Populasi domba lokal di Indonesia, pada dasarnya
tergolong masih rendah. Melihat
pemilikan lahan petani peternak yang semakin sempit –sekitar kurang dari 0,25 ha, maka perlu dicari jenis ternak dan
metode beternak yang cocok untuk dikembangkan. Jenis ternak yang mempunyai produktivitas tinggi;
perputarannya cepat; serta mudah dalam manajemen pemeliharaan. Domba Garut, merupakan
ternak yang memenuhi kriteria tersebut.
Domba Garut mempunyai prospek untuk
dikembangkan, karena keunggulannya antara lain pertumbuhan yang baik sehingga
ukuran tubuhnya relatif lebih besar. Domba Garut jantan biasa digunakan sebagai
domba laga yang berperan dalam industri pariwisata sehingga mempunyai nilai
ekonomis yang lebih tinggi. Selain itu, spesies Domba Garut ini terbukti paling unggul di dunia (khususnya, pada daerah beriklim tropis). Telah teridentifikasi, sekurangnya memiliki 160 karakter, diantaranya: berpostur tubuh nyaris menyerupai Bison di Amerika Serikat; bertanduk kokoh dengan daun telinga kecil; dan sorot mata tajam. Domba Garut, kapanpun bisa birahi dan melahirkan. Keunggulan Domba Garut, rupanya mempesona 'Negeri Jiran' Malaysia. Berulangkali Pemerintah Malaysia, meminta bibit Domba Garut diekspor ke negara itu dengan harga tinggi (Rp 2 juta per ekor). Namun masih belum dipenuhi, karena khawatir nantinya justru diakui dan dipatenkan sebagai Domba Malaysia. Keunggulan-keunggulan yang dimiliki Domba Garut inilah yang mendorong Dinas Peternakan Jawa Barat, untuk terus berupaya memproses hak paten atas spesies Ovis Aries (Domba Garut) tersebut. Usaha ini terbukti berhasil, pada tahun 2012, Dinas Peternakan Jawa Barat mengantongi empat komoditas peternakan yang sudah dipatenkan sebagai 'Kekayaan Asli Jawa Barat'. Keempat komoditas tersebut, yakni: Domba Garut (sentra Domba Garut terdapat di wilayah Garut dan Bandung); Ayam Pelung (sentra Ayam Pelung terdapat di wilayah Sukabumi dan Cianjur); Ayam Sentul (sentra Ayam Sentul terdapat di Ciamis); dan Itik Rambon (sentra Itik Rambon atau itik khas Cirebon terdapat di Cirebon). Dengan pematenan komoditas-komoditas tersebut, diharapkan tidak ada lagi 'pengakuan' dari pihak lain. Tidak ada lagi pengakuan hak milik, seperti yang telah dilakukan Jepang terhadap Ayam Pelung baru-baru ini.
Dalam pengembangbiakan Domba Garut, masalah
utama yang menjadi kendala adalah: terbatasnya pejantan unggul. Pejantan Domba
Garut unggul, populasinya sangat sedikit dan harganya relatif mahal –karena biasa digunakan untuk kontes domba
laga. Untuk itulah, Himpunan Peternak Domba dan Kambing (HPDKI) Kabupaten Garut, menggalakkan program Industri Domba Unggulan (Indung). Dinas Peternakan Jawa Barat pun, mempunyai perhatian khusus terhadap Domba Garut. Salah satu bentuk perhatian tersebut adalah dengan membangun Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba (BPPTD) Margawati Garut sebagai tempat penelitian dan pengembangan domba (yang tidak dimiliki oleh wilayah lain). Domba Garut, saat ini sudah ditetapkan sebagai: Plasma Nutfah Unggulan Milik Indonesia Asal Jawa Barat.
Rekor
MURI
Dalam rangka memperingati HUT ke-64 Kemerdekaan
RI, Paguyuban Padepokan Domba Garut; Himpunan Peternak Domba dan Kambing
Indonesia (HPDKI); serta Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) Garut,
menyelenggarakan Karnaval dan Laga Domba
Garut 2009. Tujuan kegiatan ini, adalah: mengapresiasi para pecinta dan
penggemar Domba Garut; meningkatkan kualitas nilai jual Domba Garut; dan saling
tukar pengetahuan tentang seluk beluk Domba Garut- khususnya domba tangkas, sebagai domba seni menjadi aset Garut. Diharapkan
dengan kegiatan karnaval ini, jenis Domba Garut akan menjadi salah satu ikon
Jawa Barat. Sebagaimana diketahui, dulu, 'Badak Putih' (Badak Bercula Satu) yang menjadi ikon Jawa Barat. Setelah Badak Putih diakui oleh Provinsi Banten, maka Provinsi Jawa Barat tidak memiliki ikon lagi. Pemerintah Provinsi Jawa Barat pun mencanangkan dua program, berupa: (1) Program Satu Juta Ekor Domba Garut; dan (2) Jawa Barat Provinsi Domba, pada tahun 2011. Tentu saja, kedua program tersebut mendapat dukungan besar dari Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia (HPDKI) Jabar yang jajaran pengurus dan anggotanya tersebar di 23 Kabupaten/Kota di Jawa Barat.
Tingginya antusiasme para peternak dan
peminat karnaval, sungguh-sungguh di luar dugaan. Karnaval Domba Garut –Ovis Aries, diikuti 2.000 ekor lebih
peserta. Pihak panitia sempat kewalahan untuk menampung ‘membludaknya’ peminat karnaval yang berlangsung 15 Agustus
2009 tersebut. Catatan Museum Rekor Indonesia (MURI) sendiri selama ini, adalah
sebanyak 1.709 ekor. Dengan demikian, rekor baru, tercipta di Kota Garut. MURI mencatat,
ada dua ribu ekor Domba Garut memecahkan rekor kategori ‘terbanyak dan unik yang ikut kegiatan karnaval’. Penghargaan MURI ini, selain akan memacu dan menggairahkan para peternak, juga akan meningkatkan serta melestarikan populasi spesies Domba Garut yang keberadaannya sudah diakui oleh badan dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Pada penyelenggaraan Pameran Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif yang dilaksanakan di Lapangan Otto Iskandar Di Nata (Alun-alun)
Kabupaten Garut, dari tanggal 29 April hingga 5 Mei 2013. Komunitas Jurnalis Pecinta Domba Garut yang tergabung dalam Perhimpunan
Jurnalis Indonesia (PJI) Garut, menyelenggarakan
Lomba Peragaan Busana Domba Garut (Domba Catwalk). Sebanyak 200 Domba Garut, mengikuti
Domba Catwalk pada pameran yang diselenggarakan untuk memperingati Hari Jadi Kabupaten Garut ke-200 Tahun
tersebut. Rekor MURI pun terpecahkan lagi, dengan diserahkannya Piagam Museum
Rekor Indonesia (MURI) untuk kategori ‘Domba
Berbusana Terbanyak’. MURI mencatatnya sebagai rekor, karena perlombaan
sejenis, tidak pernah ada di belahan dunia manapun –bahkan ini juga dicatat dalam Museum Rekor Dunia. Helatan yang dihadiri oleh Bupati Kabupaten Garut Agus Hamdani serta para pejabat Pemkab Garut dan unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Kabupaten Garut, juga turut hadir Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. MURI juga memberikan
penghargaan kepada tiga orang lainnya, yaitu: Pencetus Acara –penghargaan kepada Deni Rinjani karena ide
kreatifnya mencetuskan Domba Catwalk;
Bupati Garut; dan Gubernur Jabar –penghargaan
kepada Ahmad Heryawan atas kepeduliannya pada pelestarian seni budaya Domba
Garut.
Pada
dasarnya, Domba Catwalk merupakan tontonan alternatif bagi masyarakat pecinta
domba Garut, yang tidak terlalu menyukai adu ketangkasan domba –lebih mempertontonkan kekuatan otot dan
kegarangan dalam pertarungan. Domba Garut tidak mesti terdengar 'seram' karena kemampuan bertarungnya, namun dapat pula 'anggun' saat berlenggak-lenggok menggunakan kain. Pada Domba Catwalk, penilaian lebih
ditekankan pada: keunikan; kesehatan; keindahan tata rias; dan pakaian domba
kontestan. Dalam Domba Catwalk, ‘domba
petarung’ dibuat tampil menjadi lebih: necis; maskulin; unik; dan menghibur
–layaknya peragawan. Kendati lebih
memperlihatkan ‘sisi lain’ dari
karakter khas Domba Garut –yang dikenal
cerdas dan berani, lomba Domba Catwalk tersebut tidak mengenyampingkan
kaidah-kaidah dasar Domba Garut. Seperti: posturnya yang besar; gagah; tanduk
indah; dan warna bulu mengkilat terpelihara. Tidak dipungkiri, Domba Catwalk
dapat menjadi sarana sosialisasi untuk mendorong minat masyarakat dalam
melestarikan dan mengembangkan Domba Garut, serta sekaligus menjadi sumber
pendapatan ekonomi masyarakat. Pada sisi lain, gelaran Domba Catwalk tersebut
dapat menjadi tontonan atraktif alternatif untuk menambah daya tarik wisata di
Kabupaten Garut.
Domba 'Peragawan' Garut |
Tunggu Giliran 'Berlenggak-lenggok' |
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menyaksikan peserta Domba Catwalk |
Rekor MURI kategori 'Domba Berbusana Terbanyak' diserahkan oleh Ketua Team Juri MURI -Ngadri (kiri), dan diterima oleh Bupati Garut Agus Hamdani. 4 Mei 2013 di Lapang Otista (Alun-alun) Garut. |
Bapak Ngadri (kiri) menyerahkan Piagam Penghargaan MURI kategori 'Pencipta Ide Kreatif" kepada Deni Rinjani pencetus gagasan Domba Catwalk. 4 Mei 2013 di Lapang Otista (Alun-alun) Garut. |
Domba
dalam Kajian Literatur
Domba merupakan hewan ruminansia yang
berkuku belah, dan termasuk dalam subfamili Caprinae dari famili Bovidae. Semua
domba termasuk dalam genus Ovis dan yang terdomestifikasi adalah Ovis aries (Blakely
dan Bade, 1991). Domba-domba terdomestifikasi yang ada sekarang memiliki
komposisi genetik dari: Domba Argali (Ovis ammon) yang berkembang di Asia
Tengah; Domba Urial (Ovis vignei) di Asia; serta Domba Moufflon (Ovis musimon)
di Asia Kecil dan Eropa (Devendra dan McLeroy, 1982). Domba-domba lokal
Indonesia diberi nama sesuai dengan daerah dan karakteristiknya masing-masing,
seperti: Domba Donggala –domba jenis ini
terdapat di bagian Selatan Pulau Sulawesi; Domba Garut; Domba Kisar –domba jenis ini terdapat di Nusa Tenggara;
Domba Ekor Gemuk –merupakan domba khas
daerah Jawa Timur, populasi awalnya banyak dijumpai di Pulau Madura; Domba
Ekor Tipis Jawa; dan Domba Ekor Tipis Sumatera.
Domba Priangan merupakan Domba Ekor Tipis yang tersebar di daerah Jawa Barat, terutama di daerah Garut sehingga
disebut: Domba Garut (Gatenby, 1991). Domba Priangan (Domba Garut) mulai dikembangkan pada
tahun 1854-1864 melalui persilangan tiga ras domba, yaitu: Domba Ekor Tipis
Jawa –domba lokal Indonesia; Domba
Merino –dari Asia Kecil; dan Domba Capstaad/Cape
–yang diduga berasal dari Afrika Selatan.
Sekitar 70 tahun kemudian –yaitu tahun
1926, Domba Garut telah menunjukkan suatu keseragaman, misalnya: bentuk
tanduk yang besar melingkar diturunkan dari Domba Merino.
Domba Garut mempunyai ukuran tubuh yang
lebih besar dibandingkan dengan Domba Ekor Tipis Jawa. Domba Garut memiliki
leher yang kuat, dan dahi konveks –jenis
ini sesuai untuk domba aduan. Selain itu, Domba Garut mempunyai bentuk muka
yang cembung dan sering ditemukan domba dengan telinga rumpung –tidak mempunyai daun telinga atau 'ngadaun hiris' (telinga pendek). Warna wool
bermacam-macam, yaitu: hitam; abu-abu; putih; dan belang-belang hitam –kulitnya merupakan salah satu kulit dengan
kualitas terbaik di dunia. Pada bagian pangkal ekornya, terdapat sedikit
timbunan lemak. Ekornya 'ngabuntut beurit' (ekor yang kelihatan agak lebar dengan ujung runcing dan pendek/ segitiga terbalik). Domba betina tidak bertanduk, sedangkan domba jantan memiliki
tanduk yang melengkung ke belakang berbentuk spiral serta pangkal tanduk kanan
dan kiri hampir menyatu.
Bobot badan Domba Garut betina sebesar
35-40 kg, sedangkan bobot domba jantan mencapai 50-60 kg. Domba Garut termasuk
domba yang prolifik, interval beranak yang pendek, dan jumlah anak yang dihasilkan
pertahun rata-rata sebesar 1,7. Domba Garut banyak digunakan untuk meningkatkan
komposisi genetik (upgrading) dari domba
lokal, yang terdapat pada daerah tersebut (Devendra dan McLeroy, 1982).
Menurut Bradford dan Inounu (1996);
Adiati (2001); dan Hastono (2001), Domba Garut memiliki keunggulan cepat dewasa,
tidak mengenal musim kawin, dan mempunyai sifat dapat melahirkan anak kembar
dua ekor atau lebih. Sedangkan menurut Qomariyah (2001), Domba Garut jantan
memiliki postur yang gagah dan tanduk yang khas dengan ukuran yang besar,
kokoh, kuat dan melingkar. Selain itu, Domba Garut juga cerdas. Bukti kecerdasan mereka, terlihat saat berada di arena ketangkasan. Domba Garut dengan mudah mengikuti aba-aba dan kode yang diberikan oleh wasit atau pelatih mereka.
Domba dan Kambing memiliki banyak
kesamaan, terkadang orang tidak bisa membedakan antara keduanya. Domba dan Kambing,
sebenarnya adalah dua spesies yang berbeda. Dalam bahasa Latin, Domba dikenal
sebagai: Ovis Aries, sedangkan
Kambing disebut: Capra Hircus.
Pemisahan ini dilakukan, berdasarkan karakteristik kedua hewan ini. Lebih jauh
lagi, jumlah kromosom –bagian sel yang
menentukan karakteristik hewan Domba memiliki 54 sedangkan Kambing memiliki
60 kromosom. Domba memiliki bulu yang keriting, sedangkan Kambing bulunya lurus.
Bagian ekor dari Domba, jatuh terkulai ke bawah. Sedangkan bagian ekor dari Kambing,
dia tegak ke atas. Domba senang merumput, atau di istilah biologi dan
kedokteran hewan disebut grazing.
Domba lebih memilih rumput yang pendek dan lembut atau gulma sebagai
makanannya. Domba merumput dengan sedikit menekuk kaki depannya dan bertumpu
pada kaki depannya. Disisi lain, Kambing lebih memilih tumbuhan sebagai
makanannya, terkadang mereka memakan ranting muda dibandingkan rumput.
Klasifikasi
Ilmiah
|
|
Domba
|
Kambing
|
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Artiodactyla
Family : Bovidae
Sub Family : Caprinae
Genus : Ovis
Spesies : Ovis Aries
|
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Artiodactyla
Family : Bovidae
Sub Family : Caprinae
Genus : Capra
Spesies : Capra Hircus
|
Beberapa jenis domba yang terdapat di
Indonesia, selain Domba Garut, adalah:
Domba
Texel Wonosobo
Domba Texel atau juga dikenal dengan
nama Dombos –artinya Domba Texel Wonosobo.
Pada tahun 1954-1955, Pemerintah mendatangkan 500 ekor Domba Texel dari Belanda
dan dialokasikan ke beberapa daerah di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah (Baturraden
Banyumas dan Tawangmangu Solo), dan Jawa Timur –tetapi daerah tersebut tidak mampu mengembangkannya. Akhirnya tahun
1957, dipindahkan ke Daerah Wonosobo. Ternyata penduduk Wonosobo mampu
mengembangkan Domba Texel tersebut, hingga diakhir tahun 2006, populasinya
mencapai 8.753 ekor. Domba Texel mempunyai ciri khas yang mudah dibedakan dari
domba jenis lainnya, yaitu: mempunyai bulu wol yang keriting halus, berbentuk
spiral berwarna putih yang menyelimuti bagian tubuhnya kecuali perut bagian
bawah. Postur tubuh tinggi besar dan panjang dengan leher panjang dan ekor
kecil. Domba Texel tergolong ternak unggulan yang berpotensi sebagai penghasil
daging. Bobot badan dewasa jantan dapat mencapai 100 kg dan yang betina 80 kg
dengan karkas sekitar 55 %. Dalam penggemukkan secara intensif dapat menghasilkan
pertambahan berat badan 265-285 gram/hari. Masyarakat Kabupaten Wonosobo,
Provinsi Jawa Tengah telah banyak merintis usaha penggemukkan intensif terhadap
domba persilangan Texel dengan domba Lokal, yang menghasilkan keuntungan
memadai. Di samping itu Domba Texel dapat menghasilkan bulu wool berkualitas
sebanyak 1000 gram/ekor/tahun, yang dapat diolah sebagai komoditas yang
mempunyai nilai tambah. Di pedesaan Wonosobo yang potensial, Domba Texel telah
dirintis oleh industri rumah tangga yang mengolah bulu wool Domba Texel. Domba
Texel tergolong ternak yang cepat berkembang biak, dapat beranak pertama kali
pada umur 15 bulan dan selanjutnya dapat melahirkan setiap delapan bulan. Anak
pertama cenderung tunggal dan anak berikutnya kadang-kadang kembar dua. Domba
Texel mempunyai karakter genetik yang cenderung dominan. Di Kabupaten Wonosobo,
Domba Texel telah banyak memberi kontribusi genetik terhadap domba-domba lokal
melalui proses kawin silang, dan menghasilkan domba-domba persilangan yang
potensial sebagai penghasil daging. Kendala pengembangan Domba Texel justru
karena tingginya permintaan dari luar daerah yang ‘disinyalir’ untuk di ekspor ke Malaysia. Hal ini sebenarnya
meningkatkan pamor dan nilai harga Domba Texel itu sendiri, sehingga
meningkatkan kesejahteraan masyarakat peternak dan pedagang Domba Texel. Namun
di sisi lain, bila pengiriman ke luar daerah tak dikendalikan, bisa mengancam
terjadinya ‘pengurasan’ ternak.
Kendala lain, perkembang biakan Domba Texel masih tergantung pada kawin alam –berhubung belum terdapatnya Produsen Frozen
semen Domba Texel. Pemerintah telah berupaya melestarikan Domba Texel
melalui Program Village Breeding Centre
(VBC) Domba Texel, yang meliputi: kegiatan pendataan, droping Domba Texel
Gaduhan Pemerintah, sosialisasi dan promosi pelestarian maupun teknik budidaya
serta pelatihan pengolahan bulu, kulit dan daging Domba Texel.
Domas
Domba Batur atau Domas, sebenarnya
merupakan domba hasil persilangan dari domba lokal, yaitu: Domba Ekor Tipis (Gembel);
Domba Suffolk; dan Domba Texel. Pada tahun 1984, kelompok tani ternak di Kecamatan
Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, berusaha menyilangkan domba bantuan
presiden dengan domba lokal. Persilangan domba asal Tapos dan domba lokal
menghasilkan keturunan yang oleh warga dinamai: Domba Batur atau Domas. Pada
awalnya, berkembang di daerah Banjarnegara dan menjadi ikon Banjarnegara. Dan
sejak tahun 2009, mulai berkembang di beberapa daerah Jawa dan Sumatera. Domba
Batur jantan maupun betina adalah tipe domba potong yang merupakan penghasil
daging yang baik. Domba Batur ini memang istimewa, montok atau gemuk. Pada umur
dua tahun, domba jantan umumnya sudah bisa mencapai bobot 100 kg dan betina 80
kg. Bahkan, domba jantan yang bagus dapat mencapai bobot 140 kg. Domba dengan
bobot seperti ini, biasanya dijadikan pejantan. Proporsi dagingnya –bukan karkas yang masih bertulang, juga
tinggi. Dagingnya lebih empuk, dan lemaknya lebih tinggi –untuk sate lebih bagus. Domba Batur, mulai dapat dikawinkan pada
umur 8 bulan –saat si betina mencapai
bobot 50-60 kg. Satu ekor pejantan, mampu mengawini 10 ekor betina. Kemudian,
betina akan bunting selama lima bulan dan rata-rata jumlah anaknya 1,5 ekor per
kelahiran.
Domba
Gembel
Domba Ekor Tipis dikenal sebagai domba
asli Indonesia dan sering disebut Domba Gembel, dalam bahasa Inggris disebut: Javanesse thin-tailed sheep. Pada
awalnya, domba ini berkembang di daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat. Namun saat
ini, sudah berkembang di seluruh Pulau Jawa khususnya dan Indonesia pada
umumnya. Bulu wolnya gembel berwarna putih dominan, dengan warna hitam di
sekeliling: mata; hidung; dan beberapa bagian tubuh lain. Domba jantan memiliki
tanduk melingkar, sedangkan yang betina umumnya tidak bertanduk. Keunggulan
domba ini adalah: bersifat prolifik –dapat
melahirkan anak kembar 2 hingga 5 ekor setiap kelahiran; mudah berkembang
biak dan tidak dipengaruhi musim kawin; serta mampu beradaptasi pada daerah
tropis dan makanan yang buruk.
Domba
Kibas
Domba Ekor Gemuk dikenal juga dengan
nama Domba Kibas –di Jawa, serta
dikenal sebagai Domba Donggala –di Sulawesi
Selatan. Domba ini berasal dari Asia Barat atau India yang dibawa oleh
pedagang bangsa Arab pada abad ke-18. Pada sekitar tahun 1731 sampai 1779, Pemerintah
Hindia Belanda telah mengimpor Domba Kirmani –yaitu Domba Ekor Gemuk dari Persia. Pada awalnya, Domba Kibas
berkembang di Jawa Timur, Madura, Sulawesi, dan Nusa Tenggara –terutama di Lombok. Namun saat ini,
sudah berkembang di seluruh Indonesia.
Domba ini, beradaptasi dan tumbuh lebih baik di daerah beriklim kering. Warna bulu wolnya putih dan kasar. Umumnya domba jantan hanya sedikit yang mempunyai tanduk kecil, sedangkan yang betinanya tidak bertanduk. Keunggulan domba ini, adalah tahan terhadap panas dan kering.
Domba ini, beradaptasi dan tumbuh lebih baik di daerah beriklim kering. Warna bulu wolnya putih dan kasar. Umumnya domba jantan hanya sedikit yang mempunyai tanduk kecil, sedangkan yang betinanya tidak bertanduk. Keunggulan domba ini, adalah tahan terhadap panas dan kering.
Bacaan:
Adiati, U, Subandriyo, B Tiesnamurti dan
S Aminah. 2001. Karakteristik semen segar
tiga genotipe domba persilangan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. Balai Penelitian Ternak. pp. 113-117.
Blakely, J. dan D.H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan Edisi ke-4. Terjemahan.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Bradford, G.E. and I. Inounu. 1996. Prolific breeds of Indonesian. In:
Fahmy, M. H. (Eds) Prolific Sheep. CAB. International, Oxan. I.K. 137-145.
Devendra, C dan G.B. McLeroy. 1982. Goat and Sheep Production in The Tropics.
Longman Group Limited, London.
DJBPP. 2005. Buku Statistik Peternakan. Departemen Pertanian RI.
Edey, T.N. 1983. Tropical Sheep and Goat Production. Australian Universities.
International Development Program (AUIDP), Canberra, Australia.
Gatenby, R.M. 1991. Sheep. Macmilalan Education Ltd. London.
Hastono, I. Inounu dan N. Hidayati. 2001.
Karakteristik semen dan tingkat libido
domba persilangan. Prosiding Seminar Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Balai Penelitian Ternak, Bogor. pp. 106-112.
Mason, I.L. 1980. Prolific Tropical Sheep. Food and Agriculture Organization of The United
nation, Roma.
Qomariyah, S. Mihardja dan R. Idi. 2001.
Pengaruh kombinasi telur dengan air
kelapa terhadap daya tahan dan abnormalitas spermatozoa domba Priangan pada
penyimpanan 50C. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan
dan Veteriner. Puslitbang Bioteknologi LIPI, Bogor. pp. 172-177.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar