Lokal tapi Global
Sejarah One Village One Product (OVOP)
bermula dari sebuah kota kecil di Jepang yang bernama Oita –sekitar
tahun 2001, yang diterjemahkan sebagai “Paling Sedikit Satu Kecamatan Menghasilkan
Satu Produk Unggulan”. Konsep ini menyebar ke Thailand dengan istilah One
Tambon One Product (OTOP) yang oleh pemerintah Thailand dimaksudkan untuk
mengurangi kemiskinan. Cina juga mengadopsi konsep ini dengan nama lain yaitu One
Factory One Product (OFOP), di Philipina dikenal dengan istilah One Barangay
One Product (OBOP), di Malaysia di kenal dengan nama Satu Kampung Satu
Product Movement (SKSPM).
Di Indonesia sendiri, program
pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah dengan pendekatan OVOP baru
dimulai sejak keluarnya Inpres Nomor 6 Tahun 2007 –yang menugaskan Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) untuk mengembangan sektor
ini melalui pendekatan OVOP. Bahkan pada tanggal 14 November 2009
bertempat di Nusa Dua Bali, Wakil Presiden Budiono, mencanangkan OVOP sebagai
Gerakan Nasional.
Pendekatan One Village One Product
atau satu desa satu produk, merupakan pendekatan pengembangan potensi daerah di
satu wilayah untuk menghasilkan satu produk kelas global yang unik (khas daerah)
dengan memanfaatkan sumberdaya lokal. Atau dengan kata lain, pendekatan ini
merupakan salah satu pendekatan menuju clusterisasi produk-produk
unggulan yang berskala mikro; kecil; dan menengah agar dapat berkembang dan
mengakses pasar secara lebih luas, baik lokal; domestik; dan luar negeri.
Langkah Kemenkop dan UKM tahun 2011-2012
meliputi: (1) Peningkatan nilai tambah produk unggulan melalui industri
pengolahan dengan dukungan sarana prosesing; (2) Peningkatan akses pasar produk
yang dihasilkan melalui temu usaha (business matching) serta desain, packing
dan promosi produk lokal, nasional maupun internasional; (3) Peningkatan suplai
chain product unggulan OVOP melalui produk dan pemasaran; serta (4) Pengembangan
kapasitas SDM melalui pendampingan, penyuluhan, pelatihan dan studi banding.
Peran tersebut mendorong keberhasilan Koperasi
Mitra Tani Parahyangan Cianjur dengan komoditas sayur-mayur dan beras Cianjur.
Kemudian disusul Koperasi Unit Desa Cisurupan Garut dengan komoditas
hortikultura unggulan (paprika, tomat cherry dan lain-lain). Hal yang sama
diraih Koperasi Tani Methana di Badung Bali dengan komoditas hortikultura
(sayur-mayur dan buah-buahan dataran tinggi).
Kemenkop dan UKM telah menerima data
produk unggulan dari 22 Kabupaten dan Kota di 14 provinsi:
1.
Provinsi Sumatera Barat:
a.
Bordir Kerancang (Kota
Bukittinggi)
b.
Tenun Pandai Sikek (Kabupaten
Tanah Datar)
2.
Provinsi Sumatera Selatan: Nanas
(Kota Prabumulih)
3.
Provinsi Bengkulu: Jeruk
Kalamansi (Kota Bengkulu)
4.
Provinsi Bangka Belitung:
a.
Kerupuk Kemplang (Bangka)
b.
Tenun Cual (Bangka Barat)
5.
Provinsi Lampung: Kopi (Lampung
Barat)
6.
Provinsi Jawa Barat:
a.
Bordir (Tasikmalaya)
b.
Strawberry (Bandung)
c.
Jamur (Karawang)
7.
Provinsi Jawa Timur: Batik
(Pacitan)
8.
Provinsi Bali:
a.
Rebung Tabah (Gianyar)
b.
Keramik/Gerabah (Tabanan)
c.
Tenun Cagcag (Klungkung)
9.
Provinsi Kalimantan Tengah: Sarang
Burung Walet (Kota Waringin Timur)
10.
Provinsi Sulawesi Selatan:
a.
Kopi (Tana Toraja)
b.
Tenun Marendeng (Tana Toraja
Utara)
c.
Coklat (Palopo)
11.
Provinsi Sulawesi Tenggara: Rumput
Laut (Wakatobi)
12.
Provinsi Sulawesi Tengah: Bawang
Goreng (Kota Palu)
13.
Provinsi Maluku: Minyak Kayu
Putih (Buru)
14.
Provinsi Papua Barat: Gaharu
dan Minyak Astiri (Teluk Bintuni)
Sebanyak 13 wilayah yang sedang dikaji
karena potensial untuk pengembangan OVOP adalah:
1.
Kota Batu Malang, dengan Produk
Apelnya
2.
Palu, dengan Bawang Goreng
3.
Wonosobo, dengan Olahan Carica
4.
Wonosobo, dengan Kentang
5.
Sulawesi Selatan, dengan Markisa
6.
Kuningan, dengan Jeruk Nipis
7.
Kuningan, dengan Olahan Ubi
Jalar
8.
Lampung, dengan Olahan
Singkong
9.
Bukittinggi, dengan Kerupuk
Sanjay Balado
10.
Bandung, dengan Olahan
Strawberry
11.
Palembang, dengan Kerupuk
Kemplang dan Pempek
12.
Pontianak, dengan Olahan Lidah
Buaya
13.
Sumbawa, dengan Rumput Laut.
Kementerian Koperasi dan UKM juga telah
merintis proyek percontohan OVOP di beberapa wilayah yakni:
1.
Warungkondang Cianjur dan Garut Jawa
Barat untuk Agribisnis Hortikultura, serta
2.
Bangli Bali untuk Buah-buahan.
Potensi Agribisnis Kabupaten
Garut
Karateristik topografi Kabupaten Garut
sebelah Utara terdiri dari dataran tinggi dan pegunungan, sedangkan bagian
selatan sebagian besar permukaannnya memiliki tingkat kecuraman yang terjal dan
di beberapa tempat labil. Kabupaten Garut mempunyai ketinggian tempat yang
bervariasi antara wilayah yang paling rendah –sejajar dengan permukaan laut,
hingga wilayah tertinggi di puncak gunung. Wilayah yang berada pada ketinggian
500-100 m dpl terdapat di Kecamatan Pakenjeng dan Pamulihan dan wilayah yang
berada pada ketinggian 100-1500 m dpl terdapat di kecamatan Cikajang,
Pakenjeng-Pamulihan, Cisurupan dan Cisewu. Wilayah yang terletak pada
ketinggian 100-500 m dpl terdapat di Kecamatan Cibalong, Cisompet, Cisewu,
Cikelet dan Bungbulang serta wilayah yang terletak di dataran rendah pada
ketinggian kurang dari 100 m dpl terdapat di Kecamatan Cibalong dan
Pameungpeuk. Secara umum iklim di wilayah Kabupaten Garut dapat di katagorikan
sebagai daerah beriklim tropis basah (humid tropical climate) karena
termasuk tipe Af sampai Am dari klasifikasi iklim Koppen. Berdasarkan
jenis tanah dan medan topografi di Kabupaten Garut, penggunaan lahan secara
umum di Garut Utara digunakan untuk persawahan dan Garut Selatan didominasi
oleh perkebunan dan hutan. Sesuai dengan karakteristik wilayah Kabupaten Garut
tersebut, peran sektor pertanian (tanaman pangan, perkebunan, peternakan,
perikanan dan kehutanan) masih merupakan sektor andalan. Wakil Menteri
Pertanian RI, Dr. Rusman Heriawan mengatakan, kawasan Cikajang di Kabupaten
Garut merupakan dataran tinggi yang intensitas pertaniannya sangat signifikan.
Tak heran jika Kabupaten Garut sanggup menyumbangkan produk holti
sekitar 50% bagi Jawa Barat, dan sekitar 6% hingga 7% bagi nasional. Pernyataan
Wamen itu diungkapkan usai membuka Jambore Varietas Hortikultura Dataran Tinggi
tingkat Nasional 2012 di Desa Cikandang, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut,
Rabu (6 – 9 Juni 2012). Jambore varietas Hortikultura tersebut bertujuan untuk
mempertemukan antara petani dengan pengusaha atau lembaga lainnya sebagai
penghasil varietas unggulan.
1)
Taman Pangan Unggulan
Secara
nasional, Kabupaten Garut belum menjadi salah satu sentra produksi pangan,
tetapi untuk lingkup Jawa Barat berpotensi kuat menjadi sentra produksi padi,
jagung, dan kedelai. Khusus mengenai produksi padi, Garut memiliki komoditas
spesifik lokal yaitu padi Sarinah yang menjadi unggulan khas daerah. Benih padi
varietas unggul nasional yang dominan digunakan ialah IR 64, Ciherang, Membramo,
Way Apo Buru, dan Cisadane. Namun sejak Tahun 1995, varietas lokal Sarinah
mulai dikenal luas di Garut. Secara umum, Padi Sarinah dikembangkan di Kecamatan
Cilawu, Samarang, Tarogong Kaler, Karang Pawitan, Wanaraja, Sukawening, Leuwigoong,
Kadungora, dan Bayongbong. Selain memiliki iklim yang sangat cocok untuk
menunjang pertanian, Kabupaten Garut juga sangat potensial untuk menghasilkan
varietas baru –salah satunya, bibit
kentang jenis Fik-Ri. Varietas ini tidak diragukan lagi keunggulannya
karena produksinya yang sangat berlimpah, yakni mencapai 35 ton per hektar,
atau lebih tinggi 10 ton di atas produk nasional yang hanya mencapai 25 ton per
hektar. Varietas Fik-Ri merupakan produk penangkar melalui Koperasi Penangkar Benih Kentang (KPBK)
kabupaten Garut bekerjasama dengan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa)
Lembang Bandung. Kentang tersebut dikembangkan khusus untuk pengganti nasi.
Peluang
agribisnis jagung di Jawa Barat dan khususnya di Kabupaten Garut masih cukup
menjanjikan. Beberapa daerah yang menjadi sentra produksi jagung di Kabupaten Garut
adalah Kecamatan Wanaraja, Karangpawitan, Peundeuy, Caringin, Pamulihan, Cikajang,
Banyuresmi, Cibalong, Samarang, dan Leuwigoong. Penanaman jagung di Garut
sebagian besar menggunakan lahan sawah dan lahan kering dengan sistem rotasi
tanaman yang mengikuti pola tanam padi-padi-jagung (dilahan sawah) dan
jagung-kedelai-kacang tanah atau kacang tanah-jagung-bera atau jagung-jagung-bera
(di lahan kering). Keragaman pola tanam tersebut memberikan peluang bagi
pengembangan jagung secara berkelanjutan. Kabupaten Garut mengkontribusi sebesar
40,44% bagi Provinsi Jawa Barat dan kontribusi terhadap Nasional sebesar 29%
jagung hibrida. Dengan peningkatan produksi yang besar setiap tahunya, Garut
layak menjadi Kabupaten Jagung. Dan pada hari Sabtu tanggal 25 Februari
2012, Kabupaten Garut melaksanakan Panen Perdana Jagung Hibrida yang
diselenggarakan di Desa Dangdeur, Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut. Acara
panen perdana jagung dibuka oleh Menteri Pertanian RI, DR. Ir. Suswono, MMA.
Beberapa
kecamatan yang potensial untuk dijadikan sebagai sentra produksi kedelai di
Kabupaten Garut adalah Talegong, Pamulihan, Cikelet, Cibalong, Cisompet,
Peundeuy, Bayongbong, Wanaraja, Tarogong Kidul, Cibatu, dan Karang Tengah. Secara
ekonomis, peluang pengembangan kedelai di Kabupaten Garut semakin terbuka apabila
dapat disinergikan dengan usaha peternakan dan atau penggemukan ternak
(khususnya domba). Untuk itu, agroindustri tempe dan tahu sebagai tahapan
peningkatan nilai tambah kedelai perlu ditumbuhkembangkan. Dengan demikian,
pasar kedelai semakin kompetitif dan usaha taninya semakin intensif. Secara
umum, pola tanam kedelai di Kabupaten Garut adalah padi-padi-kedelai (di lahan
sawah) dan jagung-kedelai-kacang hijau-kacang tanah (di lahan kering). Berdasarkan
pola tanam tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengembangan komoditas kedelai di
Kabupaten Garut membutuhkan upaya yang intensif, khususnya dalam mengantisipasi
kekosongan produksi pada musim tanam pertama; ketepatan dan kesesuaian masa
tanam; serta kesesuaian agroklimat –yang merupakan constraint bagi pengembangan
kedelai di daerah tersebut.
2)
Tanaman Sayuran Unggulan
Sebagian
besar sayuran yang dibudidayakan oleh petani di Kabupaten Garut adalah sayuran
dataran tinggi yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi. Beberapa sayuran
yang teridentifikasi sebagai komoditas unggulan prioritas pertama adalah
kentang, cabe merah, dan tomat. Sedangkan komoditas sayuran lainnya masuk
kedalam kelompok unggulan prioritas kedua, namun sangat memungkinkan untuk
dikembangkan. Beberapa daerah sentra produksi utama tanaman sayuran adalah
Kecamatan Cikajang, Bayongbong, Samarang, Cisurupan, dan Wanaraja. Dataran
tinggi ini tersebar di beberapa kecamatan, diantaranya Kecamatan Pamulihan,
Cikajang, Bayongbong, Cisurupan, Samarang, Wanaraja dan Pasirwangi sangat
potensial untuk pengembangan kentang. Komoditas cabe merah yang sering
diusahakan oleh petani di Garut terdiri dari berbagai jenis, dari jenis lokal
hingga benih hasil hibrida. Tomat merupakan komoditas yang diperlukan untuk
pemenuhan kebutuhan rumah tangga dan pemenuhan bahan baku industri makanan.
Industri makanan yang banyak memerlukan tomat terutama industri pembuatan saus
tomat yang dikemas dalam berbagai kemasan. Selain industri pembuatan saus,
komoditas tomat juga banyak diperlukan oleh pedagang minumam buah olahan yang
disajikan dalam bentuk jus tomat.
Cagarit,
sebuah nama cabe rawit khas Garut, yang berasal sinonim Cabe Garut Rawit.
Nama tersebut secara spontan diberikan oleh Wakil Gubernur Jawa Barat Dede M.
Yusuf Effendi, dihadapan 350 petani hortikultura, dalam kemasan acara Jambore
PHT (Pengendalian Hama Terpadu) Hortikultura Kabupaten Garut 2010, di halaman
TPA (Tempat Petirahan Anak) Kecamatan Cisurupan Garut, Rabu 24 November 2010. Bahkan
dengan diperkenalkannya cabe rawit khas Garut –Cagarit, wagub berharap
dapat mengangkat citra petani hortikultura.
Wagub Jawa Barat, Dede M. Yusuf Effendi didampingi (Mantan) Wabup Garut, R. Dicky Chandra, sedang memperhatikan Cabe Garut Rawit (Cagarit). |
3)
Tanaman Buah-buahan Unggulan
Garut
mempunyai potensi keragaman agro-klimat yang sesuai untuk pengembangan berbagai
jenis komoditas hortikultura, salah satu diantaranya adalah tanaman jeruk siam
garut (citrus nobilis var. Micocarpa) dan keprok garut (citrus
nobilis var. Chrysocarpa). Selain itu masih ada jenis lain yang dikembangkan
yakni konde (Citrus nobilis var. Raticula) serta jeruk manis (Citrusnobilis
var. sinensis). Dari beberapa jenis jeruk tersebut, keprok Garut merupakan
terbaik di Indonesia, dan dilihat dari aspek ekonomi, jenis ini paling tinggi
nilainya jika dibandingkan dengan jeruk lainnya. Jeruk dapat tumbuh baik hampir
di setiap jenis tanah kecuali pada lahan-lahan yang tergenang. Jeruk sebaiknya
dibudidayakan pada tanah-tanah gembur berpasir hingga lempung berliat dengan pH
tanah optimum antara 4,5 – 8,0. Kesesuaian agro-klimat ini dapat ditemui di
Kabupaten Garut, diantarany atanaman jeruk Garut terdapat di Kecamatan
Pasirwangi, Samarang, Cilawu, Cisurupan dan Karangpawitan. Tujuan pasar untuk
buah jeruk di Garut ditujukan untuk konsumen di wilayah Garut dan sekitar
wilayah Jawa Barat serta Jakarta.
Pada
acara Jambore Pengendalian Hama Terpadu Hortikultura Kabupaten Garut 2010 dengan
mengambil tema: “Dengan Jambore PHT Hortikultura, Kita Tingkatkan Kemandirian
Petani Melalui Peningkatan Peran Agroklinik untuk Mewujudkan Pertanian
Berkelanjutan dan Ramah Lingkungan”, di halaman Tempat Petirahan Anak Kecamatan
Cisurupan Garut, Rabu 24 November 2010. Juga, telah diperkenalkan varietas alpukat
khas garut Sindangreret yang diharapkan akan semakin mengangkat citra
Jawa Barat sebagai Daerah Agrokultur, sehingga akan semakin kuat ikon
Jawa Barat sebagai penghasil pertanian di Indonesia.
4)
Tanaman Perkebunan Unggulan
Akar
wangi (Vetiveria zizanoides Stapt) sudah diekspor dalam bentuk akar
sejak Tahun 1918. Seiring dengan berkembangnya agroindustri penyulingan akar wangi,
maka ekspor pun bergeser ke minyak akar wangi. Secara riil, perkembangan ekspor
dan nilai minyak akar wangi Indonesia masih fluktuatif, hal ini bukan
disebabkan oleh fluktuasi permintaan pasar dunia, tetapi lebih disebabkan oleh
fluktuasi produksi akar wangi dan kualitas minyak akar wangi di dalam negeri. Secara
ekologis, Kabupaten Garut dengan karakteristik agroekosistemnya sangat potensial
bagi pengembangan agribisnis akar wangi. Karena akar wangi tumbuh dan akan
menghasilkan minyak yang baik pada ketinggian di atas 700 m (600-1500 m) di
atas permukaan laut, dengan suhu optimal 170C-270C dan curah
hujan antara 200-2000 mm per tahun. Tanah yang baik untuk pertumbuhan akar wangi
adalah tanah yang gembur atau tanah yang berpasir, seperti tanah yang mengandung
abu vulkanis. Secara agroekologis, kecamatan Samarang (615 ha), Leles (750 ha),
Bayongbong (170 ha), dan Cilawu (150 ha) merupakan kecamatan-kecamatan basis
bagi pengembangan akar wangi di kabupaten Garut. Kemampuan teknis budidaya para
petani akar wangi di Kabupaten Garut sudah baik dan teruji secara layak, baik
secara teori maupun atas dasar pengalaman yang cukup lama dalam budidaya akar
wangi. Di Kabupaten Garut terdapat sekitar 24 unit usaha penyulingan akar wangi
–namun pada umumnya unit usaha tersebut belum mengetahui standar; teknis
produksi; dan kualitas produk yang sesuai dengan permintaan pasar dunia.
Apalagi sampai pada kriteria spesifik, seperti untuk industri obat-obatan dan
produk kosmetika.
Kabupaten
Garut yang sebagian besar wilayahnya baik di sebelah utara, timur, barat,
maupun selatan berupa lahan kering yang berbukit, lereng, dan bergunung sangat
potensial bagi pengembangan komoditas aren. Hingga kini, aren belum
dibudidayakan secara intensif oleh masyarakat, bahkan kedudukannya pun masih
dipandang sebagai salah satu hasil hutan bukan kayu yang tumbuh secara
liar. Padahal komoditas yang berbasis pada sumberdaya lokal tersebut sangat
potensial memberi peluang secara ekonomi, bahkan melalui ekspor dapat menjadi
sumber devisa yang diperhitungkan di masa yang akan datang. Hampir semua bagian
fisik pohon ini dapat dimanfaatkan, misalnya: akar (untuk obat tradisional
guna
menghilangkan pegal-pegal di badan), batang untuk berbagai macam peralatan dan
bahan bangunan, daun muda atau janur untuk pembungkus atau pengganti kertas
rokok yang disebut daun kawung, ijuknya dimanfaatkan untuk sapu, dan tulang
daun aren digunakan untuk sapu lidi. Hasil produksinya juga dapat dimanfaatkan
misalnya buah aren muda untuk pembuatan kolang-kaling, air nira bahan pembuat
gula merah, gula semut, cuka, pati atau tepung dalam batang untuk bahan
pembuatan berbagai macam makanan atau minuman.
Kabupaten
Garut merupakan salah satu sentra produksi teh andalan Jawa Barat, terutama di
Kecamatan Cikajang, Singajaya, Banjarwangi, Cisurupan, Cilawu dan Pakenjeng.
Tanaman teh merupakan salah satu komoditas perkebunan yang penting di Indonesia.
Usaha
tani tembakau (Nicotiana tabacum L) sudah dilaksanakan sejak lama oleh
para petani di Kabupaten Garut. Tembakau merupakan suatu komoditas yang
merupakan pilihan sebagian besar petani di Kabupaten Garut. Sentra produksi tembakau
di Kabupaten Garut berada di Kecamatan Tarogong Kaler, Wanaraja, Leles, Cibiuk
dan Kadungora. Jumlah varietas tembakau rakyat yang diusahakan para petani di Kabupaten
Garut cukup banyak diantaranya Kedu Omas, Kedu Hejo, Kedu Jonas, Kedu Rancing,
Palumbon, Gambung, Cere, Virginia Garut dan lainnya. Beberapa varietas tersebut
menghasilkan tembakau mole yang memiliki aroma serta cita rasa khas tembakau
Garut sehingga tembakau mole Garut memiliki keunggulan dan prospek pasar yang
sangat cerah karena memiliki kelas kualitas tersendiri sebagai sumber bahan
baku beberapa perusahaan pabrik rokok dalam negeri.
5)
Peternakan Unggulan
Jenis
ternak ruminansia besar yang penting bagi kehidupan masyarakat Kabupaten
Garut, khususnya untuk masyarakat Kecamatan Cilawu, Bayongbong, Cisurupan,
Cikajang serta sebagian kecil Samarang dan Pamulihan adalah sapi perah yang
mampu memberikan manfaat ganda bagi pengadaan pangan, yaitu sebagai penghasil
susu, serta penghasil daging. Sebagian besar sebaran ternak sapi perah berada di
Kecamatan Cilawu, Bayongbong, Cisurupan dan Cikajang, sedangkan sebagian kecil
berada di Kecamatan Pamulihan, Samarang, Banjarwangi, Pasirwangi, Karangpawitan
dan Wanaraja. Ternak unggulan lain untuk ruminansia besar ini adalah sapi
potong. Sapi potong, selain sebagai penghasil daging, juga memberikan
kontribusi besar bagi penyedia tenaga kerja di sawah bersama dengan ternak
kerbau, khususnya sawah dengan kontur berbukit yang tidak mungkin diolah
menggunakan traktor. Fungsi ganda dari kerbau dan sapi potong menjadi alasan
mengapa petani menganggap penting untuk memelihara ternak ini. Daerah dengan
konsentrasi ternak sapi potong yang tinggi adalah Kecamatan Pameungpeuk. Penyebaran
sapi potong secara geografis menyebar di utara dan selatan, hanya jenis ternaknya
berbeda. Di wilayah utara berkembang penggemukan sapi FH jantan, terkonsentrasi
di beberapa daerah sekitar daerah sapi perah, seperti Kecamatan Leles, Garut
Kota, Wanaraja, Karangpawitan dan daerah lainnya. Adanya beberapa kecamatan
yang mengembangkan sapi FH jantan, menunjukkan bahwa pengembangan ternak potong
sudah memperhatikan aspek-aspek keterkaitan antar daerah sumber bibit dan
daerah penggemukan yang cenderung mendekati potensi limbah industri (ampas tahu
sebagai pakan ternak) serta mendekati konsumen. Sapi potong lokal dan
persilangannya terkonsentrasi di wilayah selatan, khususnya Kecamatan
Pameungpeuk, Cikelet, Cibalong, Cisompet dan Bungbulang. Khusus untuk
pengembangan peternakan sapi potong di Kecamatan Bungbulang, pengembangan sapi
potong memperoleh perhatian yang sangat besar dari Pemerintah Jawa Barat,
terkait dengan pengembangan kawasan Agribisnis Cipamatuh.
Kabupaten
Garut juga merupakan salah satu sentra produksi domba di Jawa Barat setelah
Kabupaten Bandung. Domba menyebar secara merata di seluruh wilayah. Beberapa
kecamatan dengan populasi domba dan terbanyak berada di Kecamatan Cikajang,
Cilawu, Bayongbong, Cisurupan, Bungbulang, Cibalong, Singajaya, Samarang,
Wanaraja, dan Malangbong. Di beberapa kecamatan seperti Cikajang, Cilawu,
Bayongbong, Samarang dan Cisurupan, ternak domba berkembang dalam lokasi yang
sama dengan peternakan sapi perah. Sebelum peternakan sapi perah berkembang di
daerah ini, domba merupakan komoditas andalan yang dipelihara masyarakat. Di
daerah ini, dikenal sebagai pusat pembiakan/pembibitan Domba Garut atau Domba
Priangan. Pola pemeliharaan domba yang umum dilakukan masyarakat di wilayah
utara adalah pola intensif, dimana sepanjang hari domba dikandangkan, pakan
diberikan
dengan cara cut and carry. Dalam pemeliharaan intensif, memungkinkan
limbah kandang dimanfatkan sepenuhnya untuk pupuk pertanian. Dengan demikian
limbah kandang –disamping domba sebagai output utama, dapat memberikan
kontribusi penghasilan bagi peternak. Secara umum domba-domba yang dipelihara
di wilayah selatan berbeda dengan domba yang dipelihara di wilayah utara.
Daerah Cibalong, Bungbulang, Singajaya sebagian besar jenis domba yang
dipelihara adalah domba lokal, dengan performa badan yang lebih kecil dari domba
Garut. Di daerah selatan –karena lahan yang relatif luas, pola pemeliharaan
domba dilakukan dengan cara diangon (ekstensif) atau semi intensif. Dari semua
kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Garut, hanya wilayah kecamatan
Cikajang, Bayongbong dan Cisurupan yang hampir semua pakan hijauannya sudah
termanfaatkan. Cikajang, Bayongbong dan Cisurupan merupakan daerah budidaya
sapi perah. Ketiga wilayah kecamatan tersebut sangat kecil peluangnya untuk
menambah lagi ternak ruminansia besar terutama apabila tidak usaha
membuka lahan baru untuk penanaman rumput unggul. Dengan kata lain ketiga kecamatan
tersebut sudah jenuh untuk penambahan populasi ternak ruminansia. Wilayah
kecamatan yang masih terbuka untuk pengembangan ternak ruminansia (sapi,
kerbau, domba maupun kambing) adalah kecamatan Caringin, Bungbulang, Pakejeng, Cikelet,
Cisompet, Peundeuy, Banjarwangi, Karangpawitan, Wanaraja, Banyuresmi,
Leuwigoong, Balubur Limbangan dan Selaawi. Tujuan akhir dari pengembangan
produksi peternakan adalah untuk memenuhi penyediaan pangan produk peternakan
bagi masyarakat dalam takaran yang cukup sesuai dengan norma kebutuhan gizi.
Pangan produk peternakan yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut
adalah daging, telur dan susu. Disamping untuk memenuhi kebutuhan gizi, produk
peternakan memberikan kontribusi nyata bagi kegiatan industri, yaitu produksi
kulit sapi dan kerbau serta kulit domba dan kambing.
6)
Perikanan Unggulan
Komoditas
unggulan perikanan laut didominasi oleh ikan layur, kemudian diikuti oleh ikan
tongkol dan kakap yang merupakan hasil tangkapan dengan alat pancing dan
jaring. Produksi ikan dari Kabupaten Garut sebagian besar untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat Garut. Tingginya jumlah ikan segar yang masuk Kabupaten
Garut merupakan tantangan dan peluang pasar dalam hal peningkatan produksi ikan
di Kabupaten Garut. Pengembangan komoditas perikanan darat dapat ditempuh
melalui usaha penerapan teknologi tepat guna. Pemanfaatan sawah untuk areal
mina padi perlu terus ditingkatkan.
Begitu juga dengan pemanfaatan perairan umum, baik melalui usaha budidaya ikan
dengan sistem karamba, karamba jaring apung, sistem pagar atau hampang
merupakan alternatif yang dapat dikembangkan mengingat Kabupaten Garut mempunyai
potensi kolam dan sungai yang cukup besar. Komoditas yang bisa dikembangkan dengan
sistem ini adalah ikan mas, nilem dan nila. Tampaknya pengembangan budidaya
ikan dengan kolam air deras untuk memelihara ikan mas, akan tersisih oleh
sistem budidaya dengan karamba jaring apung, karena selain keunggulan
pertumbuhannya juga biaya produksinya yang relatif lebih rendah. Kegiatan restocking
di perairan umum perlu terus ditingkatkan dengan melibatkan masyarakat sekitar
situ (kolam) atau sungai sebagai pengelola dan pengawas, sehingga dapat diatur
musim penangkapannya, dan alat yang boleh dioperasikan. Budidaya udang tambak
merupakan prospek yang cukup bagus untuk dikembangkan dipantai selatan Garut,
hal ini didukung oleh kondisi perairan yang belum tercemar bila dibandingkan
dengan perairan pantai utara Jawa. Kegiatan perikanan laut nampaknya perlu
mendapat perhatian dalam rangka meningkatkan tingkat pemanfaatan dari potensi
lestari ikan laut di Kabupaten Garut. Berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk
memanfaatkan potensi perikanan laut yang cukup besar ini adalah dengan
pemberdayaan nelayan, peningkatan sarana dan prasarana, bantuan modal dan
bimbingan. Serta penetapan kawasan pantai Garut Selatan sebagai daerah
pengembangan agribisnis berbasis usaha perikanan. Komoditas unik perikanan
darat dari Kabupaten Garut yang bisa dikembangkan adalah ikan nilem (Osteochilus
hasselti). Kabupaten Garut merupakan sentra penghasil ikan nilem yang cukup
potensial di Jawa Barat, dengan daerah Tarogong sebagai sentranya. Ikan nilem
ini mempunyai beberapa keunggulan yang bisa dijadikan ikan khas Kabupaten Garut,
yaitu rasanya yang gurih, potensi telurnya cukup tinggi sehingga bisa diolah
menjadi berbagai produks yang mempunyai nilai jual cukup tinggi selain olahan
tradisional ”pindang” yang sudah biasa dikembangkan seperti: ”Presto ikan
nilem”, ”babby fish”, ”Caviar (telur) ikan nilem”. Di pesisir perairan
Kabupaten Garut banyak nelayan yang mengambil rumput laut (makroalga)
dari alam terutama dari genus Eucheuma, Gracillaria, Sargassum
dan Gelidium. Makroalga tersebut umumnya dijual ke para bakul, sebagai
bahan baku pembuat makanan, misalnya untuk agar-agar dan dodol agar. Rumput
laut ini juga merupakan bahan baku untuk industri minuman, makanan dan farmasi.
Sehingga komoditas rumput laut ini merupakan komoditas unggulan yang dapat
dikembangkan di pesisir selatan Garut. Sampai saat ini, pengolah rumput laut
terdapat di Kecamatan Cikelet sedangkan “bakul” atau pengumpul rumput laut
tersebar di seluruh desa pantai mulai dari Cikelet, Cibalong, Pakenjeng,
Mekarmukti dan Caringin. Metode budidaya untuk rumput laut juga, bukanlah hal
yang sulit, karena berbagai teknik bisa dilakukan seperti teknik lepas dasar, long
line juga budidaya rumput laut di tambak. Dengan demikian kegiatan
perikanan laut yang bisa dikembangkan di pantai selatan Garut adalah kegiatan
budidaya rumput laut, budidaya tambak udang dan perikanan tangkap. Kegiatan ini
bisa dikembangkan di seluruh wilayah kecamatan pantai dengan sentra
pengembangan adalah Kecamatan Cikelet, karena dukungan adanya Pangkalan Pendaratan
Ikan Cilauteureun, alat dan armada penangkapan yang cukup besar, serta pelaku
pengolahan dan pemasaran hasil.
Penutup
Sekadar catatan, hasil kerja keras
pemerintah dan masyarakat serta pemangku kepentingan pada sektor pertanian,
Kabupaten Garut telah meraih berbagai peghargaan sebagai prasasti keberhasilan
sektor pertanian, antara lain berupa: Penghargaan Ketahanan Pangan dari
Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono yang diterima Kelompok Tani “Mukti Tani”
Desa Dangdeur Kecamatan Banyuresmi, Kelompok Tani “Strawbery GMT” Desa Barudua
Kecamatan Malangbong, serta penghargaan “Adhikarya Pangan Nusantara” yang
diraih Kelompok Tani “Desa Mandiri Pangan” Desa Cigadog Kecamatan Cikelet. Selain
itu, konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) yang digagas oleh Badan
Litbang Pertanian telah diimplementasikan di Desa Cimuncang Kecamatan Garut
Kota. Tiga puluh rumah di Desa Cimucang dijadikan percontohan KRPL. Pekarangan
rumah tersebut telah ditanami aneka sayuran, baik yang ditanaman dalam polybag
secara vertikultur maupun yang ditanam di bedengan. Menteri Pertanian DR.
Ir. Suswono, MMA menilai bahwa keberadaan KRPL di Desa Cimuncang, Kabupaten
Garut merupakan kelanjutan dari program KRPL Nasional yang telah di launching
Presiden RI pada 13 Januari 2012 yang lalu di Pacitan Jawa Timur.
Ayo… Garut Bangkit, Garut
Berprestasi !
Wanaraja termasuk dataran apa?
BalasHapushttps://mobile.facebook.com/groups/849962945119787?view=info#groupMenuBottom
BalasHapus