Ir.H.R.
Djuanda Kartawidjaja oleh kalangan pers dijuluki ‘menteri marathon’ karena
sejak awal kemerdekaan (1946) sudah menjabat sebagai Menteri Muda Perhubungan
hingga menjadi Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan pada masa Demokrasi
Liberal (1957-1959). Pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1963), beliau menjadi
Menteri Pertama. Sehingga dari tahun 1946 sampai meninggalnya tahun 1963,
beliau menjabat: sekali sebagai Menteri Muda, empat belas kali sebagai Menteri,
sekali menjabat Perdana Menteri, dan tiga kali menjabat Menteri Pertama. Beliau
seorang abdi negara dan masyarakat, yang bekerja melampaui batas panggilan
tugasnya. Mampu menghadapi tantangan, dan mencari solusi terbaik demi
kepentingan bangsa dan negaranya. Selain itu, beliau juga seorang pemimpin yang
luwes. Meskipun dalam beberapa hal, kadangkala berbeda pendapat dengan Presiden
Soekarno dan tokoh-tokoh politik lainnya. Karya pengabdiannya yang paling
strategis, adalah: Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957.
Ir.H.R. Djuanda Kartawidjaja dalam perangko |
Perdana
Menteri Indonesia kesepuluh, sekaligus yang terakhir.
Djuanda Kartawidjaja, dilahirkan di
Tasikmalaya 14 Januari 1911. Merupakan anak pertama, dari pasangan Raden
Kartawidjaja dan Nyi Monat. Pendidikan sekolah dasar diselesaikan di Hollandsch Inlansdsch School (HIS) dan
kemudian pindah ke sekolah untuk anak orang Eropa Europesche Lagere School (ELS), tamat tahun 1924. Selanjutnya oleh
ayahnya dimasukkan ke sekolah menengah khusus orang Eropa yaitu Hogere Burger School (HBS) di Bandung,
dan lulus tahun 1929. Pada tahun yang sama dia masuk ke Technische Hoogeschool
te Bandoeng (THS) sekarang Institut Teknologi Bandung (ITB) di Bandung,
mengambil jurusan teknik sipil dan lulus tahun 1933.
Semasa mudanya, Djuanda Kartawidjaja
aktif dalam organisasi Paguyuban Pasundan dan Muhammadiyah. Semenjak lulus dari
TH Bandung (1933), beliau memilih mengabdi di tengah masyarakat. Beliau memilih
mengajar di SMA Muhammadiyah Jakarta, dengan gaji seadanya. Di organisasi
Muhammadiyah, Djuanda pernah menjadi pimpinan sekolah. Pada tahun 1937, Djuanda
mengabdi dalam dinas pemerintah di Jawatan Irigasi Jawa Barat. Selain itu, dia
juga aktif sebagai anggota Dewan Daerah Jakarta. Karir selanjutnya dijalaninya
sebagai pegawai Departemen Pekerjaan Umum Provinsi Jawa Barat, Hindia Belanda
sejak tahun 1939.
Setelah Proklamasi, tepatnya pada 28
September 1945, Djuanda memimpin para pemuda mengambil-alih Jawatan Kereta Api
dari Jepang. Disusul pengambil-alihan Jawatan Pertambangan, Kotapraja,
Keresidenan dan obyek-obyek militer di Gudang Utara Bandung.
Kemudian pemerintah RI mengangkat Djuanda
sebagai Kepala Jawatan Kereta Api untuk wilayah Jawa dan Madura. Setelah itu,
beliau diangkat menjabat Menteri Perhubungan. Beliau pernah menjabat Menteri
Pengairan, Kemakmuran, Keuangan dan Pertahanan. Beberapa kali memimpin
perundingan dengan Belanda, diantaranya dalam Perundingan Konferensi Meja Bundar
di Den Haag Belanda –bertindak sebagai
Ketua Panitia Ekonomi dan Keuangan Delegasi Indonesia. Dalam Perundingan
KMB inilah –dari tanggal 23 Agustus 1949
hingga 2 November 1949, Belanda akhirnya mengakui kedaulatan pemerintahan
RI pada 27 Desember 1949.
Djuanda sempat ditangkap tentara Belanda,
saat Agresi Militer II tanggal 19 Desember 1948. Beliau dibujuk oleh Belanda agar
bersedia ikut dalam pemerintahan Negara Pasundan, tetapi ditolaknya.
Menteri
Marathon
1.
Menteri
Muda Perhubungan (Masa Kabinet Syahrir II, 12 Maret 1946 – 2 Oktober 1946);
2.
Menteri
Perhubungan (Masa Kabinet Syahrir III, 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947);
3.
Menteri
Perhubungan (Masa Kabinet Amir Sjarifuddin I, 3 Juli 1947 – 11 November 1947);
4.
Menteri
Perhubungan (Masa Kabinet Amir Sjarifuddin II, 11 November 1947 – 29 Januari
1948);
5.
Menteri
Perhubungan dan Menteri Pekerjaan Umum ad
interim (Masa Kabinet Hatta I, 29 Januari 1948 – 4 Agustus 1949);
6.
Menteri
Negara (Masa Kabinet Hatta II, 4 Agustus 1949 – 20 Desember 1949);
7.
Menteri
Kemakmuran (Masa Kabinet RIS zaken kabinet,
20 Desember 1949 – 6 September 1950);
8.
Menteri
Perhubungan (Masa Kabinet Natsir, 6 September 1950 – 27 April 1951);
9.
Menteri
Perhubungan (Masa Kabinet Sukiman-Suwirjo, 27 April 1951 – 3 April 1952);
10.
Menteri
Perhubungan (Masa Kabinet Wilopo, 3 April 1952 – 30 Juli 1953);
11.
Menteri
Keuangan ad interim dan Menteri
Negara Urusan Perencanaan (Masa Kabinet Ali Sastroamidjojo II, 24 Maret 1956 –
9 April 1957);
12.
Perdana
Menteri (Masa Kabinet Djuanda/ Kabinet Karya zaken kabinet, 9 April 1957 – 5 Juli 1959);
13.
Menteri
Pertama dan Menteri Keuangan (Masa Kabinet Kerja I, 10 Juli 1959 – 18 Februari
1960);
14.
Menteri
Pertama dan Menteri Keuangan I (Masa Kabinet Kerja II, 18 Februari 1960 – 6
Maret 1962);
15.
Menteri
Pertama (Masa Kabinet Kerja III, 6 Maret 1962 – 13 November 1963).
Akhir
Pengabdian
Peresmian konstruksi Waduk Jatiluhur, 1957. |
Namanya diabadikan sebagai nama lapangan
terbang di Surabaya Jawa Timur, yaitu: Bandara Djuanda –atas jasanya dalam memperjuangkan pembangunan lapangan terbang tersebut
sehingga dapat terlaksana. Selain itu juga diabadikan untuk nama hutan raya
di Jalan Dago Bandung, yaitu: Taman Hutan Raya Ir.H.Djuanda, dalam taman ini
terdapat Museum dan Monumen Ir.H.Djuanda. Juga diabadikan dalam nama bendungan
di daerah Jatiluhur Purwakarta, yakni: Bendungan Ir.H. Djuanda –sebagai kenang-kenangan atas peran Perdana
Menteri terakhir Indonesia, Ir.H. Djuanda, dalam memperjuangkan pembiayaannya
sehingga terwujudnya pembangunan Bendungan Jatiluhur. Nama beliau juga, menghiasi
nama-nama jalan di seluruh Indonesia.
Pada tahun 1999, Presiden Abdurrahman
Wahid mencanangkan ‘Deklarasi Djuanda’ tanggal 13 Desember sebagai Hari
Nusantara. Penetapan hari ini dipertegas oleh Presiden Megawati
Sukarnoputri dengan menerbitkan Keputusan Presiden RI Nomor 126 Tahun 2001
tentang Hari Nusantara, sehingga tanggal 13 Desember resmi menjadi hari
perayaan nasional tidak libur.
Djuanda wafat di Jakarta pada tanggal 7
November 1963 karena serangan jantung, dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
Kalibata Jakarta. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 244/1963 Ir.H.
Djuanda Kartawidjaja diangkat sebagai tokoh nasional/Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
***