapi
membentuk Purwokertosche Hulp – Spaar en landbouwcredietbank, Lumbung-lumbung Desa
baru, Bank-bank Desa, Rumah Gadai dan Centrale Kas yang kemudian menjadi
Bank Rakyak Indonesia (BRI) pada tahun 1899. Semua itu adalah badan usaha pemerintah
dan dipimpin oleh orang-orang pemerintah.
Pada zaman Belanda pembentukan Koperasi
belum dapat terlaksana karena:
1.
Belum ada instansi pemerintah
ataupun badan non pemerintah yang memberikan penerangan dan penyuluhan tentang
Koperasi.
2.
Belum ada Undang-Undang yang
mengatur kehidupan Koperasi.
3.
Pemerintah jajahan sendiri masih
ragu-ragu menganjurkan Koperasi –karena pertimbangan politik, khawatir Koperasi
itu akan digunakan oleh kaum politik untuk tujuan yang membahayakan pemerintah
jajahan itu.
Pada tahun 1908, Budi Utomo yang
didirikan oleh Dr. Sutomo memberikan peranan bagi gerakan Koperasi untuk
memperbaiki kehidupan rakyat.
Pada tahun 1915 dibuat peraturan
Verordening op de Cooperatieve Vereeniging (peraturan Koperasi Besluit
7 April No. 431 tahun 1915) atau “Verordening op de Cooperative Verenigingen“
(Konongklijk Besluit 7 April Stbl No. 431), yaitu Undang-Undang tentang perkumpulan
Koperasi untuk segala bangsa.
Berdasarkan
peraturan ini rakyat tidak mungkin mendirikan Koperasi karena :
1.
Mendirikan Koperasi harus
mendapat izin dari Gubernur Jenderal
2.
Akta dibuat dengan perantaraan
notaris dan dalam bahasa Belanda
3.
Ongkos materai sebesar 50 golden
4.
Hak tanah harus menurut hukum
Eropa
5.
Harus diumumkan di Javasche
Courant yang biayanya juga tinggi
Peraturan ini mengakibatkan munculnya
reaksi dari kaum pergerakan nasional dan para penganjur Koperasi. Oleh karena
itu, pada tahun 1920 pemerintah Belanda membentuk Panitia Koperasi atau Cooperative
Commisie (Gouvernements Besluit 10 Juni 1920 Stbl No. 1) yang diketuai
oleh J. H. Boeke. Panitia ini ditugasi untuk meneliti mengenai
perlunya Koperasi. Setahun kemudian, panitia itu memberikan laporan bahwa Koperasi
perlu dikembangkan.
Pada tahun 1927 pemerintah mengeluarkan
peraturan No. 91 (Regeling Inlandschhe Cooperatieve) atau Regeling Inlandse
Cooperative Verenigingen Stbl No. 91 yang lebih ringan dari peraturan 1915.
isi peraturan No. 91 antara lain :
1.
Akta tidak perlu dengan
perantaraan notaris, tetapi cukup didaftarkan pada Penasehat Urusan Kredit
Rakyat dan Koperasi serta dapat ditulis dalam bahasa daerah
2.
Ongkos materai 3 golden
3.
Hak tanah dapat menurut hukum
adat
4. Berlaku
untuk orang Indonesia asli, yang mempunyai hak badan hukum secara adat
Pada tahun 1927 dibentuk Serikat Dagang
Islam, yang bertujuan untuk memperjuangkan kedudukan ekonomi pengusaha-pengusaha
pribumi.
Kemudian pada tahun 1929, berdiri Partai
Nasional Indonesia yang memperjuangkan penyebarluasan semangat Koperasi.
Tahun 1927 itu juga, Jawatan Koperasi
didirikan untuk menggiatkan pergerakan Koperasi yang diatur menurut Stbl 1927
No. 91 yang diketuai Prof. Dr. J.H Boeke.
Namun, pada tahun 1933 keluar UU No. 108
yang mirip UU no. 431 Tahun 1915 sehingga mematikan usaha Koperasi untuk yang
kedua kalinya.
Pada tahun 1942, Jepang menduduki
Indonesia. Kantor
Pusat Jawatan Koperasi diganti oleh pemerintah Jepang menjadi Syomin Kumiai
Cou Jomusyo atau Syomin Kumiai Tyuo Zimusyo dan Kantor Daerah
diganti menjadi Syomin Kumiai Saodandyo atau Syomin Kumiai Sodandyo.
Sesudah
itu dibentuk Djawa Jumin Keizai Sintaisei Konsetsu Jumbi Inkai (Panitia
Susunan Perekonomian baru di Jawa).
Kumiai/Kumiyai yaitu koperasi model Jepang, mula-mula bertugas
untuk mendistribusikan barang-barang kebutuhan rakyat. Namun fungsinya berubah
drastis, hanya sebagai alat dari Jepang untuk mengumpulkan hasil bumi dan
barang-barang kebutuhan untuk Jepang serta untuk mengeruk keuntungan, dan
menyengsarakan rakyat Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka, Desember 1946
Ir. Teko Sumodiharjo diangkat sebagai Dirjen Perekonomian Rakyat yang menangani
Koperasi. Kepala Jawatan dipegang oleh R.S Soeriaatmadja. Ditahun tersebut
diselenggarakan Konferensi di Ciparay untuk membentuk Pusat Koperasi Priangan
yang diantara tugasnya adalah: secepat-cepatnya menyelenggarakan Kongres
Koperasi Seluruh Indonesia.
Menjelang penyelenggaraan Kongres
Koperasi I di Tasikmalaya, para pemimpin Gerakan Koperasi di Jawa Barat
(Priangan) mengirim utusan ke Yogyakarta (ibukota RI). Mereka bermaksud untuk
menemui Bung Hatta, yang bukan saja dihormati sebagai Wakil Presiden, tetapi
juga sebagai ahli ekonomi dan penganjur Gerakan Koperasi. Utusan terdiri atas
Niti Soemantri, Kastura, Much. Muchtar dan Kyai Lukman Hakim. Dalam pertemuan
tersebut dibicarakan tentang berbagai masalah yang dihadapi gerakan dalam
mengembangkan Koperasi –khususnya di daerah Jawa Barat. Pada umumnya, usaha yang
telah dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan Bung Hatta.
Selain bertemu dengan Bung Hatta, utusan
Gerakan Koperasi Priangan juga menemui R.S. Soeria Atmadja (Kepala Jawatan
Koperasi Pusat) yang berkedudukan di Magelang, dan R.M. Margono Djojohadikusumo
(Presiden Direktur Bank Negara Indonesia).
Dengan R.M. Margono, utusan Gerakan
Kopeasi Priangan sependapat, bahwa untuk kepentingan Gerakan Koperasi Indonesia
–sebelum gerakan dapat mewujudkan usaha-usahanya sendiri, maka pada Bank Negara
Indonesia akan dibentuk Kamar Koperasi, yang bertugas untuk menyelenggarakan
kredit bagi gerakan Koperasi di seluruh Indonesia.
Melalui persiapan tersebut, maka Pusat
Koperasi Priangan mengambil prakarsa untuk menyelenggarakan Kongres Koperasi Pertama
di Tasikmalaya –dipilihnya Tasikmalaya dengan pertimbangan: kota tersebut
termasuk daerah yang paling aman. Pengurus Pusat Koperasi Priangan yang
sebenarnya berkedudukan di Bandung juga mengungsi ke Tasikmalaya, yang pada
waktu itu merupakan ibukota Provinsi Jawa Barat untuk sementara.
Pada tanggal 11 hingga 14 Juli 1947,
Pergerakan Koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di
Tasikmalaya –di gedung Pabrik Tenun Perintis milik Pusat Koperasi Tasikmalaya yang
terletak di Jalan Ciamis No.40. Dihadiri 500 orang utusan Koperasi se Jawa,
Madura, Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi. Tekadnya hanya satu: menyatukan
kekuatan dalam membangun Koperasi. Kehadiran 500 utusan Koperasi dari berbagai
daerah, sungguh luar biasa –karena ketika itu di seluruh negeri sedang dicekam
situasi sulit dan genting. Nyala semangat untuk mengobarkan Panji Koperasi,
telah menembus segala keterbatasan. Hari itu kemudian ditetapkan sebagai Hari
Koperasi Indonesia. Pelaksanaan kongres dipercayakan kepada Pusat Koperasi
Kabupaten Tasikmalaya (PKKT).
Kongres Koperasi (Kongres Gerakan
Koperasi) I menghasilkan sepuluh keputusan penting, antara lain :
1.
Dibentuknya SOKRI (Sentral
Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia) berkedudukan di Tasikmalaya.
2.
Azas Gotong Royong
3.
Menetapkan Peraturan Dasar SOKRI
4.
Menetapkan Pengurus serta Presidium
yang diketuai oleh Niti Soemantri.
5.
Kemakmuran rakyat harus
dilaksanakan berdasarkan pasal 33, dengan Koperasi Rakyat, Koperasi Ekonomi,
sebagai alat pelaksanaan.
6.
Mendirikan Bank Koperasi Sentral
7.
Ditempatkan konsep Koperasi
Rakyat Desa yang meliputi tiga usaha; kredit, konsumsi dan produksi, dengan pernyataan
bahwa Koperasi Rakyat Desa harus dijadikan dasar susunan SOKRI.
8.
Memperhebat dan memperluas
Pendidikan Koperasi Rakyat di kalangan masyarakat.
9.
Distribusi barang-barang penting
harus diselenggarakan oleh Koperasi.
10.
Memutuskan tanggal 12 Juli sebagai
Hari Koperasi Indonesia yang tiap–tiap tahun diperingati.
Pagi harinya dilakukan peletakan Tugu
Koperasi yang diresmikan pada tanggal 12 Juli 1950. Dilanjutkan siang harinya
diadakan pameran hasil kerajinan koperasi Kabupaten Tasikmalaya di ruangan
Kongres. Kongres pertama ini juga menetapkan Lambang Koperasi Indonesia yang
diciptakan oleh Suwarmin, sebagai logo resmi.
Logo Koperasi Indonesia |
1.
Gerigi Roda/Gigi Roda: upaya
keras yang ditempuh secara terus menerus, hanya orang yang pekerja keras yang
bisa menjadi Calon Anggota dengan memenuhi beberapa persyaratannya.
2.
Rantai (di sebelah kiri): ikatan
kekeluargaan; persatuan; dan persahabatan yang kokoh. Bahwa anggota sebuah
Koperasi adalah Pemilik Koperasi tersebut, maka semua Anggota menjadi
bersahabat, bersatu dalam kekeluargaan, dan yang mengikat sesama anggota adalah
hukum yang dirancang sebagai Anggaran Dasar (AD)/Anggaran Rumah Tangga (ART)
Koperasi. Dengan bersama-sama bersepakat mentaati AD/ART, maka Padi dan Kapas
akan mudah diperoleh.
3.
Kapas dan Padi (di sebelah kanan):
kemakmuran anggota Koperasi secara khusus dan rakyat secara umum yang
diusahakan oleh Koperasi. Kapas sebagai bahan dasar sandang (pakaian), dan Padi
sebagai bahan dasar pangan (makanan). Mayoritas sudah disebut makmur-sejahtera
jika cukup sandang dan pangan.
4.
Timbangan: keadilan sosial
sebagai salah satu Dasar Koperasi. Biasanya menjadi simbol hukum. Semua anggota
Koperasi harus adil dan seimbang antara Rantai dan Padi-Kapas, antara Kewajiban
dan Hak. Dan yang menyeimbangkan itu adalah Bintang dalam Perisai.
5.
Bintang (dalam perisai): dalam
perisai yang dimaksud adalah Pancasila, merupakan landasan Idiil Koperasi.
Bahwa anggota Koperasi yang baik adalah yang mengindahkan nilai-nilai keyakinan
dan kepercayaan, yang mendengarkan suara hatinya. Perisai bisa berarti Tubuh,
dan Bintang bisa diartikan Hati.
6.
Pohon Beringin: simbol kehidupan,
sebagaimana pohon dalam Gunungan Wayang yang dirancang oleh Sunan Kalijaga.
Dahan pohon disebut kayu (dari bahasa Arab Hayyu/kehidupan). Timbangan dan
Bintang dalam Perisai menjadi nilai hidup yang harus dijunjung tinggi.
7.
Koperasi Indonesia: Koperasi yang
dimaksud adalah Koperasi Rakyat Indonesia, bukan Koperasi negara lain.
Tata-kelola dan tata-kuasa perkoperasian di luar negeri juga baik, namun
sebagai Bangsa Indonesia harus punya tata-nilai sendiri.
8.
Warna Merah Putih: warna merah
dan putih yang menjadi background logo menggambarkan sifat nasional
Indonesia.
Tugu Koperasi di Tasikmalaya |
Situasi tanah air setelah Kongres
Koperasi I, masih tetap diwarnai pertempuran di beberapa daerah melawan
Belanda. Bahkan beberapa hari setelah kongres, Tasikmalaya mengalami pemboman
Belanda. Sehingga keputusan kongres praktis tidak bisa dilaksanakan.
Meski begitu, kepada para pemimpin/calon
pemimpin Koperasi Desa di Karesidenan-karesidenan Jawa, masih sempat diberikan
kursus Koperasi oleh Jawatan Koperasi. Menurut catatan, jumlah Koperasi pada
saat itu ada 2.160. Tetapi kegiatan ini juga berhenti dengan adanya aksi
militer II oleh Belanda pada 19 Desember 1948, menyusul peristiwa Madiun pada
September 1948.
Pada tahun 1949, keluarlah Peraturan
Koperasi No. 179 tahun 1949 yang nyaris sama dengan peraturan No. 91/1927
dibuat saat Belanda berkuasa.
Awal tahun 1950 Situasi tanah air pada
saat itu dapat dikatakan sudah aman, sehingga memungkinkan pengembangan Koperasi
secara lebih luas. Selain situasi keamanan dan landasan yuridis, yang juga
mendorong perkembangan perkoperasian pada saat itu, adalah sikap pemerintah yang
memberi iklim kondusif. Hal ini antara lain tampak pada pidato Wakil Presiden,
Mohamad Hatta, tanggal 12 Juli 1951, saat memperingati Hari Koperasi. Dari
pidato tersebut dapat diketahui, bagaimana sikap pemerintah dalam upaya
mengembangkan perkoperasian. ”Tadi kami peringatkan bahwa Pasal 38 dari pada
Undang-Undang Dasar kita menyatakan dua macam kewajiban. Kewajiban kepada
pemerintah dan kewajiban kepada rakyat. Selain dari menganjurkan dan
merencanakan koperasi, titik berat daripada kewajiban pemerintah terletak pada
ayat (2) dan (3) dari pada pasal itu, yang berbunyi: (2) Cabang-cabang produksi
yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai
oleh negara. (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Disini dinyatakan tugas dan tanggungjawab pemerintah untuk melindungi
penghidupan rakyat, dan mengatur supaya produksi berjalan untuk menyelenggarakan
kemakmuran rakyat. Dikuasai, tidak
berarti bahwa pemerintah sendiri menjadi pengusaha dalam segala rupa. Dikuasai,
berarti juga bahwa pemerintah mengatur jalannya produksi supaya menguntungkan
kepada kemakmuran rakyat. Di sebelah kewajiban pemerintah adalah kewajiban
daripada rakyat, untuk menyempurnakan hidupnya dan perusahaan masyarakat dengan
jalan koperasi. Dengan koperasi kita selenggarakan supaya bumi dan air dan
kekayaan yang terkandung di dalamnya dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.” Demikian pidato Drs. Moh. Hatta.
Catatan: Pasal 38 di atas adalah Pasal
38 dari UUDS1950 (Undang-Undang Dasar Sementara)
Sejak 12 Juli 1951, Hatta selalu
berpidato di radio berisikan: Hakikat Koperasi, Alasan-alasan Koperasi dan
Kisah Sukses Koperasi di luar negeri. Secara teratur pidato ini dilakukan
hingga tahun 1959 (pada tahun 1956, Hatta mengundurkan diri sebagai wakil
presiden).
Pada tanggal 12 - 17 Juli 1953
diadakanlah Kongres Koperasi II di Bandung (yang dipimpin oleh Niti Soemantri),
Dalam kongres tersebut hadir 206 orang utusan yang mewakili 83 Pusat-pusat
Koperasi dari berbagai daerah di Indonesia, yaitu: Sumatera Utara, Sumatera
Tengah, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi, dan Sunda
Kecil. Banyak diantaranya para utusan tersebut mewakili organisasi Koperasi
yang masih berbentuk panitia.
Keputusan Kongres Koperasi II :
A.
Ke dalam
1.
Menyetujui pokok-pokok prasaran
dari Prof. Sumitro, Iskandar Tedjakusuma, R.Moh.Ambiya Hadiwinoto, Roesli Rahim
dan R.S. Soeria Atmadja.
2.
Mendirikan sebuah badan pemusatan
pimpinan Koperasi untuk seluruh Indonesia yang dinamakan Dewan Koperasi
Indonesia.
3.
Mewajibkan Dewan Koperasi
Indonesia membentuk sebuah lembaga perkoperasian untuk mendidik para anggota,
pimpinan, pegawai Koperasi serta mendirikan Sekolah Menengah Koperasi di
tiap-tiap provinsi.
4.
Mengeluarkan harian, majalah,
brosur, buku pelajaran Koperasi.
5.
Membentuk sebuah panitia yang
akan memberikan saran-sasarn kepada pemerintah mengenai Undang-Undang Koperasi.
6.
Mengusahakan kemudahan
pemberian-pemberian Badan Hukum.
7.
Mengangkat Bung Hatta (Drs. H.
Moh. Hatta) sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
8.
Memilih Dewan Pimpinan Dewan
Koperasi Indonesia.
B.
Keluar
Mendesak pemerintah Republik Indonesia
supaya:
1.
Melaksanakan perubahan dasar
ekonomi dengan menggunakan Koperasi sebagai sistem dan alat utama untuk
mencapai kemakmuran rakyat bersama, sesuai dengan maksud pasal 38 UUD Sementara
RI.
2.
Koperasi dijadikan Mata Pelajaran
pada sekolah lanjutan, dan menanamkan benih perkoperasian pada Sekolah Rakyat.
3.
Segera mengadakan Undang-Undang Koperasi
yang berdasarkan pada pasal 38 UUDS RI.
4.
Menambah Anggaran dan Belanja Negara
bagi kemakmuran rakyat terutama di luar pulau Jawa/Madura.
5.
Menyempurnakan susunan Jawatan Koperasi.
6.
Merencanakan Pembangunan Rumah Rakyat
diundangkan serta menunjuk Gerakan Koperasi sebagai Penyelenggara Pembangunan
Rumah-rumah Rakyat.
7.
Penyelenggaraan pembelian padi
hanya diselenggarakan kepada organisasi Koperasi
Pada kongres yang berlangsung di Bandung
dan dipimpin oleh Niti Soemantri itu, beberapa pejabat pemerintah dan tokoh
Gerakan Koperasi memberikan prasaran. Mereka adalah, Prof. Dr. Sumitro
Djojohadikusumo (Menteri Perekonomian) tentang ”Fungsi Koperasi dalam Proses Pengembangan
Ekonomi”. Iskandar Tedjasukmana (Menteri Perburuhan) tentang ”Perumahan
Rakyat”. R. Moh. Ambiyah Hadiwinoto (GKBI) tentang ”Undang-undang Koperasi”.
Roesli Rahim (Kepala Jawatan Koperasi Pusat) tentang ”Pendidikan dan Penerangan
Koperasi”. R.S. Soeria Atmadja (Kepala Direktorat Perekonomian Rakyat) tentang
”Perluasan Tugas Gerakan Koperasi di Indonesia”).
Atas desakan hasil Kongres II maka pada
bulan Mei 1958 diadakan rapat-rapat tokoh-tokoh Koperasi di Lembang yang
dihadiri oleh Bung Hatta, hasilnya disampaikan ke Parlemen, yang kemudian
lahirlah serta disahkannya Undang-Undang No. 79 tahun 1958 tentang Perkumpulan
Koperasi.
Pada tanggal 27 Oktober 1958 pemerintah
mengeluarkan Undang-Undang Koperasi nomor 79 yang sesuai dengan pasal 38 Undang-Undang
Dasar Sementara tahun 1950.
Tahun 1959 Kebijakan Pengembangan Koperasi
berubah, maka lahirlah: PP No. 60/1959 tentang Perkembangan Gerakan Koperasi,
serta INPRES No. 2/1960 tentang Badan Penggerak Koperasi (Bapengkop) yang
berpegang teguh pada Undang-Undang No. 79/1958 dan Peraturan Pemerintah No.
60/1959.
Bulan April 1960 di Cibogo Bogor,
digagas berdirinya Bank Koperasi Indonesia oleh 8 Bank Koperasi dan 4 Koperasi
tingkat Nasional.
Pada bulan April 1961, diselenggarakan
Munaskop Pertama di Surabaya.
Hasil
keputusannya:
1.
Membentuk KOKSI (Kesatuan Organisasi
Koperasi Seluruh Indonesia)
2.
Pembubaran organisasi yang serupa
dengan KOKSI
3.
Maka DKI (Dewan Koperasi
Indonesia) tak berlaku lagi sebagai gantinya.
4.
KOKSI dipimpin oleh Presiden.
Pada tanggal 2 Agustus 1965 disahkan UU
No. 14 tahun 1965 tentang Perkoperasian. Yang isinya: “sebagai organisasi
ekonomi yang berfungsi sebagai alat Revolusi pengurus mencerminkan kekuatan
Progresif Revolusioner berporoskan Nasakom dan berjiwa Manipol.”
Tahun 1965 Berlangsung Munaskop II di
Jakarta dipimpin oleh : Menteri Transkop, Mendagri, Menteri/Sekjen tingkat
Nasional yang menetapkan: Bung Karno sebagai Bapak Koperasi/Pimpinan Tertinggi
Gerakan Koperasi dan Revolusi. Berdasarkan keputusan ini, maka Koperasi
dibentuk secara masal –akan tetapi kebijaksanaan pembinaan Koperasi berdasarkan
Manipol/Usdek ini berakhir ketika pecah peristiwa G 30 S/PKI.
Tahun 1966 Bidang Perkoperasian dipindah
ke Kementerian Dalam Negeri, dengan Struktur Dirjenkop oleh Ibnoe Soejono.
Bulan Juli 1966 berlangsung Musyawarah
Nasional I Gerkopin.
Hasilnya :
Mendesak pemerintah mengganti
Undang-Undang No. 14 tahun 1965, dengan UU yang sejiwa dengan Prinsip-prinsip Koperasi.
Resolusi
yang lain ;
1.
Membatalkan hasil munaskop I dan
ke II di Surabaya dan Jakarta
2.
Gerkopin aktif kembali di ICA (International
Cooperative Alliance)
SK Menteri Perdagangan dan Koperasi No.
70/SK/III/1966 tentang Pembentukan Panitia Peninjau Kembali UU No. 14/1965.
Panitia ini diketuai Ir. Ibnoe Soejono bertugas mulai 11 Juli 1966. Hasil rumusannya
disahkan sebagai UU No. 12 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian
Indonesia.
Tahun 1968 diselenggarakan Munas II
Gerkopin
Hasilnya: Keputusan Mentranskop No.
64/Kpts/Mentranskop/1969 tentang Perorganisasian dan Tata Cara Pemberian
Pengesahan Badan Hukum terhadap Badan Kesatuan Gerakan Koperasi Indonesia.
Tahun 1970 Gerkopin melaksanakan rapat,
mengganti nama menjadi DKI (Dewan Koperasi Indonesia). Pada rapat ini
mengesahkan pengurus paripurna DKI yang diketuai oleh Komodor Laut R. Sardjono.
Tahun 1971 berdirinya Bank Bukopin yang
didirikan oleh 8 Induk-induk Koperasi, dan Pemerintah mendirikan LJKK (Lembaga
Jaminan Kredit Koperasi) kemudian menjadi Perum PKK.
Untuk memajukan organisasi Koperasi, maka
pada tahun 1972 dikembangkan Penggabungan Koperasi-koperasi kecil menjadi Koperasi-koperasi
yang besar yang digabungkan menjadi organisasi besar yang dinamakan Koperasi
Unit Desa (KUD) yang sudah dapat dipercayai meminjam uang melalui Bank.
Ketentuan-Ketentuan Koperasi Unit Desa (KUD) ini dituangkan dalam Instruksi
Presiden No.4/1973 yang selanjutnya disempurnakan menjadi instruksi Presiden
No.4/1984.
Tahun 1978 dikeluarkan Inpres No. 2
Tahun 1978 –mengganti Inpres No. 4 Tahun 1973, Dirjen Koperasi diganti ke
Dirjen Perdagangan pada Menteri Muda Koperasi dan Kepala Bulog. Dipilihlah
Letjen. Bustanil Arifin sebagai Menteri Muda.
Tahun 1984 dikeluarkan Inpres No. 4
tahun 1984 tentang Pembinaan dan Pengembangan KUD (BPP-KUD).
Tahun 1988 dikeluarkan Instruksi Menkop
No. 09/Inst/M/VI/88 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengembangan KUD Mandiri.
Di tahun yang sama, diselenggarakan Munaskop
XII di Jakarta tanggal 18-20 Juli 1988
Tahun 1992 keluar Undang-Undang Nomor.
25 tahun 1992 mengganti UU no. 12/1967
Pada tahun 1993 diselenggarakan Munaskop
XIII di Jakarta tanggal 10 Juli 1993. Terpilih Sri Edi Swasono sebagai ketua
DEKOPIN. Pada periode ini terjadi konflik berkepanjangan berkaitan penyesuaian
Anggaran Dasar Dekopin dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 1992
(catatan: pada tahun 1997 diterbitkan Keppres
No. 21 Tahun 1997 tentang Pengesahan Anggaran Dasar Dekopin, maka konflik
berakhir. Konsekuensi dari berlakunya Keppres No 21 tersebut, maka pada tanggal
15 Juni 1997 telah diselenggarakan Rapat Anggota Dekopin dan memilih Sri
Mulyono Herlambang sebagai Ketua Dekopin Periode 1997-2003).
Tahun 1995 Berdiri Lembaga Pendidikan
Perkoperasian (LAPENKOP), dibawah naungan DEKOPIN, bertugas melaksanakan
Pendidikan dan Pelatihan Perkoperasian, diresmikan oleh Kabalitbang Depkop dan
PPK (Prof. Suharto Prawironegoro).
Tahun 1997 Presiden Suharto diberi gelar
Bapak Pembangunan Koperasi oleh Gerakan Koperasi.
Tahun 1999 dikeluarkan Kepres No. 24
tahun 1999, isinya; membatalkan Kepres 21/1997 (Mengembalikan fungsi Dekopin
seperti pada tahun 1993/zaman Sri Edi Swasono). Drs. H.M. Nurdin Halid terpilih
sebagai Ketua Dekopin untuk periode 1999 – 2004. Ditahun ini juga berdiri
LSP2I, diketuai Ir. Ibnu Sujono.
Terjadi upaya untuk merevisi UU No. 25/1992,
dan terdapat dua draf usulan, versi DEKOPIN –mewakili Gerakan Koperasi, dan
Versi LSP2I –mewakili Pemerintah. Diskusi dan dialog dilakukan untuk mencapai
kompromi dan kesepakatan. Kedua belah pihak mempercayakan DR. Muslimin Nasution
sebagai penyelaras kedua draf untuk diajukan ke DPR.
Wadah Gerakan Koperasi
SOKRI 1947-1953
Sentral
Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) nama organisasi Gerakan Koperasi
Indonesia saat pertama kali dibentuk, melalui Kongres Koperasi I yang digelar
pada 11 sampai 14 Juli 1947 di Tasikmalaya. Pembentukannya diprakarsai
tokoh-tokoh Koperasi Jawa Barat, yang dimotori R. Niti Soemantri –seorang Ketua
Pusat Koperasi Karesidenan Priangan, dan sekaligus terpilih menjadi Ketua SOKRI
periode pertama (1947-1953).
DKI 1953-1961
Pada Kongres
Koperasi II tahun 1953 di Bandung, SOKRI berganti nama jadi Dewan Koperasi
Indonesia (DKI). Di periode 1953-1956, R. Niti Soemantri masih memimpin. Lalu
saat Kongres Koperasi III di Jakarta tahun 1956, R. Niti Soemantri diganti oleh
Mr. Ismail Thayib sebagai Ketua Umum periode 1956-1959. Di masa ini, selain
Ismail Thayib, kepengurusan mulai didominasi orang-orang Jakarta. Antara lain,
Eddiwan dari IKPI (Sekjen) dan H. Djoenaid dari GKBI (Bendahara). Kemudian pada
Kongres Koperasi IV yang diadakan di Surakarta Jawa Tengah, 1959, terpilih
Pandji Soeroso dari IKPN (sekarang IKPRI) sebagai Ketua Umum masa bakti
1959-1961.
KOKSI 1961-1965
Pada rapat
Gerakan Koperasi di Surabaya 1961, istilah untuk kongres diubah dengan sebutan
Musyawarah Nasional Koperasi (Munaskop) ke-1. Selain itu, nama DKI diganti
menjadi KOKSI (Kesatuan Organisasi Koperasi Seluruh Indonesia). Terpilih
menjadi Ketua Umum, Achmadi, yang waktu itu masih menjabat sebagai Menteri
Tenaga Kerja Transmigrasi dan Pembangunan Masyarakat Desa (Mentraskopda).
Selanjutnya pada Munaskop ke-2 di Jakarta 1965, jabatan Ketua Umum digantikan
oleh Achadi, juga sebagai Mentraskop.
Gerkopin 1966-1970
Rapat tahun 1966
di Jakarta, Munaskop berganti dengan sebutan Munas I Gerkopin. Ini terkait
dengan berubahnya nama KOKSI menjadi Gerkopin (Gerakan Koperasi Indonesia).
Ketua Umum terpilih yaitu Brigjen TNI KHMS Rahardjodikromo dari Inkopad.
DKI 1970-1977
Pada Munas II
Gerkopin tahun 1970 di Jakarta, nama wadah Gerakan Koperasi Indonesia ini
berubah lagi menjadi Dewan Koperasi Indonesia, disingkat DKI. Laksamana
Pertama, R. Sardjoeno dari Inkopal, terpilih sebagai Ketua Umum periode 1970-1973.
Sedangkan pada Rapat Anggota DKI tahun 1974, terpilih R.P. Soeroso dari IKPN
sebagai Ketua Umum untuk masa tugas 1974-1977. Rapat anggota ini diadakan
bersamaan dengan usainya Munaskop IX. (Munaskop IX ini, dimaksudkan untuk
menyeragamkan sebutan Rapat dan dihitung dari kongres pertama di Tasikmalaya.)
Dekopin 1977 – sekarang
Pada Munaskop X tahun
1977 di Jakarta, nama DKI diubah menjadi Dekopin, dengan kepanjangan tetap,
yaitu Dewan Koperasi Indonesia. Nama-nama yang pernah duduk sebagai Ketua Umum
Dekopin adalah Saptaji Hadiprawira dari Inkopad (1977-1980), Eddiwan dari IKPI
(1980-1983), Soedarsono Hadisaputro –mantan Menteri Pertanian (1983-1988), Sri
Edi Swasono –Guru Besar Universitas Indonesia/Ketua Penasehat Bappenas (1988-1997),
Sri Mulyono Herlambang –Marsekal Purn TNI-AU dari Inkopabri (1997-1999), dan HM
Nurdin Halid –dari Induk KUD (1999-2004). Saat ini, Ketua Umum Dekopin dijabat
Adi Sasono –tokoh LSM yang juga mantan Menteri Koperasi.
Sekilas Tentang Dekopin
Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin), yang
sampai sekarang menjadi wadah tunggal Gerakan Koperasi Indonesia, sebagaimana
disebutkan dalam penjelasan Pasal 57 Undang-undang No. 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian. Sebagai organisasi yang otonom, Dekopin menjalankan fungsi
memperjuangkan Cita-cita, Nilai-nilai dan Prinsip-prinsip Koperasi Indonesia.
Juga, menjadi Wakil Gerakan Koperasi baik di dalam maupun luar negeri, dan
berperan sebagai mitra pemerintah dalam rangka mewujudkan Pembangunan Koperasi
di Indonesia.
Untuk menjalankan fungsi dan perannya
secara efektif hingga menjangkau seluruh wilayah Indonesia, Gerakan Koperasi di
wilayah Provinsi membentuk Dekopin Wilayah (Dekopinwil), dan di tingkat
Kabupaten/Kota membentuk Dekopin Daerah (Dekopinda). Keberadaan Dekopinwil dan
Dekopinda, merupakan bagian integral Dekopin. Anggota Dekopin terdiri dari Koperasi
di seluruh Indonesia yang berbadan hukum, dengan ketentuan sebagai berikut:
1.
Koperasi Sekunder yang
keanggotaannya meliputi seluruh wilayah Indonesia atau lebih dari daerah
Tingkat I, mendaftar ke Dekopin.
2.
Koperasi Primer dan/atau Sekunder
yang keanggotaannya meliputi Daerah Tingkat I atau lebih dari Daerah Tingkat
II, mendaftar ke Dekopinwil.
3.
Koperasi yang keanggotaannya
meliputi satu Daerah Tingkat II atau kurang, mendaftar kepada Dekopinda.
Dekopin berkantor di ibukota Jakarta. Sedangkan Dekopin Wilayah, hadir di 33 Provinsi
dan Dekopin Daerah di 385 Kabupaten/Kota. Anggota Dekopin, terdiri dari 45
Koperasi Sekunder Tingkat Nasional.
Dekopin dipimpin seorang Ketua Umum,
yang dipilih dari dan oleh anggota, dalam Rapat Anggota, dengan sistem
pemilihan langsung. Adapun kepemimpinan Dekopin, dilakukan secara kolektif,
yang terdiri dari Pimpinan Paripurna dan Pimpinan Harian (berasal dari sebagian
Pimpinan Paripurna). Rapat Anggota juga memilih Pengawas Dekopin, yang bertugas
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan Dekopin.
Pimpinan Dekopin mengangkat Penasehat,
yang merupakan pribadi berkompeten, untuk memberikan saran dan pendapatnya.
Pimpinan Dekopin juga membentuk Majelis Pakar, terdiri dari para ahli di
berbagai bidang, yang relevan dengan Pengembangan Koperasi. Tugas Majelis Pakar
adalah mengkaji dan memberikan masukan kepada Pimpinan Paripurna Dekopin, yang
berkaitan dengan Kebijakan Perkoperasian dan Pembangunan Nasional pada umumnya.
Kemudian, membantu mensosialisasikan Kebijakan Dekopin kepada lembaga/instansi
pemerintah, dan masyarakat luas.
Untuk membantu pelaksanaan tugas
pekerjaan Pimpinan Harian, Pimpinan Paripurna Dekopin membentuk Sekretariat
Jenderal, dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal dan Wakil Sekretaris
Jenderal. Sekretaris Jenderal membawahi para Direktur, yang memimpin bidang
kegiatan, yaitu Bidang Organisasi & Kelembagaan, Bidang Pengembangan Usaha
& JUK, Bidang Penelitian & Pengembangan (Litbang), Bidang Hubungan
Masyarakat (Humas), Bidang Advokasi & Hubungan Luar Negeri, dan Bidang Perbendaharaan.
Dekopin aktif dalam percaturan Gerakan Koperasi dunia, sebagai anggota
International Cooperative Alliance (ICA). Saat ini, Ketua Umum Dekopin menjadi
anggota standing committee ICA Asia & the Pacific. Secara khusus, Dekopin
aktif di beberapa komite yang dibentuk ICA, yaitu Youth Committee, Woman
Committee, Human Resources Development Committee dan Consumer Committee.
Visi Dekopin:
Terbangunnya Dekopin sebagai wadah
perjuangan ekonomi rakyat untuk mewujudkan keadilan sosial dan kemandirian
bangsa.
Misi Dekopin:
1.
Memperjuangkan kepentingan dan
aspirasi Koperasi untuk penumbuhan iklim usaha yang mendorong pemerataan
pemilikan aset ekonomi, peningkatan efisiensi dan produktivitas nasional, serta
peningkatan keterjangkauan akses sumber daya pembangunan oleh ekonomi kerakyatan.
2.
Mengembangkan iklim kemasyarakatan
yang berlandaskan kerjasama atas dasar kesetaraan dan kejujuran sebagai dasar
pengembangan Gerakan Koperasi.
Program Kerja
Rencana Strategik per Bidang:
Dalam program strategik masing-masing
bidang diuraikan: (1) Pokok-pokok program; (2) Output program; (3) Indikator
Kinerja; (4) Kondisi awal; dan (5) Pencapaian kinerja per tahap Th. 2009 -
2014.
Program Strategik Tahun 2009 – 2014 untuk
kesepuluh bidang yang ada pada Dekopin, yaitu bidang : (1) Bidang Advokasi dan
Sosialisasi; (2) Bidang Kerjasama dan Hubungan Luar Negeri; (3) Bidang
Organisasi dan Kelembagaan; (4) Bidang Pendidikan dan Pengembangan SDM; (5)
Bidang Pengembangan Teknologi dan Informasi; (6) Bidang Penelitian Pengembangan
dan Konsultasi; (7) Bidang Fasilitasi Pengembangan Usaha Koperasi; (8) Bidang
Fasilitasi Perdagangan; (9) Bidang Fasilitasi Keuangan dan Permodalan; (10)
Bidang Fasilitasi Investasi.
Perubahan Logo Koperasi
Baru-baru ini Dekopin dan Kemenkop UKM
mengumumkan adanya perubahan lambang atau logo Gerakan Koperasi Indonesia. Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah meluncurkan lambang baru Koperasi Indonesia
dalam International Year of Cooperatives Indonesia di Mataram, Nusa Tenggara
Barat, 23-25 Mei 2012 –merupakan Festival Koperasi Internasional pertama di
Indonesia. Perubahan ini diumumkan melalui Surat Keputusan Dekopin Nomor
SKEP/14/Dekopin-A/III/2012 tanggal 30 Maret 2012 tentang Perubahan Lambang/Logo
Koperasi Indonesia. Menteri Koperasi dan UKM kemudian menerbitkan Peraturan
Menteri Koperasi dan UKM Nomor 02/Per/M.KUKM/IV/2012 tanggal 17 April 2012
tentang Penggunaan Lambang Koperasi Indonesia. Lambang Koperasi Indonesia yang
baru didominasi oleh warna hijau pastel yang berwibawa dan kalem. Bentuknya
juga lain sama sekali dari yang sebelumnya. Gambar bunga dengan 4 kelopak ini
ingin menyampaikan impresi bahwa perkembangan dan kemajuan perkoperasian
Indonesia harus dicapai dengan cara yang berwawasan, variatif, inovatif, dan
produktif. Tak ketinggalan pula ditambahkan wawasan dan orientasi pada keunggulan
dan teknologi, karena Koperasi modern pun harus ikut menggunakan teknologi agar
tidak ketinggalan jaman. Adapun keempat kelopak yang terkembang dalam 4 penjuru
mata angin mencerminkan maksud Koperasi Indonesia sebagai penyalur aspirasi,
dasar perekonomian nasional kerakyatan, penjunjung tinggi prinsip kebersamaan,
kemandirian, keadilan dan demokrasi serta menuju pada keunggulan dalam
persaingan global.
Logo Koperasi Indonesia |
Berikut penjelasan tentang Lambang Baru
Koperasi Indonesia
Bentuk :
Logo Sekuntum Bunga Teratai bertuliskan KOPERASI
INDONESIA
Arti
Gambar dan Penjelasan Lambang Koperasi Baru:
1.
Lambang Koperasi Indonesia dalam
bentuk gambar bunga yang memberi kesan akan perkembangan dan kemajuan terhadap
perkoperasian di Indonesia, mengandung makna bahwa Koperasi Indonesia harus
selalu berkembang, cemerlang, berwawasan, variatif, inovatif sekaligus
produktif dalam kegiatannya serta berwawasan dan berorientasi pada keunggulan
dan teknologi;
2.
Lambang Koperasi Indonesia
dalam bentuk gambar 4 (empat) sudut pandang melambangkan arah mata angin yang
mempunyai maksud
Koperasi Indonesia:
o Sebagai
gerakan koperasi di Indonesia untuk menyalurkan aspirasi;
o Sebagai
dasar perekonomian masional yang bersifat kerakyatan;
o Sebagai
penjunjung tinggi prinsip nilai kebersamaan, kemandirian, keadilan dan
demokrasi;
o Selalu
menuju pada keunggulan dalam persaingan global.
3.
Lambang Koperasi Indonesia dalam
bentuk Teks Koperasi Indonesia memberi kesan dinamis modern, menyiratkan
kemajuan untuk terus berkembang serta mengikuti kemajuan jaman yang bercermin
pada perekonomian yang bersemangat tinggi, teks Koperasi Indonesia yang
berkesinambungan sejajar rapi mengandung makna adanya ikatan yang kuat, baik
didalam lingkungan internal Koperasi Indonesia maupun antara Koperasi Indonesia
dan para anggotanya;
4.
Lambang Koperasi Indonesia yang
berwarna Pastel memberi kesan kalem sekaligus berwibawa, selain Koperasi
Indonesia bergerak pada sektor perekonomian, warna pastel melambangkan adanya
suatu keinginan, ketabahan, kemauan dan kemajuan serta mempunyai kepribadian
yang kuat akan suatu hal terhadap peningkatan rasa bangga dan percaya diri yang
tinggi terhadap pelaku ekonomi lainnya;
5.
Lambang Koperasi Indonesia dapat
digunakan pada papan nama kantor, pataka, umbul-umbul, atribut yang terdiri
dari pin, tanda pengenal pegawai dan emblem untuk seluruh kegiatan
ketatalaksanaan administratif oleh Gerakan Koperasi di Seluruh Indonesia;
6.
Lambang Koperasi Indonesia
menggambarkan falsafah hidup berkoperasi yang memuat :
o Tulisan
: Koperasi Indonesia yang merupakan identitas lambang;
o Gambar
: 4 (empat) kuncup bunga yang saling bertaut dihubungkan bentuk sebuah
lingkaran yang menghubungkan satu kuncup dengan kuncup lainnya, menggambarkan
seluruh pemangku kepentingan saling bekerja sama secara terpadu dan
berkoordinasi secara harmonis dalam membangun Koperasi Indonesia;
o Tata
Warna :
1)
Warna hijau muda dengan kode
warna C:10,M:3,Y:22,K:9;
2)
Warna hijau tua dengan kode warna
C:20,M:0,Y:30,K:25;
3)
Warna merah tua dengan kode warna
C:5,M:56,Y:76,K:21;
4)
Perbandingan skala 1 : 20.
Konflik Internal
Konflik yang mulai dirasakan pada
sekitar 1993 itu diawali dengan kevakuman pimpinan Dekopin di bawah Nurdin
Halid, yang terpilih kembali sebagai Ketua Umumnya pada Juli 2004. Ia kemudian –karena
terlibat kasus hukum, terpaksa “istirahat” di Lembaga Pemasyarakatan Salemba.
Untuk mengisi kevakuman ini, dengan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Suryadharma Ali pada 2005, kemudian
diselenggarakan RAS pada 17 Desember 2005, yang menetapkan Adi Sasono sebagai
Ketua Umum Dekopin.
Setelah keluar dari LP Salemba –dengan
dasar keputusan Mahkamah Agung yang menyatakan SK Menteri Negara Koperasi dan
Usaha Kecil Menengah tentang penyelenggaraan RAS melanggar hukum, Nurdin Halid
dengan dukungan Gerakan Koperasi yang menentang Dekopinnya Adi Sasono
menyelenggarakan Munaskop dan Rapat Anggota pada 19-20 Juni 2009, yang
sepenuhnya dia biayai dan kemudian menetapkannya sebagai Ketua Umum Dekopin
periode 2009-2014.
Demikianlah awal terjadinya kepemimpinan
ganda Dekopin. Di satu pihak, Dekopin pimpinan Adi Sasono –yang diakui oleh
pemerintah, mendapat alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang
jumlahnya mencapai Rp 157 miliar, yang masih harus dipertanggungjawabkan.
Dekopin ini juga mendapat pengakuan dari International Cooperative Alliance
(ICA), organisasi gerakan Koperasi internasional yang berpusat di Jenewa.
Bahkan Adi Sasono menjadi salah seorang pengurus ICA Asia-Pasifik. Sedangkan di
pihak lain, Dekopin pimpinan Nurdin Halid mengklaim sebagai yang paling sah,
berkat keputusan Mahkamah Agung yang membatalkan SK Menteri Negara Koperasi dan
Usaha Kecil Menengah, dan mencap Dekopin pimpinan Adi Sasono ilegal. Dengan
kejadian ini, Gerakan Koperasi pun menjadi terkotak-kotak, terpecah belah, dan
bingung. Bagaimana mungkin dalam kondisi seperti ini, Gerakan Koperasi –khususnya
Dekopin, dapat melaksanakan fungsi dan kegiatannya dengan baik, karena tenaga
dan pikirannya terkuras dalam pusaran konflik yang tak kunjung sudah. Sungguh
mustahil membangun Koperasi dalam suasana konflik internal.
Namun dipertengahan Desember 2009 Nurdin
Halid terpilih sebagai Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) periode
2009-2015 setelah terjadi rekonsiliasi dua kubu Dekopin yang difasilitasi
Menteri Negara Koperasi dan UKM. Menteri Negara Koperasi dan UKM, Sjarifuddin
Hasan mengatakan, rapat anggota Dekopin pada akhirnya menghasilkan satu
pendapat dan pandangan yang baik bagi Dekopin. Dalam rapat anggota yang semula
diagendakan sebagai rapat anggota khusus itu, Nurdin menjadi ketua umum
terpilih untuk periode 2009-2015 setelah mengantongi 80 persen suara (Induk
Koperasi dan Koperasi Sekunder) mengungguli empat calon lain.
Nurdin mengantongi 57 suara, H Wakiyo 1
suara, Iding 1 suara, Adi Sasono 2 suara, dan Aip Syaifudin 5 suara, sedangkan
suara tidak sah 3, sehingga total sebanyak 69 suara.
Rapat sempat berjalan alot karena ada
perbedaan pandangan soal quorum antara dua kubu Dekopin di mana kubu Adi Sasono
memandang hanya ada 35 Induk Koperasi dan Koperasi Sekunder yang sah, tetapi
kubu Nurdin Halid berpendapat ada 57 Induk Koperasi yang diakui di Indonesia. Namun,
pada akhirnya soal quorum mencapai titik temu setelah ditengahi oleh Meneg
Koperasi dan UKM Sjarifuddin Hasan.
Nurdin pada kesempatan yang sama
menegaskan, mulai saat ini perpecahan yang terjadi dalam empat tahun terakhir
melalui dualisme Dekopin telah selesai. “Ini era kebangkitan gerakan koperasi
Indonesia,” kata Nurdin. Ia mengatakan, dualisme Dekopin empat tahun terakhir
telah menjadikan Koperasi tidak lagi dianggap sebagai pelaku ekonomi yang
penting di Indonesia.
Mugia aya manfaatna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar