UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2012
TENTANG
PERKOPERASIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan untuk mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia melalui pengelolaan sumber daya ekonomi dalam suatu iklim pengembangan dan pemberdayaan Koperasi yang memiliki peran strategis dalam tata ekonomi nasional berdasarkan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi dalam rangka menciptakan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa pengembangan dan pemberdayaan Koperasi dalam suatu kebijakan Perkoperasian harus mencerminkan nilai dan prinsip Koperasi sebagai wadah usaha bersama untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan ekonomi Anggota sehingga tumbuh menjadi kuat, sehat, mandiri, dan tangguh dalam menghadapi perkembangan ekonomi nasional dan global yang semakin dinamis dan penuh tantangan;
c. bahwa kebijakan Perkoperasian selayaknya selalu berdasarkan ekonomi kerakyatan yang melibatkan, menguatkan, dan mengembangkan Koperasi sebagaimana amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi;
d. bahwa Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian perlu diganti karena sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hukum dan perkembangan Perkoperasian;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perkoperasian;
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERKOPERASIAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.
2. Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi.
3. Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang perseorangan.
4. Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan badan hukum Koperasi.
5. Rapat Anggota adalah perangkat organisasi Koperasi yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi.
6. Pengawas adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertugas mengawasi dan memberikan nasihat kepada Pengurus.
7. Pengurus adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Koperasi untuk kepentingan dan tujuan Koperasi, serta mewakili Koperasi baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar.
8. Setoran Pokok adalah sejumlah uang, yang wajib dibayar oleh seseorang atau badan hukum Koperasi pada saat yang bersangkutan mengajukan permohonan keanggotaan pada suatu Koperasi.
9. Sertifikat Modal Koperasi adalah bukti penyertaan Anggota Koperasi dalam modal Koperasi.
10. Hibah adalah pemberian uang dan/atau barang kepada Koperasi dengan sukarela tanpa imbalan jasa, sebagai modal usaha.
11. Modal Penyertaan adalah penyetoran modal pada Koperasi berupa uang dan/atau barang yang dapat dinilai dengan uang yang disetorkan oleh perorangan dan/atau badan hukum untuk menambah dan memperkuat permodalan Koperasi guna meningkatkan kegiatan usahanya.
12. Selisih Hasil Usaha adalah Surplus Hasil Usaha atau Defisit Hasil Usaha yang diperoleh dari hasil usaha atau pendapatan Koperasi dalam satu tahun buku setelah dikurangi dengan pengeluaran atas berbagai beban usaha.
13. Simpanan adalah sejumlah uang yang disimpan oleh Anggota kepada Koperasi Simpan Pinjam, dengan memperoleh jasa dari Koperasi Simpan Pinjam sesuai perjanjian.
14. Pinjaman adalah penyediaan uang oleh Koperasi Simpan Pinjam kepada Anggota sebagai peminjam berdasarkan perjanjian, yang mewajibkan peminjam untuk melunasi dalam jangka waktu tertentu dan membayar jasa.
15. Koperasi Simpan Pinjam adalah Koperasi yang menjalankan usaha simpan pinjam sebagai satu-satunya usaha.
16. Unit Simpan Pinjam adalah salah satu unit usaha Koperasi non-Koperasi Simpan Pinjam yang dilaksanakan secara konvensional atau syariah.
17. Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan Perkoperasian yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita dan tujuan Koperasi.
18. Dewan Koperasi Indonesia adalah organisasi yang didirikan dari dan oleh Gerakan Koperasi untuk memperjuangkan kepentingan dan menyalurkan aspirasi Koperasi.
19. Hari adalah hari kalender.
20. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Koperasi.
BAB II
LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN
Pasal 2
Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 3
Koperasi berdasar atas asas kekeluargaan.
Pasal 4
Koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan Anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, sekaligus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang demokratis dan berkeadilan.
BAB III
NILAI DAN PRINSIP
Pasal 5
(1) Nilai yang mendasari kegiatan Koperasi yaitu:
a. kekeluargaan;
b. menolong diri sendiri;
c. bertanggung jawab;
d. demokrasi;
e. persamaan;
f. berkeadilan; dan
g. kemandirian.
(2) Nilai yang diyakini Anggota Koperasi yaitu:
a. kejujuran;
b. keterbukaan;
c. tanggung jawab; dan
d. kepedulian terhadap orang lain.
Pasal 6
(1) Koperasi melaksanakan Prinsip Koperasi yang meliputi:
a. keanggotaan Koperasi bersifat sukarela dan terbuka;
b. pengawasan oleh Anggota diselenggarakan secara demokratis;
c. Anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi Koperasi;
d. Koperasi merupakan badan usaha swadaya yang otonom, dan independen;
e. Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi Anggota, Pengawas, Pengurus, dan karyawannya, serta memberikan informasi kepada masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan Koperasi;
f. Koperasi melayani anggotanya secara prima dan memperkuat Gerakan Koperasi, dengan bekerja sama melalui jaringan kegiatan pada tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional; dan
g. Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakatnya melalui kebijakan yang disepakati oleh Anggota.
(2) Prinsip Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi sumber inspirasi dan menjiwai secara keseluruhan organisasi dan kegiatan usaha Koperasi sesuai dengan maksud dan tujuan pendiriannya.
BAB IV
PENDIRIAN, ANGGARAN DASAR, PERUBAHAN ANGGARAN DASAR, DAN PENGUMUMAN
Bagian Kesatu
Pendirian
Pasal 7
(1) Koperasi Primer didirikan oleh paling sedikit 20 (dua puluh) orang perseorangan dengan memisahkan sebagian kekayaan pendiri atau Anggota sebagai modal awal Koperasi.
(2) Koperasi Sekunder didirikan oleh paling sedikit 3 (tiga) Koperasi Primer.
Pasal 8
(1) Koperasi mempunyai tempat kedudukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditentukan dalam Anggaran Dasar.
(2) Wilayah keanggotaan Koperasi ditentukan dalam Anggaran Dasar.
(3) Tempat kedudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekaligus merupakan kantor pusat Koperasi.
(4) Koperasi mempunyai alamat lengkap di tempat kedudukannya.
(5) Dalam semua surat menyurat, pengumuman yang diterbitkan oleh Koperasi, barang cetakan, dan akta dalam hal Koperasi menjadi pihak harus disebutkan nama dan alamat lengkap Koperasi.
Pasal 9
(1) Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dilakukan dengan Akta Pendirian Koperasi yang dibuat oleh Notaris dalam bahasa Indonesia.
(2) Dalam hal di suatu kecamatan tidak terdapat Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka Akta Pendirian Koperasi dapat dibuat oleh Camat yang telah disahkan sebagai Pejabat Pembuat Akta Koperasi oleh Menteri.
(3) Notaris yang membuat Akta Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Notaris yang terdaftar pada Kementerian yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang Koperasi.
Pasal 10
(1) Akta Pendirian Koperasi memuat Anggaran Dasar dan keterangan yang berkaitan dengan pendirian Koperasi.
(2) Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:
a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, tempat tinggal, dan pekerjaan pendiri perseorangan atau nama, tempat kedudukan, dan alamat lengkap, serta nomor dan tanggal pengesahan badan hukum Koperasi pendiri bagi Koperasi Sekunder; dan
b. susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, tempat tinggal, dan pekerjaan Pengawas dan Pengurus yang pertama kali diangkat.
(3) Dalam pembuatan Akta Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seorang pendiri dapat diwakili oleh pendiri lain berdasarkan surat kuasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Permohonan Akta Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis oleh para pendiri secara bersama-sama atau kuasanya kepada Menteri untuk mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum.
(5) Ketentuan mengenai tata cara dan persyaratan permohonan pengesahan Koperasi sebagai badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 11
Apabila permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya permohonan, Menteri harus menolak permohonan secara tertulis disertai alasannya.
Pasal 12
(1) Terhadap penolakan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, para pendiri atau kuasanya dapat mengajukan permohonan ulang dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya penolakan.
(2) Keputusan terhadap pengajuan permohonan ulang diberikan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya pengajuan permohonan ulang.
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan keputusan pertama dan terakhir.
Pasal 13
(1) Koperasi memperoleh pengesahan sebagai badan hukum setelah Akta Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) disahkan oleh Menteri.
(2) Pengesahan Koperasi sebagai badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima.
(3) Dalam hal Menteri tidak melakukan pengesahan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Akta Pendirian Koperasi dianggap sah.
Pasal 14
(1) Dalam hal setelah Koperasi disahkan, Anggotanya berkurang dari jumlah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 maka dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut, Koperasi yang bersangkutan wajib memenuhi jumlah minimal keanggotaan.
(2) Setelah melampaui jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Anggota Koperasi tetap kurang dari jumlah minimal keanggotaan maka Anggota Koperasi bertanggungjawab secara pribadi atas segala perikatan atau kerugian yang terjadi dan Koperasi tersebut wajib dibubarkan oleh Menteri.
Pasal 15
(1) Setiap perbuatan hukum yang dilakukan oleh Anggota, Pengurus, dan/atau Pengawas sebelum Koperasi mendapat pengesahan menjadi badan hukum dan perbuatan hukum tersebut diterima oleh Koperasi, Koperasi berkewajiban mengambil alih serta mengukuhkan setiap perbuatan hukum tersebut.
(2) Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diterima, tidak diambil alih, atau tidak dikukuhkan oleh Koperasi, masing-masing Anggota, Pengurus, dan/atau Pengawas bertanggungjawab secara pribadi atas setiap akibat hukum yang ditimbulkan.
Bagian Kedua
Anggaran Dasar
Pasal 16
(1) Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:
a. nama dan tempat kedudukan;
b. wilayah keanggotaan;
c. tujuan, kegiatan usaha, dan jenis Koperasi;
d. jangka waktu berdirinya Koperasi;
e. ketentuan mengenai modal Koperasi;
f. tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengawas dan Pengurus;
g. hak dan kewajiban Anggota, Pengawas, dan Pengurus;
h. ketentuan mengenai syarat keanggotaan;
i. ketentuan mengenai Rapat Anggota;
j. ketentuan mengenai penggunaan Selisih Hasil Usaha;
k. ketentuan mengenai perubahan Anggaran Dasar;
l. ketentuan mengenai pembubaran;
m. ketentuan mengenai sanksi; dan
n. ketentuan mengenai tanggungan Anggota.
(2) Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang memuat ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain.
Pasal 17
(1) Koperasi dilarang memakai nama yang:
a. telah dipakai secara sah oleh Koperasi lain dalam satu kabupaten atau kota;
b. bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan; dan/atau
c. sama atau mirip dengan nama lembaga negara, lembaga pemerintah, atau lembaga internasional, kecuali mendapat izin dari yang bersangkutan.
(2) Nama Koperasi Sekunder harus memuat kata ”Koperasi” dan diakhiri dengan singkatan ”(Skd)”.
(3) Kata “Koperasi” dilarang digunakan oleh badan usaha yang didirikan tidak menurut ketentuan Undang-Undang ini.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemakaian nama Koperasi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
(1) Koperasi wajib mempunyai tujuan dan kegiatan usaha yang sesuai dengan jenis Koperasi dan harus dicantumkan dalam Anggaran Dasar.
(2) Tujuan dan kegiatan Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan kebutuhan ekonomi Anggota dan jenis Koperasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Perubahan Anggaran Dasar
Pasal 19
(1) Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dapat diubah oleh Rapat Anggota apabila dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah Anggota Koperasi dan disetujui oleh paling sedikit 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah Anggota yang hadir.
(2) Usul perubahan Anggaran Dasar dilampirkan dalam surat undangan kepada Anggota.
(3) Perubahan Anggaran Dasar tidak dapat dilakukan pada saat Koperasi dinyatakan pailit berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali atas persetujuan pengadilan.
(4) Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan Akta Perubahan Anggaran Dasar dan dibuat dalam bahasa Indonesia.
Pasal 20
(1) Perubahan Anggaran Dasar yang berkaitan dengan hal tertentu harus mendapat persetujuan Menteri.
(2) Hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. nama;
b. tempat kedudukan;
c. wilayah keanggotaan;
d. tujuan;
e. kegiatan usaha; dan/atau
f. jangka waktu berdirinya Koperasi apabila Anggaran Dasar menetapkan jangka waktu tertentu.
(3) Perubahan Anggaran Dasar selain yang berkaitan dengan hal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) cukup diberitahukan kepada Menteri dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Akta Perubahan Anggaran Dasar dibuat.
Pasal 21
(1) Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1)mulai berlaku sejak tanggal persetujuan Menteri.
(2) Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) berlaku sejak tanggal diterimanya pemberitahuan Akta Perubahan Anggaran Dasar tersebut oleh Menteri.
Pasal 22
Permohonan persetujuan atas perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ditolak apabila:
a. bertentangan dengan ketentuan mengenai tata cara perubahan Anggaran Dasar; dan/atau
b. isi perubahan Anggaran Dasar bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan.
Pasal 23
Ketentuan mengenai tata cara pengajuan permohonan persetujuan perubahan Anggaran Dasar dan penolakan atas perubahan Anggaran Dasar dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 15.
Bagian Keempat
Pengumuman
Pasal 24
(1) Akta Pendirian Koperasi dan Akta Perubahan Anggaran Dasar yang telah disahkan oleh Menteri, harus diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri.
Pasal 25
(1) Menteri menyelenggarakan Daftar Umum Koperasi.
(2) Daftar Umum Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya mencantumkan:
a. nama dan tempat kedudukan, kegiatan usaha, jangka waktu pendirian, nama Pengawas dan Pengurus, jumlah Anggota;
b. alamat lengkap Koperasi;
c. nomor dan tanggal Akta Pendirian Koperasi serta nomor dan tanggal surat pengesahan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1);
d. nomor dan tanggal Akta Perubahan Anggaran Dasar dan surat persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1);
e. nomor dan tanggal Akta Perubahan Anggaran Dasar yang telah diberitahukan kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2);
f. nama dan tempat kedudukan Notaris atau Camat yang membuat Akta Pendirian Koperasi atau Akta Perubahan Anggaran Dasar; dan
g. nomor dan tanggal Akta Pembubaran yang telah diberitahukan kepada Menteri.
(3) Daftar Umum Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbuka untuk umum.
BAB V
KEANGGOTAAN
Pasal 26
(1) Anggota Koperasi merupakan pemilik dan sekaligus pengguna jasa Koperasi.
(2) Keanggotaan Koperasi dicatat dalam buku daftar Anggota.
(3) Keanggotaan Koperasi bersifat terbuka bagi semua yang bisa dan mampu menggunakan jasa Koperasi dan bersedia menerima tanggungjawab keanggotaan.
Pasal 27
(1) Anggota Koperasi Primer merupakan orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum, mempunyai kesamaan kepentingan ekonomi, bersedia menggunakan jasa Koperasi, dan memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
(2) Anggota Koperasi Sekunder merupakan Koperasi yang mempunyai kesamaan kepentingan ekonomi dan memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
Pasal 28
(1) Keanggotaan Koperasi dapat diperoleh atau diakhiri setelah persyaratan sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dipenuhi.
(2) Keanggotaan Koperasi tidak dapat dipindahtangankan.
Pasal 29
(1) Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) mempunyai kewajiban:
a. mematuhi Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan keputusan Rapat Anggota;
b. berpartisipasi aktif dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh Koperasi; dan
c. mengembangkan dan memelihara nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
(2) Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) mempunyai hak:
a. menghadiri, menyatakan pendapat, dan memberikan suara dalam Rapat Anggota;
b. mengemukakan pendapat atau saran kepada Pengurus di luar Rapat Anggota baik diminta atau tidak;
c. memilih dan/atau dipilih menjadi Pengawas atau Pengurus;
d. meminta diadakan Rapat Anggota menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar;
e. memanfaatkan jasa yang disediakan oleh Koperasi;
f. mendapat keterangan mengenai perkembangan Koperasi sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar; dan
g. mendapatkan Selisih Hasil Usaha Koperasi dan kekayaan sisa hasil penyelesaian Koperasi.
Pasal 30
(1) Koperasi dapat menjatuhkan sanksi kepada Anggota yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1).
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. teguran tertulis paling banyak 2 (dua) kali; dan/atau
b. pencabutan status keanggotaan.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Anggaran Dasar.
BAB VI
PERANGKAT ORGANISASI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 31
Koperasi mempunyai perangkat organisasi Koperasi yang terdiri atas Rapat Anggota, Pengawas, dan Pengurus.
Bagian Kedua
Rapat Anggota
Pasal 32
Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi.
Pasal 33
Rapat Anggota berwenang:
a. menetapkan kebijakan umum Koperasi;
b. mengubah Anggaran Dasar;
c. memilih, mengangkat, dan memberhentikan Pengawas dan Pengurus;
d. menetapkan rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi;
e. menetapkan batas maksimum Pinjaman yang dapat dilakukan oleh Pengurus untuk dan atas nama Koperasi;
f. meminta keterangan dan mengesahkan pertanggungjawaban Pengawas dan Pengurus dalam pelaksanaan tugas masing-masing;
g. menetapkan pembagian Selisih Hasil Usaha;
h. memutuskan penggabungan, peleburan, kepailitan, dan pembubaran Koperasi; dan
i. menetapkan keputusan lain dalam batas yang ditentukan oleh Undang-Undang ini.
Pasal 34
(1) Rapat Anggota diselenggarakan oleh Pengurus.
(2) Rapat Anggota dihadiri oleh Anggota, Pengawas, dan Pengurus.
(3) Kuorum Rapat Anggota diatur dalam Anggaran Dasar.
(4) Undangan kepada Anggota untuk menghadiri Rapat Anggota dikirim oleh Pengurus paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum Rapat Anggota diselenggarakan.
(5) Undangan dilakukan dengan surat yang sekurang-kurangnya mencantumkan hari, tanggal, waktu, tempat, dan acara Rapat Anggota, disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibahas dalam Rapat Anggota tersedia di kantor Koperasi.
Pasal 35
(1) Keputusan Rapat Anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
(2) Apabila tidak diperoleh keputusan melalui cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
(3) Dalam pemungutan suara setiap Anggota mempunyai satu hak suara.
(4) Hak suara pada Koperasi Sekunder diatur dalam Anggaran Dasar dengan mempertimbangkan jumlah Anggota.
Pasal 36
(1) Rapat Anggota diselenggarakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
(2) Rapat Anggota untuk mengesahkan pertanggungjawaban Pengurus diselenggarakan paling lambat 5 (lima) bulan setelah tahun buku Koperasi ditutup.
(3) Dalam hal Koperasi tidak menyelenggarakan Rapat Anggota dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat memerintahkan Koperasi untuk menyelenggarakan Rapat Anggota melalui undangan pemanggilan kedua.
(4) Undangan pemanggilan kedua dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum Rapat Anggota diselenggarakan.
(5) Rapat Anggota kedua dapat dilangsungkan dan berhak mengambil keputusan apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 1/5 (satu perlima) jumlah Anggota.
(6) Keputusan Rapat Anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
(7) Apabila tidak diperoleh keputusan melalui cara sebagaimana dimaksud pada ayat (6), keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak dari jumlah Anggota yang hadir.
Pasal 37
(1) Dalam Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) Pengurus wajib mengajukan laporan pertanggungjawaban tahunan yang berisi:
a. laporan mengenai keadaan dan jalannya Koperasi serta hasil yang telah dicapai;
b. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan Koperasi;
c. laporan keuangan yang sekurang-kurangnya terdiri dari neraca akhir dan perhitungan hasil usaha tahun buku yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen tersebut;
d. laporan Pengawas;
e. nama Pengawas dan Pengurus; dan
f. besar imbalan bagi Pengawas serta gaji dan tunjangan lain bagi Pengurus.
(2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dibuat berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku.
(3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan, Pengurus wajib memberikan penjelasan dan alasannya.
(4) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditandatangani oleh Pengurus.
Pasal 38
(1) Laporan pertanggungjawaban tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ditandatangani oleh semua Pengurus.
(2) Apabila salah seorang Pengurus tidak menandatangani laporan pertanggungjawaban tahunan tersebut, Pengurus yang bersangkutan harus menjelaskan alasannya secara tertulis.
Pasal 39
Persetujuan terhadap laporan pertanggungjawaban tahunan merupakan penerimaan terhadap pertanggungjawaban Pengurus oleh Rapat Anggota.
Pasal 40
(1) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf c harus diaudit oleh Akuntan Publik apabila:
a. diminta oleh Menteri; atau
b. Rapat Anggota menghendakinya.
(2) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, pengesahan laporan pertanggungjawaban tahunan oleh Rapat Anggota dinyatakan tidak sah.
Pasal 41
Rapat Anggota dianggap sah apabila diselenggarakan sesuai dengan persyaratan dan tata cara Rapat Anggota yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
Pasal 42
(1) Selain Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dapat diselenggarakan Rapat Anggota Luar Biasa apabila keadaan mengharuskan adanya keputusan segera yang wewenang pengambilannya ada pada Rapat Anggota.
(2) Penyelenggaraan Rapat Anggota Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas prakarsa Pengurus atau atas permintaan paling sedikit 1/5 (satu perlima) jumlah Anggota.
(3) Permintaan Anggota kepada Pengurus untuk menyelenggarakan Rapat Anggota Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan secara tertulis dengan disertai alasan dan daftar tanda tangan Anggota.
(4) Rapat Anggota Luar Biasa yang diselenggarakan atas permintaan Anggota hanya dapat membahas masalah yang berkaitan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Rapat Anggota Luar Biasa mempunyai wewenang yang sama dengan wewenang Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33.
Pasal 43
(1) Rapat Anggota Luar Biasa yang diselenggarakan untuk memutuskan penggabungan, peleburan, atau pembubaran Koperasi dianggap sah apabila sudah mencapai kuorum yaitu dihadiri oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) jumlah Anggota.
(2) Keputusan Rapat Anggota Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sah apabila disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) jumlah suara yang sah.
(3) Apabila kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, Pengurus dapat menyelenggarakan Rapat Anggota Luar Biasa kedua pada waktu paling cepat 14 (empat belas) hari dan paling lambat 30 (tiga puluh) hari dihitung dari tanggal rencana penyelenggaraan Rapat Anggota Luar Biasa pertama yang gagal diselenggarakan.
(4) Ketentuan tentang kuorum dan pengesahan keputusan dalam Rapat Anggota Luar Biasa kedua sama dengan ketentuan dalam Rapat Anggota Luar Biasa pertama sebagaimana diatur pada ayat (1) dan ayat (2).
(5) Dalam hal kuorum Rapat Anggota Luar Biasa kedua tidak tercapai, atas permohonan Pengurus kuorum ditetapkan oleh Ketua Pengadilan.
Pasal 44
(1) Ketua Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Koperasi dapat memberikan izin kepada Anggota Koperasi untuk:
a. melakukan pemanggilan Rapat Anggota, atas permintaan paling sedikit 1/5 (satu perlima) dari jumlah Anggota apabila Pengurus tidak menyelenggarakan Rapat Anggota pada waktu yang telah ditentukan; atau
b. melakukan pemanggilan Rapat Anggota Luar Biasa, atas permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, apabila setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak permintaan dari Anggota, Pengurus tidak menyelenggarakan Rapat Anggota Luar Biasa.
(2) Dalam hal Rapat Anggota atau Rapat Anggota Luar Biasa diselenggarakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua Pengadilan dapat memerintahkan Pengurus dan/atau Pengawas untuk hadir.
(3) Apabila perintah Ketua Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dilaksanakan, Ketua Pengadilan dapat memaksa Pengurus dan/atau Pengawas untuk hadir.
(4) Penetapan Ketua Pengadilan mengenai pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penetapan instansi pertama dan terakhir.
Pasal 45
(1) Koperasi Primer yang jumlah anggotanya paling sedikit 500 (lima ratus) orang dapat menyelenggarakan Rapat Anggota melalui delegasi Anggota.
(2) Ketentuan mengenai Rapat Anggota melalui delegasi Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Anggaran Dasar.
Pasal 46
Setiap penyelenggaraan Rapat Anggota wajib dibuat Risalah Rapat Anggota yang disertai tanda tangan pimpinan rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang Anggota yang ditunjuk oleh Rapat Anggota.
Pasal 47
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, tata cara, dan ketentuan lain mengenai penyelenggaraan Rapat Anggota dan Rapat Anggota Luar Biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 sampai dengan Pasal 46 diatur dalam Anggaran Dasar.
Bagian Ketiga
Pengawas
Pasal 48
(1) Pengawas dipilih dari dan oleh Anggota pada Rapat Anggota.
(2) Persyaratan untuk dipilih menjadi Pengawas meliputi:
a. tidak pernah menjadi Pengawas atau Pengurus suatu Koperasi atau komisaris atau direksi suatu perusahaan yang dinyatakan bersalah karena menyebabkan Koperasi atau perusahaan itu dinyatakan pailit; dan
b. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan korporasi, keuangan negara, dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan, dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan.
(3) Persyaratan lain untuk dapat dipilih menjadi Pengawas diatur dalam Anggaran Dasar.
Pasal 49
(1) Untuk pertama kalinya susunan dan nama Pengawas dicantumkan dalam Akta Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b.
(2) Susunan Pengawas dicantumkan dalam Anggaran Dasar.
(3) Jumlah imbalan bagi Pengawas ditetapkan dalam Rapat Anggota.
(4) Pengawas diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali.
(5) Pengawas dilarang merangkap sebagai Pengurus.
Pasal 50
(1) Pengawas bertugas:
a. mengusulkan calon Pengurus;
b. memberi nasihat dan pengawasan kepada Pengurus;
c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan Koperasi yang dilakukan oleh Pengurus; dan
d. melaporkan hasil pengawasan kepada Rapat Anggota.
(2) Pengawas berwenang:
a. menetapkan penerimaan dan penolakan Anggota baru serta pemberhentian Anggota sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar;
b. meminta dan mendapatkan segala keterangan yang diperlukan dari Pengurus dan pihak lain yang terkait;
c. mendapatkan laporan berkala tentang perkembangan usaha dan kinerja Koperasi dari Pengurus;
d. memberikan persetujuan atau bantuan kepada Pengurus dalam melakukan perbuatan hukum tertentu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar; dan
e. dapat memberhentikan Pengurus untuk sementara waktu dengan menyebutkan alasannya.
Pasal 51
(1) Pengawas wajib menjalankan tugas dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan Koperasi.
(2) Pengawas bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Rapat Anggota.
Pasal 52
(1) Dalam melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) huruf c, Pengawas dapat meminta bantuan kepada Akuntan Publik untuk melakukan jasa audit terhadap Koperasi.
(2) Penunjukan Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Rapat Anggota.
Pasal 53
(1) Pengawas dapat diberhentikan berdasarkan keputusan Rapat Anggota dengan menyebutkan alasannya.
(2) Keputusan untuk memberhentikan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat ditetapkan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam Rapat Anggota, kecuali yang bersangkutan menerima keputusan pemberhentian tersebut.
(3) Ketentuan mengenai tanggung jawab Pengawas atas kesalahan dan kelalaiannya yang diatur dalam Undang-Undang ini tidak mengurangi ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pasal 54
Ketentuan mengenai pengisian jabatan Pengawas yang kosong atau dalam hal Pengawas diberhentikan atau berhalangan tetap, diatur dalam Anggaran Dasar.
Bagian Keempat
Pengurus
Pasal 55
(1) Pengurus dipilih dari orang perseorangan, baik Anggota maupun non-Anggota.
(2) Orang perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
a. mampu melaksanakan perbuatan hukum;
b. memiliki kemampuan mengelola usaha Koperasi;
c. tidak pernah menjadi Pengawas atau Pengurus suatu Koperasi atau komisaris atau direksi suatu perusahaan yang dinyatakan bersalah karena menyebabkan Koperasi atau perusahaan itu dinyatakan pailit; dan
d. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan korporasi, keuangan negara, dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan, dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan.
(3) Persyaratan lain untuk dapat dipilih menjadi Pengurus diatur dalam Anggaran Dasar.
Pasal 56
(1) Pengurus dipilih dan diangkat pada Rapat Anggota atas usul Pengawas.
(2) Untuk pertama kali pengangkatan Pengurus dilakukan dengan mencantumkan susunan dan nama Pengurus dalam Akta Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b.
(3) Pengurus diangkat untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan diangkat kembali.
(4) Ketentuan mengenai tata cara pencalonan, pemilihan, pengangkatan, jangka waktu kepengurusan, pemberhentian, dan penggantian Pengurus diatur dalam Anggaran Dasar.
Pasal 57
(1) Ketentuan mengenai susunan, pembagian tugas, dan wewenang Pengurus diatur dalam Anggaran Dasar.
(2) Gaji dan tunjangan setiap Pengurus ditetapkan oleh Rapat Anggota atas usul Pengawas.
Pasal 58
(1) Pengurus bertugas:
a. mengelola Koperasi berdasarkan Anggaran Dasar;
b. mendorong dan memajukan usaha Anggota;
c. menyusun rancangan rencana kerja serta rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi untuk diajukan kepada Rapat Anggota;
d. menyusun laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas untuk diajukan kepada Rapat Anggota;
e. menyusun rencana pendidikan, pelatihan, dan komunikasi Koperasi untuk diajukan kepada Rapat Anggota;
f. menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib;
g. menyelenggarakan pembinaan karyawan secara efektif dan efisien;
h. memelihara Buku Daftar Anggota, Buku Daftar Pengawas, Buku Daftar Pengurus, Buku Daftar Pemegang Sertifikat Modal Koperasi, dan risalah Rapat Anggota; dan
i. melakukan upaya lain bagi kepentingan, kemanfaatan, dan kemajuan Koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan Rapat Anggota.
(2) Pengurus berwenang mewakili Koperasi di dalam maupun di luar pengadilan.
Pasal 59
(1) Setiap Pengurus berwenang mewakili Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2), kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar.
(2) Pembatasan wewenang Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
(3) Pengurus tidak berwenang mewakili Koperasi apabila:
a. terjadi perkara di depan pengadilan antara Koperasi dan Pengurus yang bersangkutan; atau
b. Pengurus yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan Koperasi.
(4) Ketentuan mengenai siapa yang berhak mewakili Koperasi dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Anggaran Dasar.
Pasal 60
(1) Setiap Pengurus wajib menjalankan tugas dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan usaha Koperasi.
(2) Pengurus bertanggung jawab atas kepengurusan Koperasi untuk kepentingan dan pencapaian tujuan Koperasi kepada Rapat Anggota.
(3) Setiap Pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Pengurus yang karena kesalahannya menimbulkan kerugian pada Koperasi dapat digugat ke pengadilan oleh sejumlah Anggota yang mewakili paling sedikit 1/5 (satu perlima) Anggota atas nama Koperasi.
(5) Ketentuan mengenai tanggung jawab Pengurus atas kesalahan dan kelalaiannya yang diatur dalam Undang-Undang ini tidak mengurangi ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pasal 61
Pengurus wajib terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Rapat Anggota dalam hal Koperasi akan:
a. mengalihkan aset atau kekayaan Koperasi;
b. menjadikan jaminan utang atas aset atau kekayaan Koperasi;
c. menerbitkan obligasi atau surat utang lainnya;
d. mendirikan atau menjadi Anggota Koperasi Sekunder; dan/atau
e. memiliki dan mengelola perusahaan bukan Koperasi.
Pasal 62
(1) Pengurus dapat mengajukan permohonan ke pengadilan niaga agar Koperasi dinyatakan pailit hanya apabila diputuskan dalam Rapat Anggota.
(2) Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Pengurus yang dinyatakan berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, Pengurus yang melakukan kesalahan dan kelalaian bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 63
(1) Pengurus dapat diberhentikan untuk sementara oleh Pengawas dengan menyebutkan alasannya.
(2) Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pemberhentian sementara harus diadakan Rapat Anggota.
(3) Rapat Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat mencabut keputusan pemberhentian sementara tersebut atau memberhentikan Pengurus yang bersangkutan.
(4) Apabila dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari tidak diadakan Rapat Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemberhentian sementara tersebut dinyatakan batal.
Pasal 64
(1) Pengurus dapat diberhentikan berdasarkan keputusan Rapat Anggota dengan menyebutkan alasannya.
(2) Keputusan untuk memberhentikan Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam Rapat Anggota.
(3) Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan kedudukan sebagai Pengurus berakhir.
Pasal 65
Ketentuan mengenai pengisian sementara jabatan Pengurus yang kosong atau dalam hal Pengurus diberhentikan untuk sementara atau berhalangan tetap diatur dalam Anggaran Dasar.
BAB VII
MODAL
Pasal 66
(1) Modal Koperasi terdiri dari Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi sebagai modal awal.
(2) Selain modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) modal Koperasi dapat berasal dari:
a. Hibah;
b. Modal Penyertaan;
c. modal pinjaman yang berasal dari:
1. Anggota;
2. Koperasi lainnya dan/atau Anggotanya;
3. bank dan lembaga keuangan lainnya;
4. penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya; dan/atau
5. Pemerintah dan Pemerintah Daerah. dan/atau
d. sumber lain yang sah yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 67
(1) Setoran Pokok dibayarkan oleh Anggota pada saat yang bersangkutan mengajukan permohonan sebagai Anggota dan tidak dapat dikembalikan.
(2) Setoran Pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus telah disetor penuh dengan bukti penyetoran yang sah.
(3) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara penetapan Setoran Pokok pada suatu Koperasi diatur dalam Anggaran Dasar.
Pasal 68
(1) Setiap Anggota Koperasi harus membeli Sertifikat Modal Koperasi yang jumlah minimumnya ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
(2) Koperasi harus menerbitkan Sertifikat Modal Koperasi dengan nilai nominal per lembar maksimum sama dengan nilai Setoran Pokok.
(3) Pembelian Sertifikat Modal Koperasi dalam jumlah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanda bukti penyertaan modal Anggota di Koperasi.
(4) Kepada setiap Anggota diberikan bukti penyetoran atas Sertifikat Modal Koperasi yang telah disetornya.
Pasal 69
(1) Sertifikat Modal Koperasi tidak memiliki hak suara.
(2) Sertifikat Modal Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan atas nama.
(3) Nilai nominal Sertifikat Modal Koperasi harus dicantumkan dalam mata uang Republik Indonesia.
(4) Penyetoran atas Sertifikat Modal Koperasi dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya yang dapat dinilai dengan uang.
(5) Dalam hal penyetoran atas Sertifikat Modal Koperasi dalam bentuk lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan penilaian untuk memperoleh nilai pasar wajar.
(6) Koperasi wajib memelihara daftar pemegang Sertifikat Modal Koperasi dan daftar pemegang Modal Penyertaan yang sekurang-kurangnya memuat:
a. nama dan alamat pemegang Sertifikat Modal Koperasi dan pemegang Modal Penyertaan;
b. jumlah lembar, nomor, dan tanggal perolehan Sertifikat Modal Koperasi dan Modal Penyertaan;
c. jumlah dan nilai Sertifikat Modal Koperasi dan nilai Modal Penyertaan; dan
d. perubahan kepemilikan Sertifikat Modal Koperasi.
Pasal 70
(1) Pemindahan Sertifikat Modal Koperasi kepada Anggota yang lain tidak boleh menyimpang dari ketentuan tentang kepemilikan Sertifikat Modal Koperasi dalam jumlah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68.
(2) Pemindahan Sertifikat Modal Koperasi oleh seorang Anggota dianggap sah jika:
a. Sertifikat Modal Koperasi telah dimiliki paling singkat selama 1 (satu) tahun;
b. pemindahan dilakukan kepada Anggota lain dari Koperasi yang bersangkutan;
c. pemindahan dilaporkan kepada Pengurus; dan/atau
d. belum ada Anggota lain atau Anggota baru yang bersedia membeli Sertifikat Modal Koperasi untuk sementara Koperasi dapat membeli lebih dahulu dengan menggunakan Surplus Hasil Usaha tahun berjalan sebagai dana talangan dengan jumlah paling banyak 20% (dua puluh persen) dari Surplus Hasil Usaha tahun buku tersebut.
(3) Dalam hal keanggotaan diakhiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), Anggota yang bersangkutan wajib menjual Sertifikat Modal Koperasi yang dimilikinya kepada Anggota lain dari Koperasi yang bersangkutan berdasarkan harga Sertifikat Modal Koperasi yang ditentukan Rapat Anggota.
Pasal 71
Perubahan nilai Sertifikat Modal Koperasi mengikuti standar akuntansi keuangan yang berlaku dan ditetapkan dalam Rapat Anggota.
Pasal 72
(1) Sertifikat Modal Koperasi dari seorang Anggota yang meninggal dapat dipindahkan kepada ahli waris yang memenuhi syarat dan/atau bersedia menjadi Anggota.
(2) Dalam hal ahli waris tidak memenuhi syarat dan/atau tidak bersedia menjadi Anggota, Sertifikat Modal Koperasi dapat dipindahkan kepada Anggota lain oleh Pengurus dan hasilnya diserahkan kepada ahli waris yang bersangkutan.
Pasal 73
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penjualan dan pemindahan Sertifikat Modal Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 72 diatur dalam Anggaran Dasar.
Pasal 74
(1) Hibah yang diberikan oleh pihak ketiga yang berasal dari sumber modal asing, baik langsung maupun tidak langsung, dapat diterima oleh suatu Koperasi dan dilaporkan kepada Menteri.
(2) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dibagikan secara langsung atau tidak langsung kepada Anggota, Pengurus, dan Pengawas.
(3) Ketentuan mengenai Hibah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 75
(1) Koperasi dapat menerima Modal Penyertaan dari:
a. Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
b. masyarakat berdasarkan perjanjian penempatan Modal Penyertaan.
(2) Pemerintah dan/atau masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib turut menanggung risiko dan bertanggung jawab terhadap kerugian usaha yang dibiayai dengan Modal Penyertaan sebatas nilai Modal Penyertaan yang ditanamkan dalam Koperasi.
(3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga dalam hal Pemerintah dan/atau masyarakat turut serta dalam pengelolaan usaha yang dibiayai dengan Modal Penyertaan dan/atau turut menyebabkan terjadinya kerugian usaha yang dibiayai dengan Modal Penyertaan.
(4) Pemerintah dan/atau masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak mendapat bagian keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dibiayai dengan Modal Penyertaan.
Pasal 76
Perjanjian penempatan Modal Penyertaan dari masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) huruf b sekurang-kurangnya memuat:
a. besarnya Modal Penyertaan;
b. risiko dan tanggung jawab terhadap kerugian usaha;
c. pengelolaan usaha; dan
d. hasil usaha.
Pasal 77
Ketentuan lebih lanjut mengenai modal Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 sampai dengan Pasal 76 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
SELISIH HASIL USAHA DAN DANA CADANGAN
Bagian Kesatu
Surplus Hasil Usaha
Pasal 78
(1) Mengacu pada ketentuan Anggaran Dasar dan keputusan Rapat Anggota, Surplus Hasil Usaha disisihkan terlebih dahulu untuk Dana Cadangan dan sisanya digunakan seluruhnya atau sebagian untuk:
a. Anggota sebanding dengan transaksi usaha yang dilakukan oleh masing-masing Anggota dengan Koperasi;
b. Anggota sebanding dengan Sertifikat Modal Koperasi yang dimiliki;
c. pembayaran bonus kepada Pengawas, Pengurus, dan karyawan Koperasi;
d. pembayaran kewajiban kepada dana pembangunan Koperasi dan kewajiban lainnya; dan/atau
e. penggunaan lain yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
(2) Koperasi dilarang membagikan kepada Anggota Surplus Hasil Usaha yang berasal dari transaksi dengan non-Anggota.
(3) Surplus Hasil Usaha yang berasal dari non-Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat digunakan untuk mengembangkan usaha Koperasi dan meningkatkan pelayanan kepada Anggota.
Bagian Kedua
Defisit Hasil Usaha
Pasal 79
(1) Dalam hal terdapat Defisit Hasil Usaha, Koperasi dapat menggunakan Dana Cadangan.
(2) Penggunaan Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan Rapat Anggota.
(3) Dalam hal Dana Cadangan yang ada tidak cukup untuk menutup Defisit Hasil Usaha, defisit tersebut diakumulasikan dan dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja Koperasi pada tahun berikutnya.
Pasal 80
Dalam hal terdapat Defisit Hasil Usaha pada Koperasi Simpan Pinjam, Anggota wajib menyetor tambahan Sertifikat Modal Koperasi.
Bagian Ketiga
Dana Cadangan
Pasal 81
(1) Dana Cadangan dikumpulkan dari penyisihan sebagian Selisih Hasil Usaha.
(2) Koperasi harus menyisihkan Surplus Hasil Usaha untuk Dana Cadangan sehingga menjadi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari nilai Sertifikat Modal Koperasi.
(3) Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mencapai jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dipergunakan untuk menutup kerugian Koperasi.
BAB IX
JENIS, TINGKATAN, DAN USAHA
Bagian Kesatu
Jenis
Pasal 82
(1) Setiap Koperasi mencantumkan jenis Koperasi dalam Anggaran Dasar.
(2) Jenis Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada kesamaan kegiatan usaha dan/atau kepentingan ekonomi Anggota.
Pasal 83
Jenis Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 terdiri dari:
a. Koperasi konsumen;
b. Koperasi produsen;
c. Koperasi jasa; dan
d. Koperasi Simpan Pinjam.
Pasal 84
(1) Koperasi konsumen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang penyediaan barang kebutuhan Anggota dan non-Anggota.
(2) Koperasi produsen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang pengadaan sarana produksi dan pemasaran produksi yang dihasilkan Anggota kepada Anggota dan non-Anggota.
(3) Koperasi jasa menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan jasa non-simpan pinjam yang diperlukan oleh Anggota dan non-Anggota.
(4) Koperasi Simpan Pinjam menjalankan usaha simpan pinjam sebagai satu-satunya usaha yang melayani Anggota.
Pasal 85
Ketentuan mengenai tata cara pengembangan jenis Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 sampai dengan Pasal 84 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Tingkatan
Pasal 86
(1) Untuk meningkatkan usaha Anggota dan menyatukan potensi usaha, Koperasi dapat membentuk dan/atau menjadi Anggota Koperasi Sekunder.
(2) Tingkatan dan penggunaan nama pada Koperasi Sekunder diatur oleh Koperasi yang bersangkutan.
Bagian Ketiga
Usaha
Pasal 87
(1) Koperasi menjalankan kegiatan usaha yang berkaitan langsung dan sesuai dengan jenis Koperasi yang dicantumkan dalam Anggaran Dasar.
(2) Koperasi dapat melakukan kemitraan dengan pelaku usaha lain dalam menjalankan usahanya.
(3) Koperasi dapat menjalankan usaha atas dasar prinsip ekonomi syariah.
(4) Ketentuan mengenai Koperasi berdasarkan prinsip ekonomi syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
KOPERASI SIMPAN PINJAM
Pasal 88
(1) Koperasi Simpan Pinjam harus memperoleh izin usaha simpan pinjam dari Menteri.
(2) Untuk memperoleh izin usaha simpan pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Koperasi Simpan Pinjam harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 89
Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) meliputi kegiatan:
a. menghimpun dana dari Anggota;
b. memberikan Pinjaman kepada Anggota; dan
c. menempatkan dana pada Koperasi Simpan Pinjam sekundernya.
Pasal 90
(1) Untuk meningkatkan pelayanan kepada Anggota, Koperasi Simpan Pinjam dapat membuka jaringan pelayanan simpan pinjam.
(2) Jaringan pelayanan simpan pinjam dapat terdiri atas:
a. Kantor Cabang;
b. Kantor Cabang Pembantu; dan
c. Kantor Kas.
(3) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pembukaan Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan Kantor Kas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 91
(1) Untuk meningkatkan usaha Anggota dan menyatukan potensi usaha serta mengembangkan kerjasama antar-Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Simpan Pinjam dapat mendirikan atau menjadi Anggota Koperasi Simpan Pinjam Sekunder.
(2) Koperasi Simpan Pinjam Sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menyelenggarakan kegiatan:
a. simpan pinjam antar-Koperasi Simpan Pinjam yang menjadi anggotanya;
b. manajemen risiko;
c. konsultasi manajemen usaha simpan pinjam;
d. pendidikan dan pelatihan di bidang usaha simpan pinjam;
e. standardisasi sistem akuntansi dan pemeriksaan untuk anggotanya;
f. pengadaan sarana usaha untuk anggotanya; dan/atau
g. pemberian bimbingan dan konsultasi.
(3) Koperasi Simpan Pinjam Sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang memberikan Pinjaman kepada Anggota perseorangan.
Pasal 92
(1) Pengelolaan kegiatan Koperasi Simpan Pinjam dilakukan oleh Pengurus atau pengelola profesional berdasarkan standar kompetensi.
(2) Pengawas dan Pengurus Koperasi Simpan Pinjam harus memenuhi persyaratan standar kompetensi yang diatur dalam Peraturan Menteri.
(3) Pengawas dan Pengurus Koperasi Simpan Pinjam dilarang merangkap sebagai Pengawas, Pengurus, atau pengelola Koperasi Simpan Pinjam lainnya.
Pasal 93
(1) Koperasi Simpan Pinjam wajib menerapkan prinsip kehati-hatian.
(2) Dalam memberikan Pinjaman, Koperasi Simpan Pinjam wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan peminjam untuk melunasi Pinjaman sesuai dengan perjanjian.
(3) Dalam memberikan Pinjaman, Koperasi Simpan Pinjam wajib menempuh cara yang tidak merugikan Koperasi Simpan Pinjam dan kepentingan penyimpan.
(4) Koperasi Simpan Pinjam wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian terhadap penyimpan.
(5) Koperasi Simpan Pinjam dilarang melakukan investasi usaha pada sektor riil.
(6) Koperasi Simpan Pinjam yang menghimpun dana dari Anggota harus menyalurkan kembali dalam bentuk Pinjaman kepada Anggota.
Pasal 94
(1) Koperasi Simpan Pinjam wajib menjamin Simpanan Anggota.
(2) Pemerintah dapat membentuk Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi Simpan Pinjam untuk menjamin Simpanan Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Lembaga Penjamin Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyelenggarakan program penjaminan Simpanan bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam.
(4) Koperasi Simpan Pinjam yang memenuhi persyaratan dapat mengikuti program penjaminan Simpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Ketentuan mengenai Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi Simpan Pinjam diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 95
Ketentuan lebih lanjut mengenai Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 sampai dengan Pasal 93 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XI
PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN
Bagian Kesatu
Pengawasan
Pasal 96
(1) Pengawasan terhadap Koperasi wajib dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan para pihak terhadap Koperasi.
(2) Pengawasan terhadap Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri.
Pasal 97
(1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 dilakukan melalui pelaporan, pemantauan, dan evaluasi terhadap Koperasi.
(2) Kegiatan pengawasan melalui pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
a. meneliti laporan pertanggungjawaban tahunan, dokumen-dokumen, dan keputusan-keputusan Rapat Anggota;
b. meminta untuk hadir dalam Rapat Anggota; dan/atau
c. memanggil Pengurus untuk diminta keterangan mengenai perkembangan Koperasi.
(3) Kegiatan pengawasan melalui pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengamati dan memeriksa laporan.
(4) Apabila dari hasil pemantauan dan evaluasi terbukti terjadi penyimpangan, Menteri wajib mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Bagian Kedua
Pemeriksaan
Pasal 98
(1) Menteri melakukan pemeriksaan terhadap Koperasi, dalam hal:
a. Koperasi membatasi keanggotaan atau menolak permohonan untuk menjadi Anggota atas orang perseorangan yang telah memenuhi persyaratan keanggotaan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar;
b. Koperasi tidak melaksanakan Rapat Anggota Tahunan dalam waktu 2 (dua) tahun berturut-turut;
c. kelangsungan usaha Koperasi sudah tidak dapat diharapkan; dan/atau
d. terdapat dugaan kuat bahwa Koperasi yang bersangkutan tidak mengelola administrasi keuangan secara benar.
(2) Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d Menteri dapat menunjuk Akuntan Publik.
(3) Biaya yang timbul sehubungan dengan kegiatan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Menteri menyampaikan salinan laporan pemeriksaan kepada Koperasi yang bersangkutan dan kepada pihak yang berkepentingan.
Pasal 99
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan dan pemeriksaan Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 sampai dengan Pasal 98 diatur dalam Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam
Pasal 100
(1) Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam dilakukan oleh Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam.
(2) Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam bertanggung jawab kepada Menteri.
(3) Pembentukan Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(4) Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
BAB XII
PENGGABUNGAN DAN PELEBURAN
Pasal 101
(1) Untuk keperluan pengembangan dan/atau efisiensi:
a. satu Koperasi atau lebih dapat menggabungkan diri dengan Koperasi lain; atau
b. beberapa Koperasi dapat meleburkan diri untuk membentuk suatu Koperasi baru.
(2) Penggabungan atau peleburan dilakukan dengan persetujuan Rapat Anggota masing-masing Koperasi.
(3) Sebelum dilakukan penggabungan atau peleburan, Pengawas dan Pengurus masing-masing Koperasi wajib memperhatikan:
a. kepentingan Anggota;
b. kepentingan karyawan;
c. kepentingan kreditor; dan
d. pihak ketiga lainnya.
(4) Akibat hukum yang ditimbulkan oleh penggabungan atau peleburan meliputi:
a. hak dan kewajiban Koperasi yang digabungkan atau dilebur beralih kepada Koperasi hasil penggabungan atau peleburan; dan
b. Anggota Koperasi yang digabung atau dilebur menjadi Anggota Koperasi hasil penggabungan atau peleburan.
(5) Koperasi yang menggabungkan diri pada Koperasi lain atau yang melebur diri, secara hukum bubar.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan Koperasi diatur dalam Peraturan Menteri.
BAB XIII
PEMBUBARAN, PENYELESAIAN, DAN HAPUSNYA STATUS BADAN HUKUM
Bagian Kesatu
Pembubaran
Pasal 102
Pembubaran Koperasi dapat dilakukan berdasarkan:
a. keputusan Rapat Anggota;
b. jangka waktu berdirinya telah berakhir; dan/atau
c. Keputusan Menteri.
Pasal 103
(1) Usul pembubaran Koperasi diajukan kepada Rapat Anggota oleh Pengawas atau Anggota yang mewakili paling sedikit 1/5 (satu perlima) jumlah Anggota.
(2) Keputusan pembubaran Koperasi ditetapkan oleh Rapat Anggota.
(3) Keputusan pembubaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah apabila diambil berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43.
(4) Pengurus bertindak sebagai kuasa Rapat Anggota pembubaran Koperasi apabila Rapat Anggota tidak menunjuk pihak yang lain.
(5) Koperasi dinyatakan bubar pada saat ditetapkan dalam keputusan Rapat Anggota.
(6) Keputusan pembubaran Koperasi oleh Rapat Anggota diberitahukan secara tertulis oleh kuasa Rapat Anggota kepada Menteri dan semua Kreditor.
(7) Pembubaran Koperasi dicatat dalam Daftar Umum Koperasi.
Pasal 104
(1) Koperasi bubar karena jangka waktu berdirinya sebagaimana ditentukan dalam Anggaran Dasar telah berakhir.
(2) Menteri dapat memperpanjang jangka waktu berdirinya Koperasi atas permohonan Pengurus setelah diputuskan pada Rapat Anggota.
(3) Permohonan perpanjangan jangka waktu berdirinya Koperasi sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2) diajukan dalam jangka waktu paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sebelum jangka waktu berdirinya Koperasi berakhir.
(4) Keputusan Menteri atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan diterima.
(5) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dipenuhi, keputusan Rapat Anggota mengenai perpanjangan jangka waktu berdirinya Koperasi dianggap sah.
Pasal 105
Menteri dapat membubarkan Koperasi apabila:
a. Koperasi dinyatakan pailit berdasarkan putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; dan/atau
b. Koperasi tidak dapat menjalankan kegiatan organisasi dan usahanya selama 2 (dua) tahun berturut-turut.
Bagian Kedua
Penyelesaian
Pasal 106
(1) Untuk penyelesaian terhadap pembubaran Koperasi harus dibentuk Tim Penyelesai.
(2) Tim Penyelesai untuk penyelesaian terhadap pembubaran berdasarkan Rapat Anggota dan berakhir jangka waktu berdirinya ditunjuk oleh kuasa Rapat Anggota.
(3) Tim Penyelesai untuk penyelesaian terhadap pembubaran berdasarkan keputusan Pemerintah ditunjuk oleh Menteri.
(4) Selama dalam proses Penyelesaian terhadap pembubaran, Koperasi tersebut tetap ada dengan status ”Koperasi dalam Penyelesaian”.
(5) Selama dalam proses Penyelesaian terhadap pembubaran, Koperasi tidak diperbolehkan melakukan perbuatan hukum, kecuali untuk memperlancar proses Penyelesaian.
Pasal 107
Dalam hal terjadi pembubaran Koperasi tetapi Koperasi tidak mampu melaksanakan kewajiban yang harus dibayar, Anggota hanya menanggung sebatas Setoran Pokok, Sertifikat Modal Koperasi, dan/atau Modal Penyertaan yang dimiliki.
Pasal 108
Tim Penyelesai mempunyai tugas dan fungsi:
a. melakukan pencatatan dan penyusunan informasi tentang kekayaan dan kewajiban Koperasi;
b. memanggil Pengawas, Pengurus, karyawan, Anggota, dan pihak lain yang diperlukan, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama;
c. menyelesaikan hak dan kewajiban keuangan terhadap pihak ketiga;
d. membagikan sisa hasil penyelesaian kepada Anggota;
e. melaksanakan tindakan lain yang perlu dilakukan dalam penyelesaian kekayaan;
f. membuat berita acara penyelesaian dan laporan kepada Menteri; dan/atau
g. mengajukan permohonan untuk diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Pasal 109
Tim penyelesai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2) dan ayat (3) dapat diganti apabila tidak melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108.
Bagian Ketiga
Penghapusan Status Badan Hukum
Pasal 110
Status badan hukum Koperasi hapus sejak tanggal pengumuman pembubaran Koperasi dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Bagian Keempat
Pengaturan Lebih Lanjut
Pasal 111
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pembubaran, penyelesaian, dan hapusnya status badan hukum Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 sampai dengan Pasal 110 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB XIV
PEMBERDAYAAN
Bagian Kesatu
Peran Pemerintah
Pasal 112
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan yang mendorong Koperasi agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
(2) Dalam menetapkan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan Pemerintah Daerah menempuh langkah untuk mendukung pertumbuhan, perkembangan, dan pemberdayaan Koperasi bagi kepentingan Anggota.
(3) Langkah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memberikan bimbingan dan kemudahan dalam bentuk:
a. pengembangan kelembagaan dan bantuan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan penelitian Koperasi;
b. bimbingan usaha Koperasi yang sesuai dengan kepentingan ekonomi Anggota;
c. memperkukuh permodalan dan pembiayaan Koperasi;
d. bantuan pengembangan jaringan usaha Koperasi dan kerjasama yang saling menguntungkan antara Koperasi dan badan usaha lain;
e. bantuan konsultasi dan fasilitasi guna memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh Koperasi dengan tetap memperhatikan Anggaran Dasar Koperasi; dan/atau
f. insentif pajak dan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 113
(1) Dalam rangka pemberian perlindungan kepada Koperasi, Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memprioritaskan bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh diusahakan oleh Koperasi.
(2) Ketentuan mengenai peran Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta persyaratan dan tata cara pemberian perlindungan kepada Koperasi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 114
(1) Menteri melaksanakan koordinasi dan pengendalian pemberdayaan Koperasi.
(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi koordinasi kebijakan, integrasi perencanaan, dan sinkronisasi program pemberdayaan Koperasi.
(3) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengawasan, monitoring, dan evaluasi.
Bagian Kedua
Gerakan Koperasi
Pasal 115
(1) Gerakan Koperasi mendirikan suatu dewan Koperasi Indonesia yang berfungsi sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan bertindak sebagai pembawa aspirasi Koperasi, dalam rangka pemberdayaan Koperasi.
(2) Nama, tujuan, keanggotaan, susunan organisasi, dan tata kerja dewan Koperasi Indonesia diatur dalam Anggaran Dasar.
(3) Anggaran Dasar dewan Koperasi Indonesia disahkan oleh Pemerintah.
Pasal 116
Dewan Koperasi Indonesia menjunjung tinggi nilai dan prinsip Koperasi yang bertugas:
a. memperjuangkan kepentingan dan menyalurkan aspirasi Koperasi;
b. melakukan supervisi dan advokasi dalam penerapan nilai-nilai dan prinsip Koperasi;
c. meningkatkan kesadaran berkoperasi di kalangan masyarakat;
d. menyelenggarakan sosialisasi dan konsultasi kepada Koperasi;
e. mengembangkan dan mendorong kerjasama antar-Koperasi dan antara Koperasi dengan badan usaha lain, baik pada tingkat lokal, nasional, regional, maupun internasional;
f. mewakili dan bertindak sebagai juru bicara Gerakan Koperasi;
g. menyelenggarakan komunikasi, forum, dan jaringan kerjasama di bidang Perkoperasian; dan
h. memajukan organisasi anggotanya.
Pasal 117
Biaya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan dewan Koperasi Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 berasal dari:
a. iuran wajib Anggota;
b. sumbangan dan bantuan yang tidak mengikat;
c. Hibah; dan/atau
d. perolehan lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau peraturan perundang-undangan.
Pasal 118
(1) Pemerintah menyediakan anggaran bagi kegiatan dewan Koperasi Indonesia yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dewan Koperasi Indonesia bertanggung jawab penuh atas penggunaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pengelolaan anggaran dewan Koperasi Indonesia dilaksanakan berdasar prinsip kehati-hatian, transparansi, efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas.
Pasal 119
(1) Untuk mendorong pengembangan dewan Koperasi Indonesia, dibentuk dana pembangunan dewan Koperasi Indonesia.
(2) Dana pembangunan dewan Koperasi Indonesia bersumber dari Anggota dewan Koperasi Indonesia dan pihak-pihak lain yang sah dan tidak mengikat.
(3) Dana pembangunan dewan Koperasi Indonesia harus diaudit oleh akuntan publik.
(4) Ketentuan mengenai dana pembangunan dewan Koperasi Indonesia diatur dalam Anggaran Dasar dewan Koperasi Indonesia.
BAB XV
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 120
(1) Menteri dapat menjatuhkan sanksi administratif terhadap:
a. Koperasi yang melanggar larangan pemuatan ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain dalam Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2);
b. Koperasi yang tidak melaksanakan Rapat Anggota Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 setelah 2 (dua) tahun buku terlampaui;
c. Koperasi yang tidak melakukan audit atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40;
d. Pengawas yang merangkap sebagai Pengurus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (5);
e. Koperasi yang tidak menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf f;
f. Pengurus yang tidak memelihara Buku Daftar Anggota, Buku Daftar Pengawas, Buku Daftar Pengurus, Buku Daftar Pemegang Sertifikat Modal Koperasi, dan risalah Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf h;
g. Pengurus yang tidak terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61;
h. Koperasi Simpan Pinjam Sekunder yang memberikan Pinjaman kepada Anggota perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (3);
i. Pengawas atau Pengurus Koperasi Simpan Pinjam yang merangkap sebagai Pengawas, Pengurus, atau pengelola Koperasi Simpan Pinjam lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (3); dan/atau
j. Koperasi Simpan Pinjam yang melakukan investasi usaha pada sektor riil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (5).
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. teguran tertulis sekurang-kurangnya 2 (dua) kali;
b. larangan untuk menjalankan fungsi sebagai Pengurus atau Pengawas Koperasi;
c. pencabutan izin usaha; dan/atau
d. pembubaran oleh Menteri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, tata cara, dan mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 121
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Koperasi yang telah didirikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan diakui sebagai Koperasi berdasarkan Undang-Undang ini;
b. Koperasi sebagaimana dimaksud pada huruf a wajib melakukan penyesuaian Anggaran Dasarnya paling lambat 3 (tiga) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini;
c. Koperasi yang tidak melakukan penyesuaian Anggaran Dasar dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf b ditindak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
d. Akta Pendirian Koperasi yang belum disahkan atau perubahan Anggaran Dasar Koperasi yang belum disetujui oleh Menteri, proses pengesahan dan persetujuannya dilakukan sesuai dengan Undang-Undang ini.
Pasal 122
(1) Koperasi yang mempunyai Unit Simpan Pinjam wajib mengubah Unit Simpan Pinjam menjadi Koperasi Simpan Pinjam dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini disahkan
(2) Dalam jangka waktu perubahan menjadi Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud ayat (1) Unit Simpan Pinjam dilarang menerima Simpanan dan/atau memberikan Pinjaman baru kepada non-Anggota.
(3) Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak mengubah Unit Simpan Pinjam menjadi Koperasi Simpan Pinjam dilarang melakukan kegiatan simpan pinjam.
(4) Tata cara perubahan Unit Simpan Pinjam Koperasi menjadi Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 123
(1) Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam yang telah memberikan Pinjaman kepada non-Anggota wajib mendaftarkan non-Anggota tersebut menjadi Anggota Koperasi paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Undang-Undang ini
(2) Jika non-Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak bersedia menjadi Anggota Koperasi yang bersangkutan, non-Anggota tersebut tidak berhak memanfaatkan jasa simpan pinjam dari Koperasi yang bersangkutan.
(3) Bagi non-Anggota yang sudah terikat dengan perjanjian simpan pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyelesaian perjanjian simpan pinjam dilaksanakan sesuai dengan perjanjian antara non-Anggota dengan Koperasi yang bersangkutan.
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 124
(1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
(2) Peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
(3) Terhadap Koperasi berlaku Undang-Undang ini, Anggaran Dasar Koperasi, dan Peraturan Perundang-Undangan lainnya.
Pasal 125
Peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini ditetapkan paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 126
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 29 Oktober 2012
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Oktober 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 212
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Asisten Deputi Perundang-undangan Bidang Perekonomian,
ttd
Lydia Silvanna Djaman
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar