(Epigrafi, ilmu yang mempelajari tulisan
kuno yang dipahatkan pada batu dan logam)
Sebelum manusia mengenal tulisan,
pewarisan nilai-nilai tradisi dari generasi ke generasi dilakukan secara lisan
–dengan bercerita. Namun metode bercerita ini punya kelemahan, karena
tak banyak orang mampu mengingat apa yang dikatakan padanya –inilah yang
mendorong manusia untuk menulis. Selama berabad-abad, terbukti tulisan sangat
efektif digunakan manusia untuk menyampaikan dan menyimpan pesan. Budaya
menulis muncul dari kebutuhan akuntansi. Pada milenium ke-4 SM, kegiatan
perdagangan dan administrasi semakin rumit hingga membutuhkan pencatatan, dan
tulisan akhirnya menjadi salah satu metode perekaman pesan terpercaya. Tulisan
terus berkembang dan masih terus digunakan manusia hingga kini. Sejarah pun
dimulai karena adanya rekaman tulisan –hingga bangsa Mesir kuno akhirnya
menemukan kertas yang terbuat dari tanaman papirus serta kemudian bangsa
Tiongkok memberi kontribusi yang penting untuk dicatat yaitu pada tahun 105,
dengan hadirnya Ts’ai Lun seorang ahli pembuat kertas.
Huruf Paku (Kuneiform)
Huruf Baji (Paku) Sumeria Klasik |
Kuneiform adalah salah satu jenis
tulisan kuno berbentuk paku yang dituliskan di atas lempengan tanah liat; lilin;
batu; dan logam. Pada umumnya arah penulisan mereka berjalan dari atas ke
bawah. Garis-garis yang dibulatkan dibagi menjadi garis-garis pendek, yang
lambat-laun mengambil bentuk paku. Semula huruf ini mereka buat tanda-tanda
lukisan kata (berupa gambar bejana, binatang dan lain-lain) dan tanda-tanda
pralambang untuk menandai seluruh kata, tetapi segera setelah itu orang beralih
dari nilai pengertian sebuah kata pada tanda-tanda yang mengandung nilai ungkapan
suara (suku kata). Untuk menghindarkan adanya percampuran yang sama, orang lalu
menggunakan berbagai macam tanda pembedaan kelompok (tanda penentu). Akhirnya
ketiga unsur tulisan itu: tanda lukisan kata, suku kata dan tanda penentu membentuk
sebuah makna. Alat tulisnya berupa batang kayu atau logam yang penampangnya
berbentuk segitiga. Kata "kuneiform" berasal dari bahasa Latin, cuneus
yang berarti 'baji' atau 'paku' dan forma yang berarti
"bentuk". Dengan demikian, kuneiform merupakan sebuah tulisan kuno
yang menggunakan "huruf Paku". Tulisan ini tergolong sebagai tulisan
yang rumit dan diduga hanya digunakan oleh orang-orang tertentu. Sebuah tanda
pada huruf Paku merupakan satu kata, jadi untuk membentuk kata lain maka mereka
menggunakan tanda yang berbeda atau menggabungkan tanda-tanda yang ada –mereka
mengenal lebih dari 600 tanda. Kuneiform berkembang di daerah Sumeria (nama
kuno untuk Mesopotamia selatan yang sekarang berada di Irak selatan, dekat
Teluk Persia dan merupakan daerah subur diantara aliran sungai Eufrat dan
sungai Tigris). Diduga, tulisan ini telah digunakan oleh orang-orang Sumeria
sekitar 3.000 tahun Sebelum Masehi –hampir sejaman dengan Hieroglif yang
berkembang di Mesir. Pada prakteknya yang paling awal, kuneiform diduga
digunakan untuk pembukuan di istana atau kuil di daerah Sumeria. Selain itu,
tulisan ini juga digunakan juga untuk aktivitas perdagangan. Dari Sumeria,
kuneiform kemudian berkembang ke Akkadia –daerah di sebelah utara Sumeria.
Dari sinilah, kuneiform berkembang dalam bahasa Akkadia dan digunakan secara
luas di daerah Timur Tengah Kuno. Akkadia mengambil-alih huruf Paku-nya
orang-orang Sumeria di dalam menulis bahasa Semit mereka sendiri –sekitar
2.350 SM. Bagi suara-suara tertentu, yang asing di dalam bahasa Sumeria,
dicarikan nilai-nilai suara yang baru dalam bahasa Akkadia dengan mengambil
contoh-contoh yang ada. Jumlah tanda-tanda itu lalu diperkecil lagi menjadi 325
macam dan bentuk-bentuk lukisan berubah jauh di dalam 10 abad berikutnya. Model
tulisan Paku Akkadia adalah tulisan Asyur muda dari kantor pemerintahan raja Asurbanipal.
Tulisan Paku Akkadia yang elastis ini kemudian dipakai untuk menulis
bahasa-bahasa asing lainnya –seperti bahasa Elam, Het, dan Hurri. Kepandaian
menulis bangsa Sumeria ini selain oleh bangsa Akkadia lantas ditiru oleh bangsa
lain, seperti: Persia (tulisan Paku Persia kuno yang merupakan buah ciptaan
hasil pikiran Darius. Menggunakan ke-41 tanda-tanda itu tidak hanya berlaku
sebagai tanda suku kata, melainkan sekaligus menjadi huruf abjad); Syria;
Mesir; Hittite; dan Vannic. Dan pada perkembangan selanjutnya, huruf Paku ini
akan melahirkan huruf Phoenician –berasal dari kebudayaan Phoenica kuno yang
tumbuh di wilayah Libanon, Syria dan Israel.
Tablet Sumeria Berhuruf Baji (Paku) |
Huruf Hieroglif
Huruf Hieroglif pada Batu Mawar (Rosetta Stone) |
Huruf Hieroglif dikembangkan oleh
masyarakat yang mendiami Lembah Sungai Nil. Huruf ini merupakan sistem tulisan
formal yang terdiri dari kombinasi elemen logograf dan alfabet dengan 700
gambar dan lambang dalam bentuk manusia; hewan; benda serta lambang tulisan
yang menyerupai gambar paku yang bersifat rahasia atau teka-teki yang sukar
dibaca dan dipahami maknanya. Dengan demikian, bangsa Mesir kuno di Lembah
Sungai Nil ini telah mengembangkan cara menulis dengan menggunakan gambar. Sekitar tahun 2.700 SM orang Mesir kuno sudah membuat 22
bentuk Hieroglif sebagai bentuk konsonan, dan yang ke-23 nya adalah huruf
vokalnya. Gambar-gambar itu disebut huruf Meroitik. Karena bentuknya
yang indah, huruf itu juga digunakan sebagai hiasan. Tulisan ini disebut Hieroglif
–Hieroglyph berasal dari bahasa Yunani: hieros = keramat/suci dan glyphos=
ukiran/pahatan, dengan demikian Hieroglif artinya: tulisan “ukiran keramat”
atau “ukiran suci”. Masyarakat Mesir kuno menggunakan Hieroglif Kursif –sistem
menulis cepat Hieroglif untuk menulis sastra keagamaan pada papirus (batang
tanaman air) dan kayu, tetapi kemudian Hieroglif berkembang menjadi Hieratik
(digunakan oleh kalangan pendeta Mesir kuno) dan Demotik (bentuknya lebih
sederhana dan digunakan oleh orang biasa). Variasi formal tulisan yang lebih
kecil ini (Hieratik dan Demotik), secara teknis bukanlah merupakan Hieroglif. Pada
abad ke-2, istilah Hieratik pertama kali digunakan oleh Santo Klemens dari Alexandria.
Hieratik berasal dari ungkapan Yunani hieratika; arti harfiahnya
"pendeta menulis", karena pada waktu itu Hieratik digunakan hanya
untuk teks agama seperti yang telah terjadi untuk seribu tahun sebelumnya.
Hieroglif sudah muncul dari sebelum
kesusastraan tradisi artistik Mesir kuno. Contohnya, simbol pada tembikar
Gerzean dari tahun 4.000 SM menyerupai penulisan Hieroglif. Selama beberapa
tahun, prasasti Hieroglif yang pertama kali diketahui adalah Narmer Palette
yang ditemukan dalam penggalian di Hierakonpolis –sekarang Kawm al-Ahmar
pada tahun 1890-an yang diperkirakan dibuat tahun 3.200 SM. Pada tahun 1998,
tim arkeologis Jerman di bawah pimpinan Günter Dreyer pada penggalian di Abydos
–sekarang
Umm el-Qa'ab
menemukan sebuah makam dari seorang penguasa Predynastic dan menemukan 300
pahatan nama dari tanah liat dengan Proto-Hieroglyphs tertanggal pada
masa Naqada IIIA dari abad ke-33 Sebelum Masehi. Kalimat pertama yang tertulis
penuh dengan Hieroglif –sejauh yang ditemukan adalah kesan segel yang
ditemukan di makam Seth-Peribsen yang terletak di Umm el-Qa'ab tertanggal dari
dinasti kedua. Di zaman Kerajaan Tua, Kerajaan Tengah, dan Kerajaan Baru,
terdapat sekitar 800 Hieroglif. Saat zaman Greco-Roman, mereka menomori lebih
dari 5.000 Hieroglif. Pada abad keempat, beberapa orang Mesir akhirnya dapat
membaca Hieroglif. Penggunaan Hieroglif kemudian berhenti setelah penutupan
seluruh gereja non-Kristen pada tahun 391 Masehi oleh Kaisar Romawi, Theodosius
I –yang tertulis dalam prasasti terakhir dari Philae sebagai The Graffito of
Esmet-Akhom, tahun 396 Masehi. Penemuan Hieroglif yang paling menggemparkan
dalam sejarah modern adalah penemuan Batu Rosetta pada sekitar tahun
1799 oleh seorang prajurit Napoleon Bonaparte dari Perancis. Orang yang
mendapatkan kehormatan untuk menafsirkan tulisan tersebut adalah Jean Francois
Champollion.
Huruf Semitik
Perbandingan Huruf Latin dengan Semitik Ibrani |
Dipengaruhi penggunaan huruf Paku dari
bangsa Sumeria (kemudian diadopsi oleh bangsa Babilonia) dan huruf Hieroglif dari
bangsa Mesir kuno maka bangsa yang tinggal di Palestina (Kanaan) dan
Semenanjung Arab mulai mengembangkan tulisan baru yang disebut huruf Semitik –jumlahnya
sekitar 30 huruf dan menjadi dasar terbentuknya huruf Ibrani kuno;
Yunani kuno; Sirilik; Roman; dan Arab. Pada mulanya huruf Semitik hanya
terdiri atas konsonan, tetapi kemudian ditambahkan tanda baca untuk membentuk
bunyi vokal. Huruf Semitik mulai digunakan sekitar tahun 1.700 – 1.500 Sebelum
Masehi. Berlainan dengan huruf Paku maupun huruf Hieroglif; Hiratik; dan
Demotik, huruf Semitik adalah lambang bunyi. Jadi untuk membentuk satu kata,
mereka merangkai lambang-lambang bunyi –ketika
digunakan oleh orang-orang Kanaan, huruf Semitik sudah berbentuk huruf yang
disebut huruf Proto-Kanaan. Salah
satu bahasa Semitik kuno yang masih serumpun dengan bahasa Ibrani adalah bahasa
yang digunakan oleh orang Aram. Namun, seraya waktu berlalu, bahasa ini
memiliki berbagai dialek (beberapa diantaranya dianggap sebagai bahasa yang
berbeda) dan digunakan secara luas, terutama di Asia Barat Daya. Bahasa Aram
digunakan khususnya dari milenium kedua SM sampai kira-kira tahun
500 M. Bahasa Aram –yang dahulunya disebut bahasa Khaldea, termasuk
dalam keluarga bahasa Semitik Barat Laut. Walaupun jauh berbeda dengan bahasa
Ibrani, bahasa Aram yang berkerabat ini mempunyai huruf-huruf yang sama namanya
dengan huruf-huruf dalam bahasa Ibrani. Seperti bahasa Ibrani, bahasa Aram
ditulis dari kanan ke kiri, dan pada mulanya tulisan bahasa Aram bersifat
konsonantal –hanya memiliki konsonan. Bahasa Aram terpengaruh karena
kontaknya dengan bahasa-bahasa lain. Dalam bahasa Aram terdapat berbagai nama
tempat dan nama diri yang berasal dari bahasa Ibrani, bahasa Akkadia, dan
bahasa Persia –pengaruh bahasa Ibrani dalam istilah keagamaan, pengaruh
bahasa Akkadia dalam istilah politik dan finansial, dan pengaruh bahasa Persia
dalam istilah yang berkaitan dengan urusan politik dan hukum membuat kosa-kata
dalam bahasa Aram menjadi lebih kaya.
Selain tulisannya sama, infleksi verba,
nomina, dan pronomina bahasa Aram mirip dengan bahasa Ibrani. Kata kerjanya
mempunyai dua keadaan, imperfektum –menunjukkan perbuatan yang belum selesai
dan perfektum –menunjukkan perbuatan yang sudah selesai. Bahasa Aram
menggunakan kata benda dalam bentuk tunggal, dualis, serta jamak dan dalam dua
jenis –maskulin dan feminin. Bahasa ini berbeda dengan bahasa-bahasa
Semitik lain karena banyak menggunakan bunyi vokal a, dan karena hal-hal
lain juga, seperti banyak menggunakan konsonan-konsonan tertentu, misalnya d
daripada z dan t daripada sh.
Bahasa Aram secara umum dibagi menjadi
kelompok Barat dan Timur. Namun, dari segi sejarah, orang mengakui adanya empat
kelompok: Aram Kuno, Aram Resmi, Aram Levant, dan Aram Timur. Ada pendapat
bahwa kemungkinan besar berbagai dialek bahasa Aram digunakan di sekitar dan di
daerah Bulan Sabit Subur serta Mesopotamia selama milenium kedua SM. Aram
Kuno adalah nama yang diberikan kepada bahasa pada inskripsi-inskripsi yang
ditemukan di Syria bagian utara dan yang konon berasal dari abad kesepuluh
sampai kedelapan SM. Namun, secara bertahap sebuah dialek baru bahasa Aram
menjadi lingua franca atau bahasa internasional tambahan selama zaman Imperium
Asyria, menggantikan bahasa Akkadia untuk korespondensi resmi pemerintah dengan
daerah-daerah yang jauh di imperium tersebut. Mengingat penggunaannya, bentuk
bahasa Aram standar ini disebut bahasa Aram Resmi. Bahasa ini terus digunakan
selama masa Babilonia menjadi Penguasa Dunia (625-539 SM) dan setelah itu,
selama masa Imperium Persia (538-331 SM). Terutama pada waktu itulah
bahasa tersebut digunakan secara luas, karena menjadi bahasa resmi dalam
pemerintahan dan bisnis di wilayah yang luas, sebagaimana diteguhkan oleh
temuan-temuan arkeologis. Bahasa itu muncul dalam ringkasan-ringkasan dokumen
pada lempeng-lempeng berhuruf paku; pada ostraka –pecahan tembikar
berinskripsi, papirus, meterai, uang logam; pada prasasti, dan lain-lain.
Artifak-artifak ini ditemukan di negeri-negeri seperti Mesopotamia, Persia,
Mesir, Anatolia, Arab Utara; bahkan di daerah-daerah di sebelah utara sampai ke
Pegunungan Ural; dan di sebelah timur sampai sejauh Afghanistan dan
Kurdistan. Bahasa Aram Resmi masih digunakan selama periode Helenistik
(323-30 SM).
Huruf Yunani
Huruf ini boleh dikatakan sebagai awal
mula dari alphabet kita –kata alphabet berasal dari huruf pertama dan kedua
Yunani (alpha dan beta), bangsa Ibrani menyebutnya alef dan beth, sementara
bangsa Arab menyebutnya alif dan ba’. Sistem Alphabet inilah yang kemudian
disempurnakan lagi oleh Bangsa Romawi untuk melahirkan Alphabet Latin –yaitu
susunan huruf sempurna seperti yang kita kenal saat ini. Bentuk huruf
Yunani yang sederhana dan mudah ditiru menyebabkan huruf tersebut sangat
disukai. Bangsa Yunani menyusun abjadnya sendiri –terdiri dari 24 huruf dengan
merombak abjad Phoenician ke dalam bentuk yang lebih teratur. Masyarakat Yunani
menyempurnakannya dengan menambahkan huruf hidup seperti A/Alpha, E/Epsilon,
I/Iota, O/Omicron, dan Y/Upsilon. Sekaligus memperkenalkan cara baca dari kiri
ke kanan.
Huruf Aleph (A) dan Beth (B) |
Yang menarik dari sejarah Alphabet ini adalah bagaimana sebuah gambar
bisa menjelma menjadi bentuk huruf. Dari gambar orang Mesir yang begitu
beragam, disederhanakan hingga akhirnya si gambar hanya mewakili satu suku kata
pertama dari nama benda yang digambar. Contohnya adalah huruf “A” yang kita
kenal saat ini, huruf ini asalnya berupa gambar kepala banteng yang dalam
bahasa Phoenicia disebut Aleph dan dalam abjad Yunani huruf ini berubah
menjadi Alpha –jika diperhatikan, huruf A sekilas mengingatkan kita
pada kepala banteng yang digambar terbalik. Huruf “B” mulanya adalah gambar
bentuk rumah yang dalam bahasa Phoenicia disebut Beth, kemudian
berkembang menjadi Beta dalam abjad Yunani –kalau diperhatikan, bentuk
huruf B memang seperti rumah. Adanya sejarah di balik terciptanya abjad dan
Alphabet ini menunjukkan bahwa terdapat begitu banyak makna yang bisa
terkandung di dalam satu huruf. Huruf Yunani telah digunakan sejak akhir abad
ke-9 SM atau awal abad ke-8 SM. Huruf-huruf ini juga digunakan untuk mewakili
angka Yunani (nomor) sejak abad ke-2 SM.
Urutan
|
Huruf
|
Pengucapan
|
Huruf ke-1
|
Α
α
|
Alfa
|
Huruf ke-2
|
Β
β
|
Beta
|
Huruf ke-3
|
Γ
γ
|
Gamma
|
Huruf ke-4
|
Δ
δ
|
Delta
|
Huruf ke-5
|
Ε
ε
|
Epsilon
|
Huruf ke-6
|
Ζ
ζ
|
Zeta
|
Huruf ke-7
|
Η
η
|
Eta
|
Huruf ke-8
|
Θ
θ
|
Theta
|
Huruf ke-9
|
Ι
ι
|
Iota
|
Huruf ke-10
|
Κ
κ
|
Kappa
|
Huruf ke-11
|
Λ
λ
|
Lamda
|
Huruf ke-12
|
Μ
μ
|
Mu
|
Huruf ke-13
|
Ν
ν
|
Nu
|
Huruf ke-14
|
Ξ
ξ
|
Xi
|
Huruf ke-15
|
Ο
ο
|
Omikron
|
Huruf ke-16
|
Π
π
|
Pi
|
Huruf ke-17
|
Ρ
ρ
|
Ro
|
Huruf ke-18
|
Σ
σ
|
Sigma
|
Huruf ke-19
|
Τ
τ
|
Tau
|
Huruf ke-20
|
Υ
υ
|
Upsilon
|
Huruf ke-21
|
Φ
φ
|
Phi/Phi
|
Huruf ke-22
|
Χ
χ
|
Khi
|
Huruf ke-23
|
Ψ
ψ
|
Psi
|
Huruf ke-24
|
Ω
ω
|
Omega
|
Huruf Roman (Romawi) atau yang sering
kita sebut sebagai huruf Latin memiliki jumlah 26 huruf yang diterapkan sejak
abad pertengahan dan digunakan sebagai alfabet dalam bahasa Inggris kontemporer.
Huruf Latin Klasik |
Huruf Kiril/Sirilik/Azbuka
Huruf Cyrillic Awal |
Pada tahun 860 Masehi, seorang
misionaris Yunani dari Konstantinopel yang bernama pendeta Cyrillus (santo
Cyril) dan Methodius (saudaranya) mengembangkan huruf baru yang kemudian
dikenal sebagai huruf Kiril/Sirilik (Cyrillic). Sepintas huruf ini ada
kemiripan dengan huruf Yunani –konon mereka menciptakan huruf Kiril ketika
menyebarkan agama Kristen di antara bangsa Slavia (Belarusia; Bulgaria;
Makedonia; Rusia; Serbia; dan Ukraina).
Huruf Han/Hanji
Huruf Han Cina |
Sejak 3.000 tahun yang lalu, masyarakat
Han di Lembah Sungai Kuning Tiongkok telah mengembangkan huruf Han/Hanji atau
dalam bahasa Jepang disebut Kanji. Huruf Hanji sesungguhnya berupa gambar
(piktograf/logograf) dan lambang (ideograf), gabungan dua atau lebih piktograf
atau ideograf dipakai untuk membentuk Hanji baru dan makna baru. Penggunaan
Hanji menyebar dari Tiongkok ke Tibet; Korea; dan Jepang yang kemudian ke
Vietnam dan Thailand. Bangsa Korea kemudian mengembangkan sistem penulisan
sendiri yang disebut Han-Gul yang bentuknya berbeda dari Hanji. Sementara di
Jepang, dikembangkan menjadi Kanji; Hiragana; dan Katakana –Hiragana dan
Katakana adalah penyederhanaan Kanji.
Huruf Kanji (atas); Hiragana (bawah); Katakana (kanan) Jepang |
Huruf Dewanagari
Huruf Dewanagari |
Huruf Dewanagari –dari bahasa
Sanskerta Devanāgarī yang bermakna: kota dewa adalah sebuah jenis huruf
yang berasal dari India bagian utara. Aksara ini muncul dari huruf Brahmi dan
mulai dipergunakan pada abad ke-11. Aksara ini terutama dipergunakan untuk
menuliskan bahasa Hindi dan Bahasa Sanskerta –namun bahasa Sanskerta tidak
mutlak ditulis menggunakan aksara ini, dapat juga ditulis dengan banyak aksara
lainnya, antara lain aksara-aksara Nusantara. Di Indonesia banyak ditemukan
prasasti yang berhuruf Dewanagari dan Pallawa. Kedua aksara ini berasal dari
India. Pengaruh India memang begitu kuat di Indonesia pada awal abad Masehi.
Huruf Pallawa |
Huruf Pegon (Arab Gundul) dan Cacarakan Hanacaraka Jawa |
Aksara Sunda Kuna merupakan huruf
yang
berkembang di daerah Jawa Barat ada abad XIV – XVIII yang pada awalnya
digunakan untuk menuliskan bahasa Sunda Kuna. Aksara Sunda Kuna merupakan
perkembangan dari huruf Pallawa yang mencapai taraf modifikasi bentuk khasnya
sebagaimana yang digunakan naskah-naskah lontar pada abad XVI. Penggunaan
Aksara Sunda Kuna dalam bentuk paling awal antara lain dijumpai pada
prasasti-prasasti yang terdapat di Astanagede Kabupaten Ciamis dan Prasasti
Kebantenan yang terdapat di Kabupaten Bekasi. Keberadaan Aksara Sunda Kuna
sudah begitu lama tergeser karena adanya ekspansi Kesultanan Mataram ke wilayah
Priangan –kecuali Cirebon dan Banten. Pada waktu itu para menak Sunda
lebih banyak menjadikan budaya Jawa sebagai anutan dan tipe ideal. Akibatnya,
kebudayaan Sunda tergeser oleh kebudayaan Jawa. Bahkan banyak para penulis dan
budayawan Sunda yang memakai tulisan dan ikon-ikon Jawa. Bahkan VOC pun membuat
surat keputusan, bahwa aksara resmi di daerah Jawa Barat hanya meliputi: aksara
Latin; aksara Pegon (Arab Gundul); dan aksara Jawa (Cacarakan) –keputusan
itu ditetapkan pada tanggal 3 November 1705. Para penguasa Cirebon juga
menerbitkan surat keputusan serupa pada tanggal 9 Februari 1706. Sejak saat itulah
Aksara Sunda Kuno terlupakan selama berabad-abad. Masyarakat Sunda tidak lagi
mengenal aksaranya –kalaupun masih diajarkan di sekolah sampai penghujung
tahun 1950-an, ternyata rupanya salah kaprah. Pasalnya, yang dipelajari saat
itu bukanlah Aksara Sunda Kuna, melainkan Aksara Jawa yang diadopsi dari
Mataram dan disebut dengan Cacarakan.
Pada akhir Abad XIX sampai pertengahan
Abad XX, para peneliti berkebangsaan asing (misalnya K. F. Holle dan C. M.
Pleyte) dan bumiputra (misalnya Atja dan E. S. Ekadjati) mulai meneliti
keberadaan prasasti-prasasti dan naskah-naskah tua yang menggunakan Aksara
Sunda Kuna. Berdasarkan atas penelitian-penelitian sebelumnya, pada akhir Abad
XX mulai timbul kesadaran akan adanya sebuah Aksara Sunda yang merupakan
identitas khas masyarakat Sunda. Oleh karena itu Pemerintah Daerah Provinsi
Jawa Barat menetapkan Perda No. 6 tahun 1996 tentang Pelestarian, Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, Sastra, dan Aksara Sunda yang kelak digantikan oleh Perda
No. 5 tahun 2003 tentang Pemeliharaan Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah. Pada
tanggal 21 Oktober 1997 diadakan Lokakarya Aksara Sunda di Kampus Unpad
Jatinangor yang diselenggarakan atas kerjasama Pemda Tk. I Jawa Barat dengan
Fakultas Sastra Unpad. Kemudian hasil rumusan lokakarya tersebut dikaji oleh
Tim Pengkajian Aksara Sunda. Dan akhirnya pada tanggal 16 Juni 1999 keluar Surat
Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor
343/SK.614-Dis.PK/99 yang menetapkan bahwa hasil lokakarya serta pengkajian tim
tersebut diputuskan sebagai Aksara Sunda Baku.
Huruf Brahmi |
Pada awal tahun 2000-an pada umumnya
masyarakat Jawa Barat hanya mengenal adanya satu jenis aksara daerah Jawa Barat
yang disebut sebagai Aksara Sunda. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa
setidaknya ada empat jenis aksara yang menyandang nama Aksara Sunda, yaitu
Aksara Sunda Kuna, Aksara Sunda Cacarakan, Aksara Sunda Pegon, dan Aksara Sunda
Baku. Dari empat jenis Aksara Sunda ini, Aksara Sunda Kuna dan Aksara Sunda
Baku dapat disebut serupa tapi tak sama.
Aksara Sunda Baku merupakan modifikasi
Aksara Sunda Kuna yang telah disesuaikan sedemikian rupa sehingga dapat
digunakan untuk menuliskan bahasa Sunda kontemporer. Penyesuaian itu antara lain didasarkan atas pedoman sebagai
berikut:
·
Bentuknya mengacu pada Aksara
Sunda Kuna sehingga keasliannya dapat terjaga;
·
Bentuknya sederhana agar mudah
dituliskan;
·
Sistem penulisannya berdasarkan
pemisahan kata demi kata;
·
Ejaannya mengacu pada bahasa
Sunda mutakhir agar mudah dibaca.
Huruf Ngalagena; Angka; dan Huruf Swara Sunda |
Modifikasi tersebut meliputi penambahan
huruf (misalnya huruf va dan fa), pengurangan huruf (misalnya huruf re pepet
dan le pepet), dan perubahan bentuk huruf (misalnya huruf na dan ma).
Saat ini Aksara Sunda Baku mulai
diperkenalkan kepada umum antara lain melalui beberapa acara kebudayaan daerah
yang diadakan di Bandung. Selain itu, Aksara Sunda Baku juga digunakan pada
papan nama Museum Sri Baduga, Kampus Yayasan Atikan Sunda dan Kantor Dinas
Pariwisata Daerah Kota Bandung. Langkah lain juga diambil oleh Pemkot
Tasikmalaya yang menggunakan Aksara Sunda Baku pada papan nama jalan-jalan
utama di kota tersebut.
Namun demikian, setidaknya hingga akhir tahun
2007 Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Jawa Barat belum juga mewajibkan para
siswa untuk mempelajari Aksara Sunda Baku sebagaimana para siswa tersebut
diwajibkan untuk mempelajari Bahasa Sunda. Langkah memperkenalkan aksara daerah
mungkin akan dapat lebih mencapai sasaran jika Aksara Sunda Baku dipelajari
bersamaan dengan Bahasa Sunda. Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Lampung dan
Provinsi Jateng telah jauh-jauh hari menyadari hal ini dengan mewajibkan para
siswa Sekolah Dasar yang mempelajari bahasa daerah untuk juga mempelajari
aksara daerah.
Rarangken |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar